Mohon tunggu...
ADE DARMAWAN
ADE DARMAWAN Mohon Tunggu... -

mencaris sesuatu yang pasti itu tidak mungkin didalam bisnis...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Provinsi Aceh Leuser Antara

24 Februari 2013   07:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:47 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SEJARAH PROVINSI ACEH LEUSER ANTARA

Ujung pulau sumatera yang menjadi provinsi nanggroe Aceh Darussalam, masyarakat yang mendiami sebagian besar daerah pesisir berasal dari bangsa Gujarat, Persia, India, Tamil, Eropa dan Cina. Dimana kedatangannya di perkirakan sekitar 500 Tahun atau 400 tahun yang lalu sebagai pedagang dan Pelaut serta ahli dalam perdagangan hasil bumi antar negara : lada, gambir, pala, kemenyan, pinang, ikan, dan rempah-rempah.

Suku-suku lain yang sudah lebih dahulu mendiami daerah ujung sumatera ini termasuk kepada golongan Proto Melayu Yaitu : Suku Gayo, Suku Alas, Suku Kluet, yang pada saat ini mendiami daerah pedalaman (pegunungan). Suku Pribumi ini berasal dari nenek moyang yang berasal dari Asia Tegah, dan Selatan Himalaya melalui Birma sebagai imigran gelombang pertama diperkirakan 3000 tahun yang lalu.

Menurut catatan sejarah dari Dinasti Ming Cina, Marcopolo, Magelheus abad 11 dan 12 buku sejarah melayu, Buku Aceh Sepanjang Abad dan beberapa hikayat lama dijelaskan Suku pedalaman erat kaitannya dengan kerajaan perlak, Dayah Pasai, dan kerajaan samudera pasai di pesisir timur Aceh sekarang ini bahkan di jelaskan bahwa Raja Meurah Silu yang kemudian menjadi Malikul Saleh, seorang pemuda yang berasal dari suku pedalaman Gayo (Penduduk Asli Aceh). Pada tahun 1285 menyerang Kerajaan Perlak dan Dayah Pasai yang dikuasai bangsa pendatang Gujarat, Kampai, Cina dan Arab (Persia), lalu mendirikan Kerajaan Samudera Pasai.dibawah kekuasaan Malikul Saleh dan keturunannya sampai beberapa dekade Kerajaan Samudera Pasai mengalami masa keemasan. Pada masa itu Kerajaan Samudera pasai Mampu mengirim pasukan ke Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon dan Demak. Salah satunya “Palatehan” di Banten yang kemudian menjadi Fatahillah dan Kesunda Kelapa atau Jayakarta menjadi Pangeran Jayakarta.
Kerajaan Samudera Pasai saat itu telah berhubungan dengan beberapa negara Seperti Mesir, Turki, Persia, Cina.

Suku singkil dari beberapa hikayat disebutkan suku ini di perkirakan bersala dari Sumatera Barat dan Percampuran dengan Suku Pak-Pak Dairi. Suku Singkil dan Suku Aneuk Jame di Aceh Selatan dan pendapat lain menyebutkan bersala dari sisa rakyat Kerajaan Batu Sangkar di Sumatera Barat abad ke 14 dan sisa Pasukan Paderi yang tidak bersedia menyerah kepada Belanda. Suku Singkil sangat erat hubugannya dengan Kerajaan Barus, yang sekarang berda di Kabupaten Tapanuli Tengah yang berbatasan dengan nama Ulama Islam Thariqat dan Tashawuf Hamzah Fansyuri dan berhubungan erat dengan ahli-ahli Thariqad di Daerah Singkil Syech Abdurauf Al-singkilli. Beberapa tokoh ulama Tashawuf dan ahli aliran Islam Thariqad Barus, dan Singkil bergabung dengan ulama Tariqad Aceh Selatan, Aceh Tenggara dan Gayo Lues telahmenjadi “sabuk” kekuatan Islam di Aceh dan Nasional.

Suku Alas diperkirakan adalah hasil pembauran dan asimilasi beberapa suku yang datang ke lembah yang subur tersebut yaitu Suku Gayo, Suku Kluet, Suku Singkil, Suku Batak, Dairi dan Karo, Sejak ratusan tahun yang lalu, lama-kelamaan terbentuk satu masyrakat dan suku sendiri yang disebut dengan Suku Alas. Suku inipun karena lama terisolir di kawasan hutan Gunung Leuser akhirnya membentuk kepribadian sendiri dan adat istiadat. Namun masih sangat erat dengat adat suku Gayo, Singkil dan Karo.

AWAL KEINGINAN ALA MELEPASKAN DIRI DARI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

Masa silam raja-raja, kejurun, hulu baliang, dan panglima-panglima yang ada di pedalaman dudah mersa tidak puas atas sikap dari kesultanan Aceh yang berada di Ibukotannya Darussalam yang kemudian menjadi kuta raja karena sikapnya yang tidak adil. Oleh karena itu banyak para raja, kejurun, hulu baliang dan panglima memberontak ingin melepaskan diri dari Kerajaan Kesultanan.

Begitu pula jaman penjajahan Belanda melihat pihak raja-raja, Panglima, pimpinan masyrakat dan alim ulma di kuta Raja dan daerah Aceh Pesisir lainnya banyak yang menyerah dan bersedia bekerjasama dengan Belanda, maka pihak Raja panglima dan ulama di daerah pedalaman mengadakan protes, di saat itu benih ingin melepaskan diri dari peguasa Kuta Raja, kadang-kadang melalui pemberontakan, tetapi selalu ditindas oleh serdadu Belanda. Dan banyak pimpinan pemberontakan dan perlawanan itu dibuang Belanda ke Pulau Jawa, Ambon, Digul dan daerah lainnya.

Yang sangat menyedihkan ketika rakyat Gayo Lues Alas dan Aceh Singkil berjuang mati-matian melawan Belanda yang terkenal sangat kejam dipimpin oleh Overste Van Daalen dan telah membantai rakyat 6000 jiwa tahun 1904 ternyata pejuang dan panglima Aceh Pesisir tidak ada yang membantu padahal sebelumnya panglima-panglima Gayo, Alas, Singkil, dan Suku Pedalaman lainnya selalu membantu Aceh Pesisir melawan Belanda dan Portugis sampai ke Malaka.

Dan hal yang sangat mengharukan ketika rakyat Gayo Lues dan Alas melawan pasukan Overste Van Daelen tersebut, justru panglima Perang Sisingamaraja dari Tapanuli (Batak) mengirim beberapa panglimanya unutk membantu rakyat ke Tanah Gayo Lues dan Tanah Alas. Demikian pula ketika pasukan Panglima Sisingamaraja melawan Belanda, Gayo mengirim bebberapa panglimanya, yang sekarang ada makamnya di Tomok Pulau Samosir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun