Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak-anak Itu Juga Korban ISIS

7 Februari 2020   16:52 Diperbarui: 7 Februari 2020   17:01 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Tangkapan layar video BBC Indonesia di YouTube

"Saya tidak tahu ayah akan membawa kami ke sini. Saat masih bersekolah, saya bercita-cita menjadi dokter dan saya sangat senang belajar."

CITA-CITA Nada Fedulla menjadi dokter harus kandas. Oleh ayahnya, ia bersama ibu dan neneknya dibawa pergi keluar dari Indonesia menuju Suriah pada 2015. Nada, dan mungkin juga seluruh anggota keluarganya yang lain, agaknya tak menyadari jika sang ayah mengajak mereka bergabung dengan satu organisasi teroris internasional yang tengah jadi musuh dunia.

Kepada Quentin Sommerville dari BBC, Nada mengaku saat itu tidak tahu akan dibawa ke mana. Namun, begitulah yang terjadi selanjutnya. Mereka berbaiat pada ISIS dan hidup dalam wilayah kekuasaan negara impian tersebut. Nada turut menyaksikan kekejian demi kekejian yang dilakukan ISIS atas nama agama.

Ketika kemudian ISIS kalah, Nada bersama ribuan "warga negara" ISIS lainnya menjadi pengungsi dalam kamp-kamp pengungsian di al-Hawl, Suriah Utara. Nasib mereka menggantung dan terkatung-katung. Nada mengaku sangat lelah, dan ingin kembali ke Indonesia.

"Saya sangat lelah di sini," ucapnya sembari berlinang air mata. "Jadi saya akan sangat berterima kasih jika ada orang yang ..."

Nada tak mampu melanjutkan kata-katanya. Air matanya tumpah.

"[Mau] memaafkan Anda?" Quentin Sommerville coba menegaskan.

"Ya." Jawab Nada lirih. Pandangannya kosong.


Korban Idealisme Orang Tua

Nada harus turut menanggung "dosa" yang dilakukan ayahnya. Cap sebagai anggota ISIS telah melekat padanya, seturut keikut-sertaannya pindah ke Suriah. Padahal, besar kemungkinan Nada masih kecil saat diajak "hijrah" empat-lima tahun lalu. Pun, ia tak tahu akan diajak ke Suriah. Kalaupun tahu, apakah ia paham akan dibawa bergabung dengan organisasi teroris?

Nada terbawa hingga ke Suriah tanpa paham apa yang ia lakukan. Yang ia tahu hanyalah diajak sang ayah pergi. Entah kemana dan tujuannya apa, sebagai anak Nada hanya bisa mengekor. Kalau ia tahu kepergian tersebut bakal membuatnya gagal meraih cita-cita sebagai dokter, saya ragu ia tetap mau ikut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun