Mohon tunggu...
Bresman G
Bresman G Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan swasta

Seorang karyawan swasta yang hoby menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Agama dan Politik Kekuasaan

14 Juli 2017   09:34 Diperbarui: 14 Juli 2017   10:22 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada saat ini saya sangat tertarik mengulas soal Agama dan Perpolitikan Indonesia. Sebelum saya membahas lebih jauh, saya ingin memberikan pencerahan kepada kita tujuan dari masing-masing kedua hal ini. Agama dibentuk dengan tujuan suci, tujuan yang tidak mementingkan diri, tujuan untuk memperoleh kedamaian yang tidak ditemukan di dunia, dan akhir dari segala permasalahan hidup didunia. 

Tujuan paling utama adalah mengenai surga atau tempat yang lebih baik. Sedangkan politik dibentuk untuk kebutuhan tatanan sebuah negara, untuk membangun sebuah negara yang bukan hanya saja berbentuk kekuasaan didunia tetapi juga dalam bentuk pribadi dan organisasi. Jadi tujuan utama politik adalah negara dan negara itu ada didunia, urusan dunia.

Nah, persoalan yang terjadi sekarang adalah banyak negara-negara yang menggabungkan agama dan politik. Lebih tepatnya menggabungkan tujuan dunia dan tujuan surga. Sesuatu yang seharusnya tidak nyambung. Karena kalau kedua hal ini digabungkan akan menjadi polemik yang bertentangan. Menggabung kedua ini akan merusak tujuan agama yang suci menjadi kotor. Agama mengarah kepada kepentingan orang banyak dan tetapi politik bisa mengarahkan kepada kepentingan pribadi, organisasinya atau partainya.

Dalam peradaban dunia barat, masalah ini sudah terselesaikan sebelum abad ke-18. Dulu kekristenan yang lebih banyak dianut dunia barat pernah menggabungkan politik kekuasaan dan agama. Yang terjadi adalah banyak terjadi kekacauan, mengambil keputusan Agama berdasarkan tujuan politik menimbulkan pemberontakan dan krisis kehidupan bermasyarakat. 

Setiap yang melanggar dalam aturan masyarakat akan dibawa ke mahkamah agama untuk di proses dan diadili. Ini menimbulkan banyak pemberontakan dari kalangan masyarakat yang ingin menyatakan hubungan mereka secara pribadi atau kelompok terhadap Tuhannya. Siapa yang bertentangan dengan aturan agama akan diproses secara politik yang dibungkus dengan Agama. Tetapi dengan berkembangnya pemikiran dari para tokoh-tokoh negara dan agama, hal ini mulai dinilai tidak efisien. Perlu suatu perubahan dalam menciptakan keharmonisan dalam hubungan manusia.

Revolusi pemikiran ini membuat peradaban barat berkembang pesat. Para petinggi negara memusatkan perhatian kepada urusan politik dan negara dan Agama diurus oleh tokoh-tokoh agama dan pribadi. Peradaban ini membuat negara-negara Barat jauh meninggalkan negara-negara Asia dalam hal kemajuan. Amerika sebagai contoh yang menerapkan ini dari semenjak dibentuk oleh kelompok-kelompok Eropa yang mengasingkan diri dengan membentuk tatanan negara yang baru adalah salah satu contoh negara dengan kemajuan peradaban yang tinggi. Setelah itu diikuti oleh negara-negara Eropa dibawah abad ke-18.

Pertanyaan sekarang yang timbul adalah, kalau negara Barat sudah dari abad ke-10 sudah menciptakan revolusi dalam bernegara, kenapa kita masih berada dalam urusan yang sama dengan mereka 100 tahun yang lalu. Apakah kita benar-benar tertinggal 100 tahun dari negara-nagara Barat. Presiden Jokowi pernah mengatakan melalui pidato kepada Kabinet nya, kita ini sudah tertinggal jauh dari negara-negara maju saat ini, bahkan negara-negara asia seperti korea selatan dan china. Kita masih sibuk dengan urusan-urusan yang menguras energi yaitu ingin meraih kekuasaan dengan Agama. Membenturkan agama yang satu dengan yang lain, memproduksi isu sara. Kita sulit berkembang mengikuti negara-negara yang sedang berlomba-lomba untuk maju apabila masih berkutik di masalah ini.

Indonesia memang di uji dengan peradaban seperti ini. Masih adanya kelompok-kelompok bahkan tokoh-tokoh bangsa yang masih mencampur adukkan Agama dan Politik kekuasaan. Ini seperti kembali ke peradaban masa lampau. Di tengah negara-negara berlomba untuk maju, kita masih sibuk urusan agama dengan tujuan politik. Ini sangat memprihatinkan. Bahkan kota dengan semaju kota Jakarta yang sudah mayoritas berpendidikan masih sibuk urusi Agama dan Agama.

Baru-baru ini yang menjadi perhatian besar, sekelas tamatan amerika yang baru mencalonkan diri sebagai orang nomor satu di Jakarta masih menggunakan Agama untuk memperoleh kekuasaan. Memproduksi isu SARA untuk kepentingan politik. Ini apa? Kita kembali menghadapi tantangan yang sangat menggelikan. Orang-orang dengan pemahaman Agama yang sedikit diadu domba oleh tokoh-tokoh politik. Kita tidak belajar dari sebagian negara timur tengah yang habis karena menggabungkan Agama dan Politik. Tetapi para tokoh-tokoh yang sarat dengan kepentingan tidak memperdulikan hal ini dengan ambisi dan nafsu mereka.

Mari kita belajar, kita ini tertinggal jauh. Agama dan Politik kekuasaan itu tidak bisa digabungkan. Karena akan merusak kebersamaan dan hubungan antar manusia. Saya pernah mengatakan, Tuhan menghendaki kita berbeda, beragama. Siapa yang menolak keberagaman dan perbedaan adalah menolak penciptanya. Jadi mari kita tinggalkan peradaban kuno seperti ini. Mari kita sama-sama berlomba maju. Kita ciptakan iman kita dan hubungan pribadi kita dengan Tuhan dengan baik. Kita lakukan hak dan kewajiban kita sebagai bangsa tanpa melibatkan Agama. Maka kita bisa bergerak maju menjadi bangsa yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun