Mohon tunggu...
boa falakhi
boa falakhi Mohon Tunggu... Administrasi - Cakrawala di atas awan

Analis Kebijakan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kebudayaan Megalitik Tertua di Indonesia

5 April 2018   13:56 Diperbarui: 5 April 2018   14:06 1502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seni, Budaya dan Pariwisata di Kepulauan Nias

Seni, budaya dan pariwisata ke Kepulauan Nias tidak dapat dipisahkan dari Kesenian Megalitik. Kesenian Megalitik merupakan bagian dari kesenian yang terpenting dalam Kebudayaan Megalitik, yang dimanifestasikan dalam bentuk pembuatan patung-patung dari batu-batu, memiliki hubungan yang begitu erat denga kepercayaan Agama Suku, serta penghormatan bagi orang-orang yang sudah meninggal/mati.

Peninggalan-peninggalan Kebudayaan Megalitik ini masih dapat ditemukan di Kepulauan Nias, seperti Batu Nitaru'o (batu tanam) atau Menhir (batu berdiri), Dolmen ( batu-batu yang disusun menyerupai meja), kuursi kara (kursi batu), Saita Gari (tempat untuk gantungan pedang bangsawan), Behu, Gowe Zatua, Daro-Daro, Osa-Osa, dan masih banyak lagi jenis Megalitiknya. Kesemuanya ini masih dapat ditemukan di seluruh daerah Kepulauan Nias, terutama di Nias bagian Selatan, seperti Bawamataluo, Orahili, Gomo dan di desa lainnya.

Begitu juga dengan seni tarinya yang agung dan mengagumkan yang sampai saat ini masih terus dijaga dan dipelihara. Seni tari yang ada di Kepulauan Nias terdiri dari: Fogaele, Tari Moyo (tari elang), Tari Tuwu (tari ini kesemuanya diperankan oleh perempuan), Maena (jenis tarian yang diperankan secara bersamaan antara laki-laki dan perempuan). 

Sementara tarian yang hanya boleh diperankan oleh laki-laki adalah Tari Perang, Maluaya, Famanu-Manu (inti tari perang), Foale (persiapan perang), Fatele (perang satu lawan satu), Fahizale (tari perang dalam rangka perdamaian). 

Kesemuanya inilah jenis tari-tarian yang ada pada Suku Nias yang sampai sekarang masih terus dilestarikan. Begitu pula dengan Hombo Batu, yang pada zaman dulu sbelum Agama Kristem memasuki Kepulauan Nias, pada umumnya (khususnya di Nias bagian Selatan) di mana permusuhan dan peperangan antar desa selalu terjadi.

Sumber: Niasoke.com Kampung Boronadu Kabupaten Nias Selatan
Sumber: Niasoke.com Kampung Boronadu Kabupaten Nias Selatan
Berdasarkan hal tersebut di atas yaitu permusuhan dan peperangan, maka tia-tiap desa mulai mempersiapkan para pemuda-pemudanya untuk berlatih berbagai kemampuan diri diantaranya Hombo Batu yang kemudian mereka akan dikirim ke kampung-kampung musuh sebagai mata-mata untuk mencari, mengumpulkan informasi penting yang kemudian akan dikirmkan kepada para pemangku desa untuk mengambil tindakan selanjutnya. 

Sebelum para pemuda ini diterjunkan ke kampung musuh, terlebih dahulu mereka harus dilatih melalui Hombo Batu (lompat batu) yang bertujuan untuk penyelamatan diri ketika penyamaran mereka diketahui oleh musuh ang mau tidak mau harus bisa meloloskan diri dari kejaran musuh dan diharapkan para pemuda ini dapat melompati pagar batu yang mengelilingan perkampungan tersebut. Hombo Batu pada dasarnya memiliki fungsi untuk melatih para pemuda menjadi tentara kampung dan bersifat heroik.

Jika ada pernyataan yang mengatakan bahwa latihan lompat batu (Fahombo Batu) menandakan soerang pemuda itu sudah dewasa dan sudah pantas untuk menikah, hal tersebut tidaklah benar.

Sumber: kompas.com Lompat Batu Nias
Sumber: kompas.com Lompat Batu Nias
Sudah banyak para pemuda Nias (khususnya di Nias Selatan) yang sudah menikah tanpa harus melatih diri untuk Fahombo Batu (lompat batu) dan juga para pemuda yang sudh dapat melompati batu (Fahombo Batu) masih terdapat yang belum atau tidak menikah walau sudah berungkali melompati batu tersebut.

Sementara itu, seni patung di daerah Nias yang ada sampai sekarang ini telah berusia sekitar 2.500 sampai 5000 tahun Sebelum Masehi menurut para ahli purbakala yang berasal dari Jepang. Patung-patung ini dapat ditemukan di Desa Orahili, Kecamatan Gomo, desa Bawamataluo, Desa Hilisataro, dan lain sebagainya. Demikian juga masih terdapat Seni HOHO yang merupakan Seni Suara yang menceritakan keberasan nenek moyang pada zaman dulu dna hal ini masih dapat ditemui dan disaksikan di berbagai tempat di Pulau Nias.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun