Mohon tunggu...
Bulan Mei
Bulan Mei Mohon Tunggu... pegawai negeri -

just a mom of two angels

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Indahnya Hubungan Menantu & Mertua (Bukan) Tidak Mungkin

13 Juli 2012   02:30 Diperbarui: 4 April 2017   18:11 9028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1342149692697318612

[caption id="attachment_200231" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/ Admin (shutterstock.com)"][/caption]

Menantu dan mertua adalah pihak yang rentan dalam menjalin interaksi. Banyak kisah tentang bagaimana konflik yang timbul di antara mereka, walaupun ada juga yang berhasil menjalin hubungan harmonis layaknya orang tua dan anak. Konflik yang muncul menurut saya sering hanya karena masalah miss komunikasi atau salah paham, terutama antara menantu perempuan dengan ibu mertua. Memang perempuan adalah makhluk yang kompleks, tidak hanya susah dipahami oleh kaum laki-laki, tapi sesama perempuan sendiri. Tanpa mengesampingkan begitu banyaknya kasus ketidak harmonisan menantu dan mertua saya ingin berbagi tentang kisah-kisah indah diantara mereka.

Menantu Yang Lebih Berbakti Dibanding Anak Sendiri

Seperti yang pernah saya tulis di sini tentang kisah hidup Mbah Mari. Beliau mempunyai 4 orang anak, tapi beliau memilih tinggal dengan anak keduanya, walaupun harus berpindah dari tanah kelahiran beliau di  Ungaran ke rumah tante saya di Semarang. Semua itu karena beliau sangat dekat dengan suami tante saya, sebut saja Om Roni. Padahal dulunya pernikahan tante dengan Om Roni sempat ditentang keluarga besar, karena perbedaan agama. Om Roni ini berasal dari Batak dan menganut agama Kristen, sedangkan seperti keluarga saya, tante saya beragama Islam. Namun akhirnya pernikahan tersebut disetujui dan tante saya pun berpindah agama mengikuti Om Roni. Hubungan yang awalnya tegang, lambat laun malah menjadi akrab karena begitu sabar dan baiknya Om Roni memperhatikan dan menyayangi Mbah Mari. Ketika Mbah Mari jatuh sakit dan tidak mampu lagi berdiri sendiri, saya pernah menyaksikan bagaimana telatenya Om Roni merawat beliau, mulai dari membasuh badanya, menyuapi makan, sampai mengganti pakainanya, tanpa ada perasaan risi atau jijik.  Walaupun kebanyakan orang Batak terkenal dengan temperamen yang keras, tapi Om saya ini sangat berbeda, mungkin karena beliau sudah lama hidup di Jawa, jadi sikap dan tutur katanya malah kadang lebih lembut dari Bapak saya yang asli Jawa. Tante saya mempunyai sebuah toko yang agak jauh dari rumah, dan lebih banyak menghabiskan waktunya di Toko. Ketika Om Roni telah pensiun, maka 100% perawatan Mbah Mari dilakukan oleh Om Roni.

Mbah Mari adalah tipe orang yang sangat taat beribadah. Walaupun sudah tidak bisa bangun dari tempat tidur, tapi setiap mau sholat, beliau selalu menolak bertayamum dan ingin berwudu di kamar mandi. Maka lima hari sekali Om saya ini menggendong beliau ke kamar mandi, membantunya berwudu dan mempersiapkan segala sesuatunya hingga Mbak Mari bisa sholat walaupun dengan duduk atau berbaring. Suatu hari mbak Mari ingin sholat jumat di masjid, maka Om Roni pun mengantarkan beliau, menggendongnya, mendorongnya di kursi roda, menggendongnya ke dalam masjid, dan menunggui beliau sampai selesai. Tante saya sendiri bukanya tidak perhatian atau sayang kepada Ibunya, tapi Ia sendiri mengakui bahwa perhatian dan kesabaran Om Roni lebih hebat dibanding dirinya yang anak kandung. Suatu kali saya bertanya tentang sikapnya yang bagi saya sangat langka ini, ternyata Ibu Om Roni sudah meninggal ketika usianya masih balita. Om bilang kalau ia tak pernah merasakan kasih sayang seorang Ibu, sehingga Mbah Mari, yang notabene ibu mertuanya, ia anggap layaknya ibu kandung yang lama dirindukannya.

Ibu Mertua yang Super Pengertian

Saya adalah termasuk orang yang beruntung, mendapatkan ibu mertua yang sangat super pengertian, begitu memahami karakter dan sifat saya layaknya ibu saya sendiri. Saya adalah tipe orang yang cuek, kadang kurang perhatian dan tidak terlalu pandai berbasa-basi, bertolak belakang dengan ibu mertua saya yang sangat perhatian, halus tutur katanya, khas banget ke-jawa-annya. Beliau yang tau bahwa saya tak pandai masak dengan telaten mengajari saya, apa menu kesukaan suami saya, sampai-sampai membuatkan beberapa resep sederhana di sebuah buku agar saya tak lupa ketika ingin membuatnya. Ketika akan berkunjung ke saudara dari pihak suami, ibu mertua saya selalu menceritakan secara singkat keadaan keluarga tersebut, misalnya tentang sekolah anaknya, atau tempat kerjanya, sehingga ketika berkumpul saya pun langsung bisa nyambung ngobrol dengan mereka semua. Perbedaan karakter ini malah kadang bisa menyatukan kami. Saya akui kecerdasan bahasa saya sangat kurang sehingga saya lebih menikmati menjadi pendengar, sementara ibu mertua saya adalah orang yang sangat suka bercerita. Jadilah kami pasangang yg klop, yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam hanya dengan minum teh mendengarkan ibu mertua saya bercerita tentang apa saja, mulai dari masa kecil beliau, masa-masa bahagianya ketika ayah mertua saya masih hidup, tentang masa kecil suami saya, atau membicarakan hal-hal sepele seperti rumpian tetangga atau kisah sinetron. Ketika kemudian beliau meninggal tepat di hari Lebaran tahun 2011, saya tak hanya kehilangan ibu mertua tapi juga sahabat karib yang tak tergantikan.

Menantu yang Selalu Mengalah

Ini adalah cerita tentang ibu saya sendiri dengan mbah putri saya. Mbah adalah tipikal orang yang keras dan kadang agak kolot. Menurut cerita ibu saya, dulunya Mbah tidak merestui pernikahan tersebut karena beliau sudah mempunyai calon menantu lain. Ketika akhirnya Bapak menikah dengan Ibu, walaupun disetujui tapi hubungan antara ibu dan Mbah sering kali tidak harmonis. Bapak saya adalah anak terakhir yang sangat dekat dengan Mbah, karena keempat anak sebelumnya perempuan semua. Ketika saya masih kecil saya sering melihat ibu saya dimarahai oleh Mbah, saya tidak tahu sebabnya, tapi Ibu tidak pernah melawan, selalu diam dan mendengarkan. Menginjak usia SMP saya mulai mengamati bahwa memang Mbah dan Ibu sering berselisih paham. Ketika ibu memasak suatu masakan, Mbah bilang itu tidak enak, lalu membuat masakan baru. Ibu pun tidak pernah protes atau mengadukan hal tersebut kepada Bapak. Pun ketika Bapak pulang ke rumah, Ibu tak mengeluarkan masakanya dan ikut menyantap masakan Mbah saya. Saya yang mencoba protes, hanya bisa terdiam ketika ibu sering bilang bahwa memang tidak bisa selalu menyamakan isi kepala seseorang, dan berbeda pendapat itu biasa. Ibu selalu bilang bahwa Mbah itu sifat aslinya baik, memang temperamenya yang agak keras, jadi sebagai orang yang lebih muda, tidak ada salahnya mengalah demi kebaikan bersama. Lagipula, kasian bapak yang sudah capek bekerja harus menghadapi pertengkaran tidak perlu, dan harus bingung menentukan sikap apakah membela ibunya atau istrinya.Menurut Ibu masih lebih banyak kebahagiaan yang Ibu dapatkan selama perkawinan ini, sehingga ketidakharmonisan hubungan dengan Mbah hanyalah kerikil kecil yang malah bisa membuat selalu bersyukur dan bersabar.

Ketika saya SMA kelas 1, Mbah terkena stroke dan disinilah semua cerita indah berawal. Karena tak lagi bisa bangun dari tempat tidur, otomatis semua hal harus dilayani, dan Ibu melakukanya dengan sangat telaten. Tampaknya hati Mbah mulai luluh dan tidak pernah lagi marah-marah. Ketika kesehatanya mulai pulih hubungan mereka pun membaik, tidak ada lagi perselisihan hingga akhirnya Mbah berpulang dua tahun kemudian.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun