Mohon tunggu...
Josep Budi Santoso
Josep Budi Santoso Mohon Tunggu... profesional -

Saya seorang guru lepas yang tertarik pada pendidikan lingkungan hidup (konservasi) anak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Semangat Aja Belum Cukup!

27 April 2013   00:31 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:32 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membuat TBM?

Membuat  Taman Bacaan Masyarakat? Susah-susah gampang.  Ada banyak latar belakang dari kemunculan TBM.  Mulai dari sekedar hobby sampai yang serius – tergerak karena ada keprihatinan. Banyak kisah pembuat TBM dengan lika-likunya. Dari yang menyenangkan sampai pada yang menyusahkan. Hebatnya itu tidak membuat para penggiat TBM mudah mundur.  Berangkat dari keinginan ingin berbagi melalui buku bacaan bisa memotivasi orang lain untuk ikut membuat hal yang sama. Apalagi ini bisa menggerakkan banyak orang dan komunitas untuk membuat TBM dimana-mana. Mulai dari mall-mall sampai pelosok-pelosok daerah terpencil.  Bermunculan TBM dimana-mana juga diikuti dengan meredup dan matinya TBM dibanyak tempat juga, ini menjadi dinamika pengelola TBM itu sendiri.

Membuat anak suka membaca

Ada beberapa hal yang mesti diperhatikan ketika berencana membuat Taman Bacaan Masyarakat – TBM, apalagi TBM itu diperuntukkan untuk anak dan remaja yang belum terbangun budaya membacanya. Dari pengalaman TBM Cendani (Bale Baca) tahun 2002, butuh waktu dua tahun untuk membangun kebutuhan membaca di lingkungan anak dan remaja. Itu merupakan pengalaman belajar bagi penyelenggara TBM Cendani. Banyak waktu harus dicurahkan untuk mendatangkan buku, menyusun buku-buku agar kelihatan menarik, sampai membuat aneka lomba untuk mendekatkan anak pada buku. Awalnya tidak banyak buku yang dibaca oleh mereka. Saat itu kami memaknai hanya sebagai pengalaman anak yang memang malas untuk membaca buku. Itu saja. Kami berusaha TBM tidak sama seperti  perpustakaan yang kami kenal, ‘sepi’, tidak membuat orang merasa butuh untuk datang dan membaca buku.

Mengapa pilihannya TBM

Membangun TBM menjadi sarana paling efektif  dan penting untuk pengembangan potensi, karakter, wawasan dan cara berpikir anak. TBM adalah jalan untuk memperkenalkan anak pada buku. Perkenalan pada buku-buku yang bagus dan bermutu tinggi akan membuat anak senang membaca buku. Kebiasaan membaca buku ini akan menjadi kebutuhan sepanjang hayat mereka. Kebiasaan membaca buku dan belajar akan membentuk anak menjadi pribadi yang kritis, cerdas dan berani. Mesti jujur bahwa ada banyak orangtua dan sekolah berpikir soal bagaimana menghadirkan buku bagus dan bermutu tinggi untuk anak-anak,  jarang didapati perpustakaan dengan buku bagus dan bermutu tinggi disekolah yang berada di pelosok-pelosok Pulau Jawa. Apalagi di pulau lain di wilayah terjauh.  Kalau pun ada perpustakaan biasanya sepi dan tidak akrab dengan anak. Padahal buku adalah jalan bagi anak untuk memahami dunia di luar diri, keluarga atau kampung mereka. Buku juga mengajar anak untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari bangsanya  yang amat kaya alam dan beragam budaya. Kehadiran TBM bisa membuat anak akrab dan nyaman dengan buku. TBM juga membuka jalan untuk interaksi sehat dengan anak, orangtua dan masyarakat sekitar.

Menemukan cara

Perlu kegigihan dalam menjaga keberlangsungan TBM Cendani agar tetap hadir dan dibutuhkan oleh banyak anak-anak di kampung. Akan terasa aneh jika TBM tutup karena alasan-alasan yang sebenarnya bisa diatasi. Kegigihan untuk terus bisa hadir diantara anak-anak kampung dan bisa membangun kebutuhan membaca diantara mereka menjadi mendorong kami membuat semacam ‘riset’ kecil. Tujuannya memetakan bagaimana bisa membuat anak merasa butuh membaca buku.  Langkah kecil dimulai dengan membuat perencanaan dengan membeli beberapa macam buku cerita dengan klasifikasi yang beragam. Mulai dari fisik buku seperti gambar, warna, huruf, kertas, dan isi buku, cerita, dan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak. ‘Riset’ kecil memakan waktu dua tahun untuk bisa menunjukkan hasilnya. Dari titik itulah mulai didapat kejelasan tentang buku-buku yang memicu anak untuk melihat, membuka, dan membaca.

Bagaimana supaya TBM bisa terus berjalan

Ada pengalaman menarik dari seorang  teman penggiat TBM. Dia memiliki TBM dengan lokasi strategis, dipinggir jalan yang selalu dilalui banyak orang.  TBM yang didirikan itu hanya ramai dikunjungi oleh anak untuk berinteraksi dengan buku tidak lebih dari satu tahun. Selebihnya anak datang hanya untuk belajar bersama – semacam bimbel.  Ketika ada kesempatan berkunjung TBM tersebut, saya didapati   ruangan yang dipenuhi oleh buku-buku dengan display yang tidak membuat mata anak melirik apalagi melihat. Susunan buku yang tidak rapi menambah rak buku menjadi sumpek. Itulah kesan pertama ketika lihat ruangan buku TBM. Disamping itu judul  buku yang terbatas.  Itu situasi yang tidak kondusif untuk anak bisa bertahan berlama-lama di TBM. Kenapa tidak jejaring sesama TBM ? Jejaring merupakan cara paling sederhana untuk bisa saling pinjam buku antar TBM sebagai cara untuk mengatasi pembelian buku yang seringkali memberatkan pengiat TBM. Sumbangan buku tidak selamanya memuhi kebutuhan anak akan bacaan yang menarik dan bermutu.

Saatnya mengembangkan

Beberapa tempat menjadi fokus pengembangan TBM, seperti wilayah pinggiran Jakarta – penyanggah Jakarta.  Dengan berbekal pengalaman 12 tahun apakah menjadi sebuah kepastian kedepan akan lebih sedikit menemukan hambatan? Pertanyaan ini selalu menyertai langkah kedepan minimal menjadi pijakan ketika menemukan hal yang sama dalam proses itu. Bagaimanapun setiap tempat memiliki tantangannya sendiri dan dengan jawaban yang berbeda pula. Idealnya TBM ada disetiap wilayah Rukun Warga (RW) dan dikelola secara swadaya oleh masyarakat, tapi persoalannya tidak banyak orang yang ada disana memiliki keprihatinan yang sama. Memberi pelatihan untuk para pengelola TBM di setiap wilayah RW bisa mungkin bisa mejadi solusi sambil membiarkan proses belajar berjalan secara alamiah.

www.rebungcendani.org/balebaca/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun