Mohon tunggu...
Noni Nandini
Noni Nandini Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Lahir di Jakarta, tumbuh di Kalimantan Timur, kuliah di Yogyakarta dan Solo, kerja di Jakarta.....(Koes Plus banget yah....) hobi membaca, menulis, nonton tv dan film, berenang dan koleksi. Tertarik dengan diving (khususnya untuk hura-hura walaupun sudah kursus diving beberapa kali), sailing (walaupun kalau ikutan regatta dapet bobbi price terus), Jepang, Korea, Manga, Dorama, Film Korea dan Jepang, cerita detektif, misteri, dokumenter dan travelling (walaupun masih sebatas pulang kampung dan sekitar Jakarta).

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Safari Pantai Antara Anyer dan Carita, Sebuah Pencarian Surga Pantai Anyer

9 Juni 2011   11:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:42 1681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak pertama kali saya dengar lagu "Antara Anyer dan Jakarta" versi Sheila Majid, saya selalu ingin pergi melihat Anyer.  Saya membayangkan bagaimana pohon-pohon Nyiur seakan melambaikan tangan pada saya dan ombak berbuih putih bergulung ke pantai.  Serasa surga dunia.

Bagi saya, pantai dan laut adalah bagian hidup yang tidak terpisahkan.  Sejak umur saya 5 tahun saya tinggal di Bontang, Kalimantan Timur, sebuah kota kecil yang berbatasan langsung dengan Selat Makassar.  Sehingga pemandangan pantai dan laut adalah pemandangan sehar-hari saya.  Bagi saya pemandangan Gunung dan Pegunungan bahkan sawah adalah pemandangan yang luar biasa.

Namun Anyer, tetap mempunyai daya tarik tersendiri bagi saya.  Sehingga waktu saya berkunjung ke Serang saya bela-belain untuk sekedar melihat Anyer, memuaskan rasa ingin tahu saya.

Jadilah saya berangkat dari Kota Serang pukul 06.00 pagi dengan perhitungan karena saya naik ojek sehingga cuaca masih bersahabat dengan saya, kalau siang sedikit maka cerahnya Provinsi Banten akan menjadi momok tersendiri bagi saya.

Karena perjalanannya menggunakan motor, maka ruang pandang saya tidak terbatas.  Sehingga saya menikmati ramai masyarakat Serang yang sedang berolah raga di Alun-Alun sampai melihat rapinya Kota Cilegon, dan juga pabrik-pabrik yang berbaris dipinggir jalan menuju Anyer.

Sayangnya jalan menuju Anyer tidak sehalus yang saya bayangkan.  Banyak sekali kerusakan jalan.  Yang amat saya sesalkan dalam perbaikan jalan hanya berkesan tambal jalan saja padahal yang melewati jalan tersebut adalah bis-bis pariwisata, truk-truk ukuran besar bahkan trailer.  Jadi bisa anda bayangkan beban jalan kecil menuju Anyer tersebut.

Setelah naik motor selama kurang lebih 1 jam, tanpa saya sadari saya sudah di Anyer tapi karena pantainya sudah ditutupi oleh Hotel, Wisma, Villa bahkan di kavling-kavling jadi pemandangan Pantai sudah sama sekali tidak kelihatan.  Sayang sekali, jika saya bisa membandingkan dengan Bali dimana Pantai-Pantainya dibiarkan menjadi tempat publik dan natural sehingga kami puas menikmati pemandangan dan bermain di Pantai.

Akhirnya kami berhenti di Karang Bolong, karena memang tujuan utama saya ke Anyer adalah berkunjung ke Pantai Karang Bolong yang memang menjadi landmark alam Banten.  Dengan tiket Rp. 5000 per orang kami bisa menikmati kekuatan air laut yang dapat membuat lubang di sebauh karang besar.  Sayangnya lokasi ini berkesan kumuh dengan hiasan sampah bertebaran.  Selain itu pengelola lokasi ini memaksakan diri dengan memasang gazebo, mainan anak-anak serta bangku-bangku semen yang menurut saya malah merusaka pemandangan Karang Bolong itu sendiri.

Yang lumayan bisa diacungin jempol adalah tersedianya kolam renang dan toilet yang lumayan bersih.  Yang lainnya mengecewakan sehingga membuat saya kecewa.

Saya juga sempat mampir sebentar ke Mercusuar Cikoneng, yang menurut saya adalah bangunan tertinggi di Banten.  Mercusuar buatan Belanda ini memang masih terlihat terawat dan cantik namun sayangnya daerah sekelilingnya mematikan hasrat saya untuk menikmati bangunan abad ke 19 ini.Disekelilingnya dibangun villa-villa sehingga kita tidak bisa membayangkan bagaimana Mercusuar itu ketika jaman penjajahan Belanda.  Bahkan ketika saya masuk, Mercusuar itu kosong melompong.

Kemudian saya melanjutkan perjalanan saya ke sebuah Pantai di Anyer yang dikelola oleh Pemda setempat.  Sekali lagi situasinya tidak beda jauh dengan Pantai Karang Bolong, sama-sama terlalu dipaksakan fasilitas hiburannya, seperti taman bermain anak-anak.  Menurut saya pantai seharusnya dibiarkan natural sehingga anak-anak bisa belajar dan dekat dengan pantai.  Belum lagi sampah dan penjual kaki lima yang agak-agak bikin suasana seperti pasar bukan Pantai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun