Mohon tunggu...
Meta Maftuhah
Meta Maftuhah Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan UMKM dan survey sosial ekonomi yang senang menulis blog.

Visit my blog : http://www.ceumeta.com Contact : meta.maftuhah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengenang Kembali Tradisi Munggahan yang Sudah Bergeser

9 Mei 2019   13:01 Diperbarui: 9 Mei 2019   13:15 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi masyarakat di daerah, tradisi menjelang atau saat Ramadan umumnya masih bertahan hingga sekarang. Tetapi tidak dengan di perkotaan, diantaranya adalah Bandung. Dimana tradisi tersebut sudah terasa banyak memudar.

Buat saya yang sejak lahir tinggal di Bandung, perubahan kota ini sangat terasa. Dari yang awalnya sepi sekarang sangat ramai, pembangunan kian marak, wilayah yang semakin luas dan ada perubahan perilaku. Jaman mulai berubah, pemikiran dan kebiasaan pun berubah. Saat menjelang Ramadan, pernah terfikir sebuah tradisi munggahan yang saya rasakan di masa kecil. Dan tradisi tersebut berbeda dengan apa yang saya alami saat ini.

Mengenali Makna Munggahan

Munggahan sebetulnya bisa dikatakan sebagai tradisi yang dilakukan oleh suku Sunda dalam menjelang Ramadan. Akan tetapi, saat ini kata "Munggahan" sudah digunakan oleh masyarakat selain suku Sunda. Kegiatan munggahan dilakukan oleh keluarga untuk berkumpul sehari atau dua hari menjelang bulan Ramadan. 

Dikutip dari beberapa sumber, kata Munggahan berasal dari kata "Unggah" yang berarti beranjak dari tempat lebih rendah ke yang lebih tinggi derajatnya atau lebih suci. Makna tinggi di sini, adalah setelah Bulan Syaban, akan memasuki bulan Ramadan yang diyakini memiliki derajat lebih tinggi. Umumnya kegiatan yang dilakukan saat Mungggahan adalah berkumpul bersama keluarga sambil makan dan juga berziarah ke makam anggota keluarga yang lebih dulu berpulang ke Yang Maha Kuasa.

Teringat waktu almarhum kakek masih hidup, keluarga kami selalu berkumpul sebelum Ramadan. Diawali dengan ziarah ke makam nenek yang sudah wafat lebih dulu, lalu dilanjutkan dengan makan malam keluarga. Saat itu,  setiap anggota keluarga membawa makanan atau istilahnya adalah botram. Dimana makanan tersebut dikonsumsi untuk makan malam dan sebagai sajian bersama keluarga saat sahur. Sebagian makanan tersebut dibagikan juga ke tetangga terdekat, dan sebagian besar warga saling berkirim makanan satu sama lain.

Tradisi Munggahan Saat Ini

Jaman berubah semua orang kian sibuk tidak mengenal waktu. Cukup sulit untuk mengadakan pertemuan keluarga. Walau satu kota, waktu tempuh antara satu tempat ke tempat lain menjadi semakin terasa. Sehingga kadang munggahan pun tidak dilakukan lagi di rumah. Cukup berkumpul di tempat makan yang lokasinya strategis, dan setelah makan dan berkumpul acara pun selesai. Bagi saya yang mengalami era 70-an, terasa sekali perbedaan makna. Akan tetapi apalah artinya sebuah tradisi yang penting maknanya sama, bisa jadi inilah yang difikirkan sebagian orang. 

Kembali ke kegiatan Munggahan, mungkin ada baiknya tetap dikenalkan kepada generasi milenial, beberapa tradisi lama yang mungkin sudah lama tidak digunakan kembali. Bukan untuk mengada-ada pekerjaan, tetapi juga untuk memahami tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Karena salah satunya melalui budaya kita akan lebih mengenal dari mana kita berasal dan untuk apa kita dilahirkan. 

Terlepas dari bergesernya makna Munggahan saat ini, semoga tidak hanya sekedar menjadi kegiatan ramah tamah atau berkumpul sambil makan semata. Tetapi lebih kepada memperkuat ikatan dengan orang terdekat, serta menyiapkan diri untuk memasuki bulan Ramadan, baik secara fisik maupun spiritual. Karena di Bulan Ramadan ada persiapan secara spiritual yang sebaiknya dilakukan sehingga dapat menjalankan ibadah dengan lebih khusu. Serta dapat memperoleh berbagai kelebihan dan kebaikan yang hanya terdapat di bulan Ramadan. Dengan mengenal budaya, kita akan mengenal jati diri dan sejarah siapa dan dari mana kita berasal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun