Mohon tunggu...
Bunda Hanna
Bunda Hanna Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Tagihan PDAM Anda Perlahan Membengkak? Mungkin Perlu Kalibrasi Ulang

10 Juni 2012   00:07 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 46290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi/admin(KONTAN/MURADI)

[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="ilustrasi/admin(KONTAN/MURADI)"][/caption] Saya ingin sharing pengalaman sebagai menteri dalam negeri di rumah tangga saya. Pengalaman yang sebenarnya tidak perlu terjadi jika saya sebagai konsmen bisa berpikir 'agak cerdas sedikit'. :D Saya adalah pelanggan PDAM. Sejak PDAM masuk ke perumahan saya, saya termasuk pelanggan generasi pertama. Pada dasarnya keberadaan PDAM untuk saya, antara butuh dan tidak butuh, karena saya memiliki 2 buah sumur yang berlimpah airnya. Tanpa PDAM, keperluan air dalam rumahtangga saya sudah lebih dari cukup. Tapi, untuk mengantisipasi pemadaman aliran listrik dalam waktu yang lama, maka saya memutuskan memasang PDAM. Karena sifatnya hanya pelangkap, pasokan utama kebutuhan air masih dari sumur, maka pemakaian air PDAM relatif sedikit, di bawah 20 kubik sebulan, atau lebih sering 10 kubik-an. Perlu diingat, saya keluarga besar, dengan 8 jiwa di dalamnya. Maka, angka di bawah 20 kubik adalah angka yang kecil. Oleh karena itu. tagihan PDAM saya pun minimalis. Hingga suatu saat, saya merasakan ada pergerakan tidak wajar pada jumlah tagihan PDAM saya. Pelan tapi pasti, tagihan merangkak naik, padahal tidak ada kenaikan tarif sama sekali. Pemakaian air PDAM pun masih sama. Ketika tagihan sudah mencapai angka di atas 75 ribu (biasanya antara 20 sampai 40 ribu sebulan), maka saya sampaikan keluhan pertama saya pada pihak PDAM, dan saya dapat advis agar saya mengecek angka di meterannya, sesuai dengan yang tertera dalam struk tagihan apa tidak. Setelah saya cek, ternyata memang tidak ada yang aneh dengan angka di meteran. Sesuai dengan apa yang tercatat. Bulan berikutnya, saya mendapat tagihan yang makin besar. Ketika saya ke kantor PDAM, saya mengeluhkan kembali masalah saya, dan saya pulang dengan membawa pesan : coba cek, mungkin ada kebocoran air di dalam instalasi sesudah meteran. Sehingga tanpa sepengetahuan saya, air tetap mengalir. Maka, sesampainya di rumah, saya praktekkan saran tersebut, dan tak ada kebocoran sama sekali. Sungguh saya makin penasaran saja. Untuk lima bulan berikutnya, saya tak sempat membayar langsung ke kantor PDAM, maka saya menitipkan tagihan  ke kolektor di RT saya. Sembari saya menitipkan keluhan tentang tagihan yang merangkak naik semakin tinggi. Tapi, jawaban terakhir yang saya terima adalah, pelanggan harus datang sendiri ke kantor untuk menyampaikan keluhan. Oke, masuk akal. Maka, ketika tagihan sudah mendekati angka 200 ribu untuk pemakaian sebanyak 45 kubik, setelah bulan sebelumnya tercatat pemakaian 32 kubik dengan jumlah tagihan Rp. 119.000,-,  saya pun tak sabar. Saya minta dicek. Dan saya pun dijanjikan, akan datang petugas ke rumah untuk mengeceknya. Saya tunggu ternyata petugas lapangannya tidak juga datang. Malah tukang catat angka meteran yang datang, sembari mencatat angka yang makin bikin tercengang. Pemakaian air saya hingga 50-an kubik ? Waduh, padahal penghitungan tarif berlaku kenaikan setiap 10 kubik berikutnya. Ketika saya bertemu dengan kolektor RT saya, keluhan ini saya sampaikan lagi. Dari beliaulah kemudian saya mendapatkan saran yang bisa menyelesaikan masalah. "Minta kalibrasi ulang saja, Bu. Itu mungkin meterannya sudah dol," begitu beliau mengistilahkan. Maka, sebelum saya minta kalibrasi ulang ke kantor, saya kalibrasi ulang sendiri dengan ember berukuran 10 liter. Dan nyata terlihat, ketika ember penuh, angka meteran menunjukkan pamakaian 30 liter. Saya ulangi hingga tiga kali, maka saya dapatkan angka pencatatan untuk 10 liter air, berturut-turut tercatat 30 liter, 28 liter dan 31 liter. Jadi, rata-rata naik 3 kali lipat dari pemakaian sesungguhnya. Saya ambil contoh pemakaian saya dua bulan terakhir sebelum saya komplain, tercatat  pemakaian air 32 kubik. Berarti pemakaian real saya adalah 11 kubik. (angka pembulatan ke atas). Berapa kerugian saya ? Saya pun mencoba menghitungnya : - tarif 10 kubik pertama adalah Rp. 2.100/meterkubik, jika pemakaian saya 11 kubik sebulan, maka tagihan saya bulan tersebut adalah (10 x Rp. 2.100,- = 21.000) + (1x Rp. 3.200,-) ditambah beban tetap 10 ribu, sehingga total Rp. 34.200,- - Jika tercatat pemakaian saya 32 kubik, maka penghitungannya adalah sebagai berikut : 10 kubik pertama : 21.000,- 10 kubik ke dua     : 32.000,- 10 kubik ke tiga     : 43.000,- dan 2 kubik berikutnya, Rp. 6.500,- x 2 yakni Rp. 13.000,- Total tarif pemakaian air : Rp. 109.000,- Dengan beban tetap 10 ribu, maka saya harus membayar Rp. 119.000,- dari yang seharusnya hanya Rp. 34.200,- Wow, saya mengalami kerugian Rp. 84-800-. Itu untuk satu bulan. Bagaimana dengan bulan-bulan yang telah lewat? Ah, saya males mengitungnya, mengingat akan membuat saya semakin menyesali kebodohan saya. Setelah saya bersikeras minta kalibrasi ulang, akhirnya kesimpulan dari pihak PDAM sama dengan saya. Hanya saja, saya tidak bisa mendapatkan pengembalian uang dari tagihan-tagihan yang telah lalu. Koreksi hanya dilakukan di 2 bulan sebelumnya. Itu juga pihak PDAM menggunakan jumlah tagihan sebagai terbagi tiga, bukan jumlah angka pemakaian dibagi tiga, kemudian dihitung ulang sesuai dengan kelipatan kenaikan tarif per 10 kubik. Ini benar-benar membuat saya meradang. Bayangkan, saya harus membayar Rp. 46.300 (dari 109.000/3 ditambah 10 ribu beban tetap), sementara seharusnya saya hanya membayar Rp. 34.200,- Setelah melalui perdebatan yang sengit dengan 'Bapak Pejabat'nya yang sangat tidak ramah (tidak seperti karyawan-karyawannya yang relatif baik dan ramah), maka akhirnya saya pun mendapatkan 'Kebijaksanaan" meski diberikan dengan bahasa tubuh dan lisan yang sangat tidak mengesankan. Hehehe ... Setelah dikalibrasi ulang, akhirnya meteran saya di ganti yang baru. Maka kembalilah saya pada tagihan normal. Lega rasanya. Saya tidak menyesalkan 100% kejadian yang saya alami sebagai kesalahan PDAM murni. Ada andil saya di sana, yang tidak 'ngeh' dengan istilah 'kalibrasi ulang'. Seandainya sebagai konsumen saya tahu, pastinya itu tdk akan terjadi berlarut-larut. Namun, saya juga menyayangkan pihak PDAM yang tidak cepat tanggap akan keluhan konsumennya (mengingat sekian kali saya komplain, saya tidak pernah mendapatkan arahan untuk kalibrasi ulang). Inisiatif permintaan kalibrasi ulang datang dari saya, itu juga atas saran dari orang luar. Azaz keadilan untuk koreksi ulang tagihan, harusnya mengacu pada jumlah pemakaian, bukan pada jumlah tagihan. Setelah ketemu dengan jumlah pemakaian real, baru dihitung ulang sesuai dengan tarif berjenjang yang diberlakukan. Mengingat segala sesuatu pasti ada masa kadaluarsanya, maka perlu dipertimbangkan cek ulang kondisi meteran PDAM, apalagi untuk pemakaian yang sudah puluhan tahun seperti saya. Ini untuk menghindari kerugian konsumen, mengingat tidak semua konsumen paham masalah ini. Itulah pengalaman saya sebagai konsumen yang sempat mengalami kerugian yang disebabkan oleh alat ukur yang sudah tidak layak pakai lagi. Semoga hal ini tidak pernah terjadi pada teman-teman, dan jika ada yang mengalaminya, cobalah minta kalibrasi ulang agar segera mendapatkan penyelesaian. Salam.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun