Mohon tunggu...
Bugi Kabul Sumirat
Bugi Kabul Sumirat Mohon Tunggu... Seniman - author, editor, blogger, storyteller, dan peneliti di BRIN

panggil saja Kang Bugi. Suka nulis, suka ngevlog, suka ndongeng bareng si Otan atau si Zaki - https://dongengsiotan.wordpress.com. 📝: bugisumirat@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Tidak Ber-KTP Jakarta Kok Rese'?

19 April 2017   11:14 Diperbarui: 19 April 2017   11:44 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: sherlockholmes-fan.com

Rese’ itu bahasa gaulnya orang jakarte yang artinya kira-kira bikin kacau, bikin rusuh, sirik, dengki, bikin ga nyaman orang lain, dan lain-lain, yang konteksnya negatif.

Tapi memang bener, yang terjadi belakangan ini, orang-orang dari luar DKI Jakarta, tidak tinggal di DKI Jakarta dan yang paling parah adalah tidak ber KTP-el Jakarta, tapi paling heboh, paling merasa tahu Jakarta, paling rusuh, paling ngompor-ngomporin orang lain, paling mau jadi panglima bahwa pendapatnyalah yang bener – semua terkait satu hal: PILKADA DKI.

Lihat itu pencari panggung dari Yogya, dari Bandung dan dari manapun diluar DKI Jakarta yang berebut perhatian mencari  panggungnya di Jakarta, dengan cara apapun, tidak peduli lewat cara-cara yang kotor, manipulatif dan intimidatif.

Mulai dari demo, larangan menyolatkan jenazah, tuduhan masjid dhirar, demonstrasi, kalimat-kalimat provokatif di linimasa yang bahkan dilakukan oleh orang atau kaum yang dianggap seharusnya mengerti agama lebih dari umat yang lain.

Hanya sayang, ilmu agamanya itu rupanya tidak berbanding lurus dengan implemantasinya di lapangan. Banyak yang tidak paralel dan bahkan bertolak belakang.

Itu dalam skala contoh perilaku penganjur-penganjur agama atau agamawan yang bukannya membuat sejuk dan meng-adem-kan suasana, tetapi malah sebaliknya.

Dalam skala di bawahnya para pengikutnya, followernya, podo wae hehehe

Saya sendiri pernah mengalaminya. Satu contoh kecil, tapi layak share-lah, untuk pembelajaran. Ceritanya saya kerap men-share ilmu-ilmu agama yang saya ketahui, saya dapat, saya pelajari, yang terkait dengan pendapat-pendapat di seputar pilkada DKI. Biasanya saya share melalui dunia maya sekitar saya: facebook, twitter, blog dan kadang instagram.

Saat itu sekitar bulan Desember 2016, menjelang dilaksanakannya demo di sekitar Monas. Kawan saya saat sama-sama di SMP dulu, memposting di wall facebook saya. Isinya (seperti sudah bisa diduga) menasihati saya agar saya hanya mem-posting berita-berita, informasi-informasi yang katanya ‘ngademi’ jangan memanas-manasi situasi, “Jakarta sudah adem dan kamu toh bukan penduduk Jakarta.” Begitu keyakinannya.

Saya langsung ngakak habis deh. Kalau emoticonnya bilang: ngakak guling-guling. Rupanya teman saya itu pandai menasihati orang, tapi lupa menasihati diri sendiri. Pandai menilai orang, tapi lupa menilai diri sendiri.

Saya memang tidak tinggal dan bekerja di DKI Jakarta, tetapi saya pemegang KTP-el DKI Jakarta. So, berhak dong saya ikut berkomentar, ikut bertindak sesuai kapasitas saya sebagai warga DKI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun