Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pengalaman Saya Ketika Pertama Kali Mendonorkan Darah

24 Mei 2017   08:14 Diperbarui: 24 Mei 2017   15:16 8595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
takut, tapi lebih takut bila tak ikut donor darah

Ini kali pertama kami donor darah, meski saban hari saya berkutat dengan darah. Keterpaksaan, bukan dipaksa oleh orang lain tapi terpaksa melawan ketakutan. Jujur saya takut jarum, alasan inilah yang menjadi alasan mengapa ini baru kali pertama donor darah.

Teman dari anak saya sedang membutuhkan thrombosit golongan darah AB, sudah ke PMI Ponorogo, Madiun, bahkan Solo tapi belum mendapatkan. Guru kelasnya mengumumkan mengumumkan via WA, siapa saja yang mempunyai golanongan darah AB untuk bersedia mendonorkan sebagian darahnya ke rumah sakit tempat teman anak saya dirawat. Berikut ini awal ceritanya.

“Bapak sudah di kantor?” tanya anak saya lewat pesan WA. Saya jawab saya sudah berada di kantor.

“Pak bank darahnya sebelah mana?” tanya anak saya, yang membuat saya bingung. Tumben sekali dia menanyakan hal gituan. Tapi anak saya tidak mau menjawab, dia mau langsung menyusul ke kantor. Sesampai di kantor dia minta diantarkan ke ICU, tempat temannya di rawat.

Terlihat perempuan pucat pasi seumuran anak saya, kulitnya putih dan semakin putih karena pucat. Tampak pula bercak-bercak darah di lengan dan hampir sekujur tubuhnya. Lalu anak saya menyalaminya, tanpa bicara hanya mengangguk-angguk karena perempuan teman anak saya tersebut sedang memakai masker dan terbaring lemah.

Bunnan ya…” Tiba-tiba perempuan setengah baya menyalami dan merangkul anak saya. Lalu si ibu tersebut menceritakan kalau tadi pagi dia minta pertolongan wali kelas anaknya untuk meminta bantuan untuk disiarkan bila saja ada yang ada yang golongan darahnya AB. Menurut si ibu, Bunnan-lah yang pertama mengontak lewat SMS kalau golongan darahnya AB dan akan segera menuju ke rumah sakit tempat putrinya dirawat.

Oleh perawat jaga Bunnan dianjurkan ke PMI karena masih terlalu pagi dan hari Sabtu, ketika berpamitan mata si ibu berkaca-kaca serasa ingin menangis, sambil memeluk anak saya. Rasa haru melihatnya.

pada anakpun kita harus belajar, tentang berbagi
pada anakpun kita harus belajar, tentang berbagi
"Bapak ndak sekalian donor?" Tanya anak saya ketika petugas PMI sudah menusukan jarum dan memasang kantong darah. Seperti disengat lebah, rasa malu pada anak bisa mengalahkan rasa takut. Juga terasa tertampar rasanya, anak saya punya tekad luar biasa demi berbuat pada temannya.

“Monggo bapak-e sekalian…” kata petugas PMI yang baru saja mencobloskan jarum ke lengan anak saya. Keringat dingin langsung mengucur di leher dan pinggang. Nyali saya langsung down, langsung pucat seperti orang yang benar-benar butuh tranfusi. Petugas PMI-pun hanya tersenyum begitu juga anak saya.

“Belum pernah donor nggih?” tanya petugas PMI. Untung petugas pas hari Sabtu saya ndak memakai seragam kantor, kalau ketahuan saya kerja dimana pasti saya menjadi bahan tertawaan. Terlebih kalau petugas PMI itu tahu kalau aku bekerja di kamar operasi yang saban hari hampir selalu menghabiskan stok darahnya. Kata petugas PMI nanti saja mengisi formulirnya, bisa setelah darah terambil. Serasa diejek akirnya saya naik ke tempat tidur yang berjajar dengan tempat tidur tempat anak saya darahnya diambil.

Akhirnya saya benar-benar berbaring berjajar dengan anak saya, petugas langsung memasang tekanan darah saya. Petugas PMI membuka bungkusan platik, suaranya berisik seakan, mungkin saya sangat berlebihan ketakutan. Saya pejamkan mata, saya berusaha tak melihat apa yang dilakukan petugas PMI. Dipegangnya tangan saya, wakakakakaka rasanya seperti ayam yang akan disembelih pasrah tidak ada perlawanan. Dioleskannya cairan yang terada dingin, mungkin cairan desifektan yang biasa kami gunakan sebelum melakukan tindakan di tempat kami bekerja. Cless…. Pasti bentar lagi jarum tersebut akan segera ditusukkan, bayangan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun