Mohon tunggu...
Brata Jaya
Brata Jaya Mohon Tunggu... -

Mengabdi Dengan Kerendahan Hati, Seperti Penyaji Suguhkan Secangkir Kopi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jimat

9 September 2013   16:39 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:08 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam keadaan normal, Anda mungkin termasuk sebagai orang yang tidak percaya takhyul. Keris , jimat-jimat. Tetapi dalam kondisi tertentu, ketika tak punya pilihan, ketika dalam kondisi sunyi, ketika tak ada mahluk yang bisa diajak bicara, ketika dalam pelarian, kadang hal-hal yang dianggap takhyulberubah menjadi teman sejati. Mungkin, hal itu dipengaruhi perasaan paranoid dan lain-lain, entahlah, dalam kondisi itu, kita tak punya pilihan.

Atas berkat rahmat allah, hingga hari ini, alhamdulilah saya belum pernah menginap di Hotel Prodeo atas apapun yang saya lakukan. Entah keberuntungan atau mungkin tinggal menunggu waktu. Tetapi menyaksikan beberapa kawan, yang pernah minum kopi bareng dalam satu cangkir, satu per satu diciduk, saya menjadi tahu beberapa hal, terkait sunyi dalam pelarian, soal asing dikeramaian.

Contoh dari seorang Kawan, aktivis pembebasan Timor Timur, dalam keadaan normal, adalah orang yang sama-sekali tidak percaya takhyul. Namun ia mengakui, ketika dalam pelarian, ketika semua orang tiba-tiba menjauh, kalung santo pemberian dari seorang suster, ia jadikan jimat untuk lolos dari kepungan aparat.

“Saya tertangkap di Ungaran Semarang. Ketika kalung itu saya lepas sewaktu mandi”. Ia berseloroh.

Menurutnya, itu bukan takhyul, namun lebih kepada cara seseorang, menghadapi tekanan psikologis.

Kesunyian dalam pelarian memang menyakitkan. Dunia yang semula riuh mendadak senyap. Teman yang tadinya ada, tiba-tiba menghilang. Sendirian, kita dipaksa dengan kehidupan baru, tempat baru, orang-orang baru yang tidak pernah kita kenal. Dalam berbagai kesempatan, kita tidak bisa “ narsis” layaknya orang kebanyakan.

Dalam pelarian, kita merasai, bahwa demokrasi ini anjlok dalam titik nol, kita tinggal menghitung waktu mundur, bersiap diri, bahwa dua atau lima tahun kedepan, negeri ini kembali dipimpin rezim bertangan besi, dua atau lima tahun kedepan, kita akan jalani system otoritarian, dimana dasar-dasar system tersebut, telah diletakan dalam kurun waktu 9 tahun terakhir ini.

Saya pernah mendengar, sewaktu dipenjara, Dita Sari mendapat ribuan kartu ucapan dukungan, setiap bulan, setidaknya ia mendapat 200 kartu pos baik dari jaringan local, nasional bahkan internasional. Dukungan semacam itulah, yang membuat Dita Sari tidak merasa sendiri ketika berada dibalik jeruji besi.

“Dita memang telah dikenal “

Namun kemudian dalam kurun waktu tahun 2003-2012, teman-teman kita sebanyak 72 orang Tapol atau Napol Papua dipenjarakan. Hal itu terjadi juga dalam konflik Sumber Daya Alam, cara-cara represif oleh aparat kepolisian/militer dalam penanganan konflik dalam kurun waktu delapan tahun terakhir terus meningkat. Catatan KPA tahun 2012 lalu menyebut, konflik SDA telah menyebabkan 941 orang ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 44 orang di wilayah-wilayah konflik tersebut.

Mereka – mereka itu, orang-orang yang dipenjarahari ini, nama mereka tentunya tak se popular Dita, Budiman dan lain-lain. Namun bukan berarti mereka harus dibiarkan sendiri membusuk dalam tahanan. Satu kartu pos ucapan dukungan atas apa yang mereka alami dan perjuangkan, adalah jimat dari segala jimat, adalah doa diatas segala doa.

BJ-T.L-09-2013

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun