Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Menang Tanpo Ngasorake

2 Desember 2016   18:52 Diperbarui: 2 Desember 2016   19:25 3154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalo kita harus menilai, siapa pemenang di Aksi Demo tgl 2 Desember tadi siang? Buat saya jawabannya ada 3. 1. Tidak ada pemenangnya. 2. Dua-duanya jadi pemenang. 3. Itulah kemenangan bangsa Indonesia.

Satu hal yang saya catat di Aksi Demo kali ini adalah kepiawaian Jokowi dalam menghadapi Aksi Demo ini. Otaknya yang cerdas dan pribadinya yang halus telah membuatnya memenangkan pertempuran atas lawan politiknya. Tapi di lain pihak, para pendemo mengira merekalah pemenangnya. Dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan Menang Tanpo Ngasorake atau menang tanpa mengalahkan.

Tentu belum hilang dari ingatan kita, di Aksi Demo tgl 4 November yang lalu, Jokowi dihujat karena dianggap tidak mau menemui rakyatnya yang hendak menyampaikan tuntutan.

Di Aksi Demo kali ini, rasanya Jokowi tidak punya pilihan lain kecuali menemui pendemo. Tapi pilihan itu terlalu besar resikonya. Jokowi tentu saja tidak mau ditekan oleh lawan politiknya.

Jokowi bukan orang bodoh. Bersama dengan teamnya, dia menyusun strategi. Hal pertama yang dilakukannya adalah diplomasi meja makan, yaitu dengan cara menemui para petinggi partai politik. Di sini dia mau memberi pesan pada lawan politiknya, "Lu pasti kalah kalo mau main politik sama gue. Liat nih, hampir semua partai politik mendukung gue."

Hal kedua yang dilakukannya adalah menemui Brimob, Kopassus, Marinir dan Brimob. Di sini Jokowi tentunya hendak memberi pesan pada lawan politiknya, "Lu kalo mau main keras, gue juga siap ngejabanin."

Issue agama juga dipelajari dengan cermat oleh master strategi ini. Dengan cerdas, dia juga menemui para petinggi ormas berbasis agama Islam seperti NU dan Muhammadiah. Di titik ini, Jokowi ingin berpesan pada lawan politiknya dengan mengatakan "Lu mau pake issue agama buat bertarung? Okay! Gue juga siap melayaninya."

Sentimen agama memang sangat berbahaya. Jokowi sangat mengerti hal itu. Orang rela mati untuk membela agamanya. Jadi issue agama ini perlu disiasati dengan menambah sentimen lain yang kira-kira mempunyai fanatisme yang tidak kalah dengan agama. Akhirnya dipilihlah issue NKRI. Slogan “NKRI adalah harga mati” tentunya bisa menjadi mantera yang sangat ampuh.

Kombinasi sentiment agama dan NKRI ini adalah pilihan yang tepat. Indonesia memang negara dengan penduduk beragama islam terbesar di seluruh dunia. Tapi ingat! Indonesia bukanlah negara Islam. Kita adalah negara Pancasila dengan masyarakat yg majemuk.

Dua hari sebelum Aksi Demo tgl 2 Desember, rakyat yang berbasis NKRI pun berdemo di seputaran Monas. Semua memakai ikat kepala merah putih sebagai lambang perjuangan Para Pahlawan 45, termasuk Panglima TNI. Semangat patriotisme dengan basis pemikiran bahwa kami juga rela mati untuk mempertahankan NKRI tentu saja tidak kalah pesona dan wibawanya dengan sentimen agama.

Sang Lawan langsung keder nyalinya. Apalagi ketika mereka mendengar Kapolri dan Panglima TNI berkali-kali mengatakan akan melarang demo karena bisa mengganggu ketenteraman rakyat Jakarta. Pertemuan-pertemuan pun dilakukan untuk mencari kompromi. Di sinilah Jokowi mulai menjalankan bidak caturnya untuk menyerang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun