Mohon tunggu...
Boyke Abdillah
Boyke Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hanya manusia biasa

sahabat bisa mengunjungi saya di: http://udaboyke.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Yang Unik di Ranah Minang Menyambut Ramadhan

18 Juni 2015   21:34 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:42 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Dulu sewaktu saya masih kecil, menjelang Ramadhan tiba, seringkali saya mendengar istilah membantai. Membantai adalah suatu tradisi yang dilakukan oleh warga di kampung untuk menyembelih sapi atau kerbau. Biasanya sekelompok warga akan berkongsi membeli sapi atau kerbau kemudian dagingnya akan dibagi-bagikan sama rata kepada warga yang ikut urunan. Daging tersebut dimasak dan dimakan saat menyambut puasa. Karena Ramadhan adalah bulan yang khusus bagi umat muslim, maka hidangan untuk menyambut puasa juga akan dibuat spesial. Seiring waktu, istilah ini semakin jarang saya dengar dan tradisi ini tidak lagi saya lihat ada. Entahlah, apa di kampung-kampung masih dilakukan oleh sebagian masyarakat, saya tidak tahu. Mungkin ikatan antara warga tidak lagi begitu erat, atau tidak mau repot melakukannya. Tradisi membantai lebih mengarah ke hal yang praktis dan ekonomis. Masyarakat lebih suka membeli daging daripada iuran bersama-sama. Maka bermunculah lapak-lapak tukang daging beberapa hari menjelang Ramadhan.

Pada awal tahun 90-an, di sepanjang jalan mulai dari Anduring Padang hingga kampus Unand Limau manis, masih banyak saya lihat penjual daging dadakan. Tapi sekarang, hanya satu-dua saja yang terlihat. Tapi di belakang kantor gubernur, Padang Pasir, masih ada penjual daging dan banyak diserbu pembeli. Saya juga tidak tahu pasti, kenapa penjual daging beberapa hari menjelang Ramadhan saat ini jauh berkurang. Apakah karena harga daging yang mahal mencapai Rp. 110 ribu perkilo membuat golongan yang mampu saja bisa membelinya?  Yah, dengan uang 110 ribu hanya bisa beli sekilo daging, kan lebih mending beli ayam, bisa dapat 3 ekor. Meski beda tapi masih tergolong daging juga kan? 

Berbincang dengan orangtua yang punya pengalaman dan pengetahuan tentang masa lalu, bapak saya bilang, dulu ada tradisi di Pariaman kalau menyambut bulan puasa, biasanya urang sumando (suami) yang tinggal di rumah istri wajib membawa pulang daging ke rumah. Biasanya membawanya ditenteng sepanjang jalan hingga orang kampung tahu. Kalau nggak, siap-siap saja di beranda rumah akan digantungi sama jantung pisang. Lucu juga ya? Kenapa mesti jantung pisang coba? Apa sindiran atau reminder tersebut punya filosofi tersendiri? Atau mungkin karena kertas post-it untuk diselipin di pintu rumah kurang gede? Hehehe.

Orang sedunia tahu kalau daging di Sumatera Barat lebih banyak diolah menjadi rendang. Kenapa rendang? Ya, jelas karena rendang mengalahkan lezatnya steak sehingga sehari menjelang Ramadhan akan tercium aroma rendang dari rumah-rumah penduduk. Di samping itu rendang juga awet beberapa waktu lamanya hingga nggak perlu repot-repot masak waktu sahur dan berbuka di hari-hari awal berpuasa. 

Itu sekelumit tentang membantai. Terus ada lagi hal unik yang mungkin tak banyak diketahui orang. Ingatan ini kembali muncul tatkala saya melihat rangkaian bunga seperti gambar di bawah ini. Namanya burung-burungan. Ini cuma dijual oleh penjual bunga rampai 1-2 hari sebelum puasa, dan tak semua penjual bunga menjualnya. Hiasan burung-burungan ini merupakan syarat hantaran palimauan bagi istri ke rumah mertuanya. Palimauan yaitu campuran kembang, biasanya berupa irisan pandan, mawar, melati, irisan jeruk purut/nipis serta campuran lainnya yang digunakan untuk mensucikan diri sore sehari menjelang puasa.

 

Tradisi menghantarkan palimauan hanya dilakukan oleh pasangan yang baru menikah.  Biasanya pada tahun pertama pasangan suami-istri menghadapi bulan puasa. Bukan hanya palimauan yang dihantarkan pihak istri ke rumah mertuanya, tapi juga perlengkapan mandi seperti sabun, pasta gigi, lamang beberapa batang, kue bolu, serta rantang yang berisi makanan. Pada saat pulang mertua wajib mengisi rantang dengan uang. Jadi pulangnya tidak dengan tangan kosong. Saya juga nggak tahu pasti apa tradisi ini masih dilakukan oleh banyak pengantin baru. Menurut info yang saya dapat, orang-orang yang tinggal di Padang mudik, masih melakukannya. 

Kalau di Jawa ada tradisi padusan, atau di daerah Riau ada tradisi potang balimau atau balimau kasai, yakni tradisi mandi di sungai sore hari menjalang besok puasa. Tujuannya adalah untuk mensucikan diri. Ya, seperti umat Hindu mandi di sungai Gangga. Nah, di daerah Minang juga ada tradisi ini namanya mandi balimau. Sungai-sungai tertentu di Padang akan dikunjungi banyak orang seperti sungai Batang Kuranji, Lubuk Minturun, Batu Busuk, atau pantai. Jalan menuju tempat pemandian bisa macet saking ramainya. Tradisi ini sudah turun temurun. Walaupun banyak ulama yang melarang dengan berbagai alasan, tapi tak menyurutkan minat masyarakat untuk pergi balimau. Dari pengamatan saya justru banyak anak-anak dan remaja di bawah 17 tahun yang melakukannya. Suatu kesempatan bagi mereka bergembira ria. Kalau ada orangtua, hanya melihat dan mengawasi anak-anak mereka mandi. Pulang-pulang sudah keadaan basah kuyup. 

Bagi orang yang tidak mandi balimau di sungai, biasanya hanya melakukan ritual balimau di rumah. Waktunya sama, sore menjelang besok puasa. Palimauan sudah dibeli di penjual bunga rampai, kemudian direndam dalam wadah dan airnya dicecapkan ke rambut. Wanginya khas.  Lebih kuat aroma pandan dan jeruk purutnya. 

Itulah hal unik setiap Ramadhan tiba di ranah Minang. Adapun hal seperti ziarah ke makam juga dilakukan. Di sana mereka membersihkan makam dan berdoa bagi anggota keluarga yang mendahului mereka. Sama seperti daerah lainnya di Indonesia. Ritual-ritual semacam itu memang tidak ada dalam ajaran Islam. Saya bukanlah orang yang berhak menjudge-nya bida'ah. Tapi ini merupakan tradisi yang sudah dilakukan turun temurun yang dilakukan sebagian masyarakat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun