Mohon tunggu...
I am a free soul
I am a free soul Mohon Tunggu... Wiraswasta - A mother of two beautiful souls

Give me fruits and take me to the woods. I am easy to please.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Semburat warna dan romansa di balik kabut Gunung Batur

15 Juli 2014   19:26 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:16 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika orang orang menikmati keindahan Gunung Batur hanya pada saat cuaca cerah, saya menikmati keindahannya saat cuaca berbeda dan di hindari orang. Kabut menyelimuti Gunung Batur sepanjang pagi. Orang mengeluh, tapi bagi saya itu istimewa. Ada warna, ada romansa, ada cerita yang di abadikan hp saya :)

[caption id="attachment_347877" align="aligncenter" width="600" caption="Warna dan romansa. Ehmm - wisnaWEDHANA, Gunung Batur, 13/7/14"][/caption]

Ajakan seorang teman untuk mendaki Gunung Batur saat bulan purnama saya sanggupi dengan semangat. Belum pernah mendaki Gunung ini sebelumnya tapi sering melihat keindahannya yang luar biasa di saat sunrise dari foto foto di internet. Yep, tak hanya orang orang Bali, wisatawan lokal dan asing selalu ramai mendaki gunung ini setiap harinya demi melihat pemandangan matahari terbit yang spektakular.

Saya bersama dua orang teman berangkat dari Denpasar pkl. 1 dini hari. Gerimis turun sejak saat kami baru sekitar 20 menit perjalanan. Saya sudah pesimis tidak akan melihat sunrise, tapi tetap semangat untuk melanjutkan perjalanan. Tiba di parkir pos pendakian sekitar pkl. 2:30 pagi. Kami langsung di hampiri oleh seorang pemandu. Berhubung salah satu teman saya adalah seorang pemandu wisata dan sudah sangat sering membawa tamu kesini untuk mendaki, kamipun di ijinkan mendaki dengan hanya memberikan uang kontribusi sebesar 10,000 Rupiah per orang. Saya dengar biasanya jika wisatawan ingin mendaki, mereka harus membayar uang sebesar 350,000 Rupiah sebagai tiket masuk sekaligus jasa pemandu. 350,000 per pemandu. Jadi meskipun jumlah wisatawannya hanya 2 ataupun 6 orang, jika pemandunya hanya 1, biayanya tetap sama.

Pkl. 3 subuh, parkir mulai ramai. Mobil satu persatu berdatangan membawa wisatawan asing yang ingin melihat sunrise di puncak Gunung Batur. Kami bertiga mulai menapaki jalan menuju pendakian. Saat itu cuaca masih bersahabat, tak ada gerimis, bulan purnama masih bercahaya sempurna menerangi jalan setapak yang kami lintasi. Medan terasa tidak sulit di beberapa ratus meter pertama. Setengah perjalanan, mulai terasa sulit. Batu batu tajam sungguh tidak cocok dengan sepatu jogging yang saya kenakan. Maklum saya tidak pernah mendaki sebelumnya kecuali saat SMA. Jadi tak ada persiapan khusus selain mengenakan apa yang ada.

[caption id="attachment_347878" align="aligncenter" width="450" caption="wisnaWEDHANA, Gunung Batur, 13/7/14"]

14054016011780613178
14054016011780613178
[/caption]

Tak jauh dari pemberhentian pertama, yang kata orang juga merupakan puncak pertama, hujan mulai turun. Bahkan terbilang cukup deras jika kita berada di gunung. Mulanya saya panik. Kamera di tas tanpa pelindung bisa basah kuyup. Medan mungkin akan makin sulit dan tenaga akan berkurang karena basah kuyup. Ternyata panik itu hanya berlangsung beberapa menit. Saya berhasil membungkus kamera dengan jacket parasut dan saya melanjutkan pendakian tanpa rasa khawatir, tak ada rasa capek, tak ada rasa dingin. Saya justru merasa stamina semakin membaik saat terkena air hujan. Saking semangatnya saya sampai lupa bahwa sejak tadi saya berjalan sendiri meninggalkan mereka berdua. Ah tak apalah, meksipun baru kenal beberapa jam mereka sudah terlihat akrab. Jadi, mereka akan baik baik saja :D.

Tiba di pemberhentian pertama, sebuah bangunan semi permanen yang merupakan sebuah warung dimana biasanya para pendaki beristirahat sambil minum kopi atau makan mie rebus. Saya dapati sudah ramai disana. Kebanyakan bule, hanya beberapa orang yang orang lokal. Tebakan saya mereka adalah wisatawan asing bersama pemandunya. Sayapun mencari tempat untuk duduk beristirahat sambil menunggu mereka berdua. Hujan semakin deras, saya mulai khawatir karena mereka tak juga muncul setelah 15 menit. Saya mengkhawatirkan teman saya yang perempuan karena sejak awal pendakian dia sudah terlihat kesulitan. Warungpun semakin penuh sesak oleh pendaki yang makin ramai tiba di puncak. Mereka semua terlihat basah kuyup dan sangat kedinginan. Kedua teman sayapun akhirnya muncul di menit ke 20. Sama seperti yang lain, basah kuyup.

[caption id="attachment_347871" align="aligncenter" width="600" caption="Sebuah warung di puncak Gunung Batur, penuh sesak oleh pendaki dari manca negara - wisnaWEDHANA, Gunung Batur, 13/7/14"]

14054007601951002828
14054007601951002828
[/caption]

Tak bergerak dengan pakaian yang basah serta angin yang mulai bertiup saat hujan mulai mereda membuat kami menggigil kedinginan. Di luar sana mulai terlihat terang meskipun semuanya putih. Yep, tak ada harapan untuk melihat pemandangan apapun dari atas sini. Tapi kami tetap ingin menuju ke bagian yang lebih tinggi. Sungguh saya tak bisa melihat kami sedang berada di titik mana. Semua terlihat putih. Jarak pandang kurang dari 10 meter.

Kami kemudian tiba di satu titik lagi, terlihat banyak wisatawan asing sedang menikmati teh hangat sambil duduk menghadap ke arah sesuatu. Saya sebut sesuatu karena memang tak terlihat apapun selain kabut tebal berwarna putih. Hahaa... saya sungguh tak punya bayangan seperti apa tampaknya jika cuaca cerah. Kami melewati titik ini dan langsung menuju ke tempat yang lebih tinggi, puncaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun