Mohon tunggu...
Hamdani
Hamdani Mohon Tunggu... Konsultan - Sang Musafir - Mencari Tempat untuk Selalu Belajar dan Mengabdi

Kilometer Nol

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menuju Pemilu 2024

11 Juli 2019   09:35 Diperbarui: 11 Juli 2019   09:37 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Republik Indonesia Jowo Widodo (dok. CNN)

Paska jatuhnya Orde Baru (ORBA) tahun 1998 dan dimulainya orde reformasi 1999, kran demokrasi telah terbuka lebar. Hal ini ditandai dengan lahirnya kebebasan berbicara dalam ruang publik dan meningkatnya partisipasi politik dari rakyat Indonesia.

Perubahan paling signifikan pada era reformasi terutama pada awal-awal turunnya Presiden Soeharto dari RI adalah bergantinya sistim pemilu. Dari sistim tidak langsung atau dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ke pemilihan langsung (Pilsung) oleh rakyat.

Sejak saat itu pesta demokrasi sangat terasa sebagai pesta rakyat, bahkan ketika pemilu berlangsung kemeriahan bagai hari raya. Meskipun pada pemilu dua periode terakhir ini pesta demokrasi berubah menjadi "pesta" duka, di mana hampir 700 orang petugas PPS meninggal dunia.

Kondisi miris lainnya terlebih pada pemilu 2019 lalu adalah terbentuknya polarisasi antar pendukung kandidat secara nyata dan terjadi benturan. Hingga ratusan politisi yang berada pada kubu oposisi dipersekusi oleh kelompok-kelompok yang menamakan dirinya pencinta NKRI dan Pancasila.

Publik masih mencatat peristiwa penghadangan Neno Warisman, Ahmad Dani, Rocky Gerung, Tgk Zulkarnaen, Ustaz Haikal atau Babe, saat mereka melakukan konsolidasi ke daerah atau ketika akan memberikan ceramah. Termasuk bagaimana persekusi yang dialami oleh Ustaz Abdul Somad (UAS) di Jawa Tengah dan di beberapa daerah. Akhirnya acara batal dilaksanakan.

Tidak hanya disitu, benturan keras pemilu 2019 juga berujung pada penangkapan sejumlah tokoh penting pendukung kubu yang melawan petahana. Dengan tuduhan yang ntah ada atau tidak ada delik hukum, yang pasti mereka dihadapkan dengan kepolisian. Sebut saja Ustaz Bachtiar Nasir, Ahmad Dani, dan banyak ustaz-ustaz lain yang sampai saat ini masih meringkuk dalam tahanan polisi.

Peristiwa yang paling anyar adalah penangkapan para mantan jenderal angkatan darat yang dituduh memasok senjata dan melakukan perbuatan makar. Mereka yang bernasib malang itu antara lain, Soenarko, dan Kivlan Zein. Keduanya ditangkap karena perbuatan makar. Sebelum itu sudah ditangkap beberapa aktivis oleh polisi dengan tuduhan yang sama.

Berbagai peristiwa dan insiden politik yang terekam sepanjang pemilu 2019 yang membuat ratusan emak-emak menangis dan melakukan protes keras terhadap pelanggaran (kecurangan) yang dilakukan oleh  KPU, apakah masih bisa sebut demokrasi? Apalagi kita bilang pesta demokrasi? Atau jangan-jangan demokrasi itu hanya kamuflase?

Ancang-ancang 2024

Walaupun sempat dianggap tidak normal kemenangan kubu Jokowi-Ma'ruf Amin atas Prabowo-Sandi namun persoalan pemenang pilpres sudah ada titik terangnya. Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin diperoleh melalui keputusan Mahkamah Kontitusi (MK) yang memenangkan kubu 01 dan menolak seluruhnya gugatan kubu 02 atas dugaan kecurangan pilpres secara Terstruktur, Sistematis, dan Massif.

Keluarnya putusan MK yang final dan mengikat maka sahlah posisi Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Namun apakah pemilu telah usai? Ternyata tidak, dalam artian bahwa suasana kontestasi masih terasa dan belum berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun