Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Derita Masyarakat Sekitar Perkebunan Tebu

21 September 2015   22:26 Diperbarui: 22 September 2015   03:55 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musim giling tebu tiba, pesta pora pembukaan giling selalu ditandai kemeriahan baik tontonan dan pasar malam di pabrik gula di 'maaf' area karisedenan Madiun. Mulai dari wayang, pagelaran musik, bazar, bahkan pengajian. Semuanya untuk menghibur masyarakat sekita pabrik gula maupun para petani pemilik lahan yang disewakan kepada perkebunan tebu yang dikelola oleh pabrik gula setempat. Keramaian pun bisa berlangsung sampai sepekan berbarengan dimulainya awal giling tebu di setiap musim panen tebu.

Ratusan truk berderet-deret hampir kiloan meter mengantri untuk ditimbang dan masuk pabrik gula untuk menyetor tebu, dan ini menjadi penomena tersendiri di setiap musim giling.

Jelaga di sekitar pabrik gula pun berterbangan bersama datangnya musim angin di musim kemarau, udara pengap tentunya sudah menjadi keseharian bagi masyarakat di sekitar pabrik gula. Tentunya hiburan pesta buka giling bisa sedikit mengobati dan menghibur para masyarakat di sekitar pabrik gula yang mau tidak mau mendapat jatah polusi baik asap, jelaga, debu, maupun bau tak sedap dari pemrosesan gula pada setiap musim giling tiba.

Daerah kami (Ponorogo) jauh dari pabrik gula, namun perkebunan tebu berada di sekitar kami bertempat tinggal, banyak lahan persawahan warga yang disewa untuk ditanami tebu, bahkan banyak pula tanah bengkok yang disewakan ke pabrik untuk ditanami tebu juga, saya mengatakan pabrik karena tiap kali musim tanam selalu kendaraan pik up pabrik berlalu lalang mengangkut para pekerja yang merawat tebu, kendaraan tersebut berupa pik up bak terbuka yang ada tulisan nama pabrik gula yang mengelola.

Ada keuntungan timbal balik bagi para pemilik lahan yang disewakan dengan pihak pabrik gula, dan para pemilik lahanpun kebanyakan bukan orang setempat, artinya bukan orang yang saban hari bermukim di daerah tebu tersebut ditanam.

Ketika musim panen tebu begini, puluhan truk berlalu lalang di sekita tempat kami tinggal untuk mengangkut tebu yang sudah dipanen yang sudah bersih dari daun serta pucuk tebu yang sebagian dibuang. Nampak pula puluhan pekerja yang bekerja memanen atau menebangi tebu sekaligus membersihkan tebu serta mengangkat tebu sampai di atas truk. Pemandangan ini bisa dilihat mulai pagi sampai menjelang magrib saban hari ketika panen tebu tiba.

Tiba giliran selesai panen, daun-daun tebu berserakan dan tentunya lahan segera ditanami tebu kembali, dan mulai saat inilah derita masyarakat sekitar perkebunan tebu atau sekitaran lahan tebu. Berhektar-hektar bekas lahan tebu yang dipenuhi sisa batang dan daun tebu tersebut dibakar, dan nampak api maupun asapnya seperti gambar-gambar diatas. Biasanya mandor memperkerjakan orang lokal, orang sekitar lahan tebu untuk membakar, mungkin untuk mengurangi protes warga sekitar lahan yang dibakar.

Menjelang lebaran tahun lalu lahan yang mepet dengan rumah saya juga bekas ditanami tebu, dan setelah panen lahan tersebut dibersihkan dengan jalan dibakar, orang yang mebakar tersebut ternyata tetangga saya juga, saya dekati dia dengan saya merotesnya karena jarak yang dibakar dengan rumah saya mepet sekali. Saya protes karena takut rumah saya terbakar, ketika saya protes kepada tetangga saya tersebut, katanya dia disuruh oleh mandor pabrik gula.

Akhirnya saya tidak mau berdebat dengan tetangga sendiri, saya cuma bilang, "Mandornya suruh sini sendiri, suruh membakar sendiri bekas lahan tebunya, dari pada saya yang berselisih sama sampeyan"

Dan akhirnya tetangga saya tidak berani melanjutkan pembakarannya, dan mulai saat itu lahan yang mepet rumah saya tidak berani ditanami tebu lagi sampai sekarang.

Apa sih yang dialami masyrakat ketika pembersihan dengan pembakaran tersebut??

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun