Mohon tunggu...
Bona Ventura Ventura
Bona Ventura Ventura Mohon Tunggu... Guru - Kontributor buku antologi: Presiden Jokowi: Harapan Baru Indonesia, Elex Media, 2014 - 3 Tahun Pencapaian Jokowi, Bening Pustaka, 2017 | Mengampu mapel Bahasa Indonesia, Menulis Kreatif, dan media digital

#Dear TwitterBook, #LoveJourneyBook @leutikaprio

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menulis Puisi: Perkara Hidup atau Mati (?)

21 Mei 2013   14:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:14 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah masih ada fungsi orang menulis puisi? Apakah tak ada hal lain yang dapat dilakukan selain menulis puisi? Apakah dengan menulis puisi penyair bisa hidup layak?

Mari tengok ke rak buku laris di toko buku, jarang terdapat buku puisi di sana. Rata-rata buku laris terdiri novel dan buku ”how to.” lalu, mengapa buku puisi masih dicetak? Mengapa masih ada penerbit yang tetap mencetak, meski sudah sadar konsekuensinya. Penjualan terbatas dengan segmen pembaca yang juga terbatas.

Sejatinya puisi memiliki efek yang baik untuk para pembaca. Ada ungkapan bahwa sebuah bangsa yang bar-bar atau manusia yang kasar bisa saja belum pernah membaca puisi dalam sejarah hidupnya.

Seno Gumira Ajidarma dalam kata pengantar buku kumsi (kumpulan puisi) Renungan Kloset karya Rieke Dyah Pitaloka menulis bahwa setiap kali ada orang Indonesia menulis puisi, kita harus bersyukur, karena kalau toh ia tidak berhasil menyelamatkan jiwa orang lain, setidaknya ia telah menyelamatkan jiwanya sendiri. Puisi memang tidak bisa menunda kematian manusia, tapi puisi jelas menunda kematian jiwa dalam diri manusia yang masih hidup. Hal ini dimungkinkan, karena dari sifatnya, puisi membebaskan diri dari kematian budaya.

Mungkin itu satu alasan dari penerbit yang masih setia menerbitkan buku puisi, karena saat setiap satu buku puisi terbit, buku tersebut mengemban misi mulia: untuk membebaskan diri manusia dari kematian jiwa dan budaya. Pembaca dan penikmat puisi lambat laun jiwanya semakin lembut. Melalui kelembutan yang dimiliki, maka pembaca puisi akan memilih cara atau jalan damai dalam mengarungi hidupnya. Bahkan bagi seorang sastrawan dari Bali, Oka Rusmini bahwa menulis puisi baginya adalah semacam upacara penunda kematian. Dengan puisi saya berdialog dengan hidup, berkompromi dan berpikir tentangnya: menyadari bahwa saya benar-benar manusia. Mari mulai menulis minimal satu puisi di buku harian manual atau digital. Nikmatilah dan rasakan sensasi menulis dan membaca puisi. Minimal kita telah menyelamatkan jiwa sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun