Mohon tunggu...
Deddy Daryan
Deddy Daryan Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, menulis fiksi

HIdup ini singkat, wariskan yang terbaik demi anak-cucu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebutir Mutiara (10)

30 Mei 2017   11:38 Diperbarui: 30 Mei 2017   12:00 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

10.Jangan Pernah Patah Semangat

Selepas solat ashar, sore itu Pak Bahri sedang duduk di ruang tamu rumahnya. Dian membuatkannya segelas teh manis dan menaruhnya di atas meja. Ketika Dian mau kembali ke dapur, tiba-tiba ayahnya berkata.

“Dian, kamu duduk di sini dulu,” tanpa menyahut Dian pun duduk. Wajahnya tertunduk tanda hormat pada sang ayah.

“Parjito mana?” Tanya ayahnya seraya menghirup teh manisnya yang hangat itu. Dian menggeleng tidak tahu.

“Bu…. Bu  Parjito tadi mana?” Tanya Pak Bahri kemudian pada istrinya.

“Lagi di mushola, Pak!” Jawab istrinya agak keras suaranya dari dapur. Tanpa menunggu  Parjito datang, Pak Bahri langsung ‘ngomong ‘ sama Dian.

“Dian, Bapak bangga dengan prestasi belajarmu. Tapi Bapak nggak bisa beri kamu hadiah atau  apalah seperti orang-orang itu. Jangan pernah patah semangat untuk belajar. Bapak yakin setiap persoalan selalu ada jalan keluar.”

“Iyya Pak, soal baju seragam Dian yang sudah lusuh masih bisa dipake’ kok!” Kata Dian menenangkan hati ayahnya. Dua hari yang lalu Dian utarakan pada ibunya tentang baju seragamnya yang sudah lusuh dan kerah lehernya terlihat sobek kecil. Ini pula yang menjadi sumber ejekan teman-teman kelas tetangganya. Setiap kali ia ingat ini, setiap kali itu pula pilu hatinya.

“Pak, besok Dian ikut Bapak berkeliling narik gerobak ya?” setengah memelas dan manja ia memohon agar dibolehkan ayahnya mencari rongsokan. Pak Bahri tidak menjawab. Diam membisu. Dalam kepalanya sedang berkecamuk segala perasaannya. Kedua bola matanya tiba-tiba terlihat mengkilap.

“Boleh … ya.. Pak?” Dian mendesak.

“Kemarin  Bapak sama Mas Parjito.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun