Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Pandangan Masyarakat dan Mahasiswa tentang Toleransi di Indonesia Saat Ini

19 April 2017   09:31 Diperbarui: 19 April 2017   09:59 74660
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia merupakan negara dengan kultur budaya dan sosial yang sangat beragam. Berbagai suku, budaya, agama, ras dan cara berperilaku dalam bersosialisasi mewarnai kehidupan bertoleransi di negara Indonesia. Indonesia pun bisa merdeka secara mandiri karena semangat toleran yang menimbulkan persatuan dan kesatuan seluruh masyarakat Indonesia untuk membasmi penjajah Belanda dan Jepang. Masyarakat kita pada zaman itu memperkuat semangat dan tidak memperdulikan egoistis suku, ras, serta agama bersama dengan para pahlawan proklamator dan revolusi sehingga kemerdekaan dan pemerintahan Indonesia berjalan dengan lancar hingga sekarang.

Namun kenyataan saat ini, mayoritas masyarakat Indonesia kehilangan semangat toleransinya. Faktor yang mempengaruhi hal ini terjadi karena banyak masyarakat kita yang kurang mempelajari dan mengahayati sejarah perjuangan para pahlawan Indonesia zaman penjajah dulu, sehingga semangat hidup bertoleransi dan patriotik di Indonesia melemah. Selain itu, mayoritas masyarakat Indonesia juga kehilangan semangat kebersamaan, serta banyak yang tidak melandaskan Pancasila sebagai dasar hidup bangsa Indonesia alias semuanya atur sendiri-sendiri sehingga terjadi intoleransi dalam hidup masyarakat Indonesia.

Kasus intoleransi yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun telah menambah daftar dan fakta bahwa semakin hari semakin banyak masyarakat kita yang pluralis dan toleransi umat yang luntur akibat masuknya budaya egoistis dalam lingkungan masyarakat Indonesia. Contoh Konflik Sampit yang melibatkan etnis Dayak sebagai penduduk asli dan etnis Madura sebagai transmigran, Konflik Poso yang melibatkan aparat, teroris dan masyarakat, konflik Ambon yang melibatkan umat beragama (khususnya Islam dan Kristen), serta yang santer diberitakan di media-media Indonesia adalah kasus penistaan agama Islam yang dilakukan Ahok selaku Gubernur DKI Jakarta saat itu di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Sebenarnya masih banyak lagi kasus dan konflik etnis serta agama di Indonesia yang tidak diketahui oleh publik Indonesia sampai sekarang.

Kita sebagai masyarakat Indonesia harus cerdas dan berpola hidup intelektual dalam bermasyarakat jika ingin Indonesia tetap damai dalam bertoleransi. Apalagi sebagai masyarakat yang beragama kita juga harus mematuhi kewajiban yang sudah dijelaskan hukum-hukumnya oleh agama. Dalam kutipan Ahmad Wahib ia mengemukakan,

"Kita kaum intelektual harus senantiasa berhati-hati dalam menjaga sikap dasar kita yaitu: a posteriori dan single standard”(Pergolakan Pemikiran Islam, I:27). Selain hal diatas, beliau juga mengemukakan, “Ketajaman kritik kita terhadap umat berhubung dengan general attitude-nya, jangan sampai menjerumuskan kita pada sikap apriori salah dalam menghadapi suatu masalah, sebagaimana kita juga menjauhkan diri dari sikap apriori membenarkan mereka. Kita juga harus benar-benar bisa menjauhkan diri dari nilai ganda (double standard), nilai ganda yang memihak umat Islam ataupun nilai ganda yang memihak bukan Islam”(Pergolakan Pemikiran Islam, I: 28).

 Dari pandangan Ahmad Wahib (1942-1973) yang pernah menjabat jurnalis majalah Tempo diatas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa untuk menciptakan semangat bertoleransi di Indonesia yang berbeda suku, agama dan budaya, kita harus menegakkan sikap dasar yang baik dan kualitas yang mapan. Dalam artian bermasyarakatlah yang intelektual baik pemikiran, beragama maupun berperilaku agar toleransi di Indonesia tetap langgeng dan lancar.

Sebelum kita memahami lebih mendalam tentang arti toleransi, maka kita harus mengetahui lebih dahulu tentang apa makna adanya toleransi khususnya di Indonesia yang penduduknya beraneka ragam kultur, agama dan suku. Makna toleransi baik di Indonesia maupun di dunia sangatlah berarti dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. 

Dengan adanya toleransi, kita dapat menghargai dan menghormati kegiatan yang dilakukan masyarakat sekitar, khususnya kehidupan antar umat beragama. Selain itu, kita hatus tetap mengeratkan tali silaturrahmi baik antar sesama umat beragama, maupun yang berbeda agama. Dengan menghayati makna toleransi diatas, maka kehidupan bermasyarakat dalam perbedaan suku, agama dan ras dapat dicapai dengan sebaik-baiknya. Bahkan toleransi memberi dampak dan manfaat yang luas bagi umat beragama dan bermasyarakat terkhusus di Indonesia. 

Manfaat toleransi dapat menghindari perpecahan, meningkatkan rasa persaudaraan antar sesama manusia, meningkatkan kekuatan iman dan akhlak sebagai umat beragama, meningkatkan rasa nasionalisme dalam bermasyarakat, pencapaian kata mufakat dalam bermusyawarah, meruntuhkan perasaan egoistis (paling benar sendiri) dalam berargumen, dapat mempersatukan perbedaan kultur dan agama, mempermudah pembangunan negara di Indonesia menjadi lebih maju, serta menyejahterakan masyarakat Indonesia dengan berpikir dan berperilaku yang intelektual alias terdidik dan beragama.

Dari makna dan manfaat toleransi dari paragraf diatas, maka dapat diartikan bahwa toleransi adalah cara hidup dengan membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak sependapat dengan kita dan tidak mengganggu kehiudupan pribadi orang lain baik formal maupun informal. Jika dikaitkan secara sosial, budaya dan agama maka toleransi berarti melarang sikap atau perbuatan diskriminatif terhadap orang lain atau kelompok lain dalam beragama dan berkegiatan serta melarang kita ikut campur urusan pribadi maupun kelompok lain dalam bermasyarakat. 

Apalagi kita selaku masyarakat Indonesia yang bermartabat, maka kita harus menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negara bangsa Indonesia yang dimana sila-silanya menghargai dan menghendaki toleransi antar sesama umat beragama dan bermasyarakat. Dengan menghayati setiap sila dalam Pancasila, maka pasti tidak akan ada yang namanya egoisme antar suku, ras dan agama serta tidak akan terjadi konflik antar etnis dan agama yang dapat membahayakan kehidupan bernegara dan keamanan nasional baik internal maupun eksternal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun