World Trade Organization (WTO) yang saat ini tengah menjadi buah bibir sekaligus momok yang sangat menakutkan bagi rakyat, tidak hanya di Indonesia yang akan menjadi tuan rumah untuk pertemuannya yang ke 9 di Bali pada Desember mendatang, tapi juga bagi sebagian besar penduduk dunia. Dikarenakan oleh berbagai aturannya yang sangat merugikan rakyat di negara yang menjadi anggotanya.
*Sejarah WTO
WTO atau Organisasi perdagangan dunia yang telah lama lahir namun dengan nama yang berbeda, yaitu General Agreement on Tarif and Trade (GATT).
GATT pada awalnya ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), yaitu badan khusus PBB yang termasuk dalam sistem Bretton Woods (IMF dan Bank Dunia). Perjanjian ITO disetujui dalam UN Conference on Trade and Development (Konfrensi PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan) di Havana, Maret 1948. Namun proses ratifikasi di lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar, sehingga ITO pun akhirnya tenggelam. Kendati demikian, GATT tetap menjadi instrumen multilateral yang berugas mengatur perdagangan internasional.
Seiring perkembangannya, GATT yang awalnya beranggota 28 negara akhirnya bertambah menjadi 155 negara, tercatat dari jumlah ratifikasi pada pertemuan terakhirnya di Marakesh, Maroko, 5 April 1994. Dikarenakan sebagian besar negara anggota GATT menghendaki adanya sistem perdagangan bebas, maka pada 1 Januari 1995 GATT resmi diubah menjadi World Trade Organization (WTO) dan bermarkas di Jenewa, Swiss.
* People's say, Junk WTO!
WTO yang bertujuan mendefinisikan aturan perdagangan dunia, sehingga tidak terjadi perselisihan diantara negara anggotanya. Dengan cara mengikat pada satu peraturan sehingga tercipta keamanan dalam membuka perdagangan bebas.
Untuk mensukseskan tujuannya itu WTO memiliki tiga mantra jitu, Liberalisasi (kebebasan), Deregulation (menghapuskan), dan Privatization (menswastakan).
1. Liberalisation, yaitu membuka dengan bebas sistem perdagangan diantara negara-negara WTO. Siapapun yang memiliki modal dapat dengan bebas menanam saham atau menjual barang dagangannya dimanapun mereka mau.
2. Deregulation, menghapuskan segala macam peraturan yang dapat mempersulit akses masuknya investment kedalam negara tujuannya. Sehingga hal tersebut semakin mempermudah sistem perdagangan mereka. Salah satunya, menurunkan bea cukai/pajak pada barang export sehingga harga jual barang tersebut dapat bersaing dengan harga barang lokal, yang akhirnya mematikan  peroduk pengusaha kecil dalam negeri. Akibatnya, semakin banyak rakyat yang kehilangan mata pencaharian dan gulung tikar, meningkatnya pengangguran dan angka kemiskinan, terjadinya migrasi paksa dan sistem buruh murah.
3. Privatization atau swastanisasi. Mengalih-tangankan kewenangan negara pada pihak swasta, dikarenakan laju perekonomian negara begitu bergantung pada investor asing. Sehingga pendidikan, kesehatan, dan berbagai aspek lain tidak bisa dinikmati dengan mudah oleh rakyat. Dampaknya, rakyat miskin tidak bisa mengenyam pendidikan dan mendapatkan layanan kesehatan dengan mudah karena mahal.