Mohon tunggu...
Bonardo Paruntungan
Bonardo Paruntungan Mohon Tunggu... -

Hanya saya saja!

Selanjutnya

Tutup

Politik featured

Kenapa OTT KPK RI Begitu Menggoda?

9 Juli 2015   17:13 Diperbarui: 30 Agustus 2017   12:05 2021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO)

Operasi Tangkap Tangan atau disingkat O T T dari lembaga super KPK RI bisa dikatakan mendebarkan dan menggoda untuk dianalisis secara sosial, politik, dan hukum. KPK RI semakin kuat jika bobot penyelidikan, penyidikan dan penuntutannya semakin maksimum. Tentunya, soal pencegahan menjadi topik lain bukan sengaja dikesampingkan.

Riwayat OTT KPK RI

Riwayat OTT yang pernah dilakukan oleh KPK RI yang setahu dan seingat saya dimulai pada masa KPK RI Jilid 1. KPK RI menciduk salah satu oknum penyidiknya, oknum petugas pajak, oknum jaksa, oknum hakim dan oknum pejabat negara, oknum swasta, oknum pengacara, berlanjut sampai yang sedang hangat ini adalah OTT terhadap oknum Majelis Hakim Utama PTUN Medan. Kita tidak akan menguras energi mengenai sepak terjang pihak-pihak terkait OTT. Pengadilan yang memutuskan nasib pihak-pihak tersebut.

Saya pribadi berharap pihak-pihak yang diduga terjerat mampu membela diri agar terhindar dipersalahkan atas kesalahan yang bukan salah mereka. Loh, kok saya seperti membela mereka ? KPK RI adalah lembaga mumpuni dengan segala kecanggihan strategi lidik, sidik dan penuntutan. Beberapa pihak yang pernah "bersentuhan" dengan lembaga ini pasti tahu maksud pernyataan saya.

Analisis singkat atas OTT KPK RI secara sosial dan politik serta hukum

OTT secara sosial dan politik (sospol) memiliki arti dan dampak penting suatu peneguhan/ pernyataan terbuka kepada khalayak ramai bahwa KPK RI itu masih ada dan "bergigi tajam". Jangan sekali-kali anda memimpikan lembaga ini akan "melempar handuk" di saat kondisi tidak menguntungkan. Sekedar teringat, Prof Mahfud MD ada menguraikan analisis tentang usia KPK RI di Indonesia kurang lebih 25 Tahun (www.m.tempo.co, politik, 07 Juli 2015 diakses 09 Juli 2015 Jam 16.50 WIB)

Lalu, bagaimana analisis yuridisnya. Sejujurnya, saya jungkir balik mencari alas hukum terjadinya OTT tersebut. KUHAP yang saya tahu mengatur proses penegakan hukum dimulai dari pelaporan/pengaduan polisi, penyelidikan, penyidikan, penuntutan sampai dengan putusan pengadilan/hakim yang berkekuatan hukum tetap, namun soal tangkap tangan tidak terang dan jelas selain uraian kualifikasi dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP. OTT secara singkat didalilkan hanya bisa terjadi karena adanya penyadapan. Isu penyadapan adalah isu hangat yang sedang diperdebatkan oleh banyak pihak, terutama penyadapan oleh KPK RI.

Alat bukti hasil Penyadapan

Pasal 28 UU No. 46/2009 Tentang Pengadilan Tipikor mengatur pada pokoknya alat bukti hasil dari penyadapan yang diajukan di dalam persidangan, harus diperoleh secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan Hakim berwenang menentukan sah tidaknya alat bukti yang diajukan tersebut (hasil penyadapan). Untuk mempersingkat ulasan saya silakan baca uraian salah seorang penulis dalam kasus oknum anggota KPU ini.

Tulisan di atas memberi suatu pencerahan tentang adanya peluang dipertanyakannya alat bukti yang diperoleh dalam OTT yang diduga hasil dari penyadapan. Tulisan tersebut akan jauh lebih menarik dengan juga membaca pendapat salah satu ahli hukum pidana/acara pidana UGM seperti dapat saya kutip berikut.

Apabila saya menyimpulkan bahwa ahli hukum tersebut menyampaikan asas/prinsip hukum dan sisi filosofis dari proses penegakan hukum pada tahap penyelidikan dan seterusnya. Beliau menyampaikan bahwa hasil penyadapan adalah bukti permulaan, dan dengan dukungan alat bukti lain barulah dinyatakan bukti permulaan yang cukup. Sampai uraian ini, saya sudah cukup bingung sekali. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun