[caption id="attachment_261021" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)"][/caption] di tengah gelap di persimpangan malam aku menemukan cahaya, melingkar-lingkar lalu menyusun noktah dan titik lengkungnya menyerupai wajahmu padahal wajahmu telah mati, belasan tahun lalu di saat jalan raya memanggang, demonstrasi anak-anak kampus membelah bara membara di bulan mei, kau menyediakan diri menjadi martir, lalu segalanya berlalu, kau hampir dilupakan wajahmu yang kutemu di persimpangan malam tampak putih seperti kapas, kau berusaha tersenyum tapi lekuk pipi dan bibirmu tak mampu mengulur otot-otot senyum yang kau kumpulkan malam ini gejayan, babarsari, bulaksumur, laksda adi sutjipto malioboro , perempatan tugu dan kantor pos, itu peta jalanan kota yang kau ukur hingga tak lagi tersisa jarak yang tak bersentuh dengan pamflet dan lengking suaramu, membelah yogya suara-suara itu masih kudengar lirih aku hafal benar larik-larik teriakanmu: rakyat bersatu tak bisa dikalahkan (lalu di suatu sore, pernah kau sempat tak pulang karena aparat membawamu di tangsi pemeriksaan) di persimpangan malam di tengah gelap lagi cahaya itu berpendar, menyerupai wajahmu yang kuyu, sesekali kau tanyakan ulang : untuk apa darah ini tercecer jika reformasi akhirnya hanya melicinkan jalan bagi para pecundang untuk pulang dan mengulangi kesalahannya yang sama