Mohon tunggu...
Bintang Meilani
Bintang Meilani Mohon Tunggu... -

hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Pilih Caleg Bermasalah

26 April 2013   15:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:33 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1366964229111317884

[caption id="attachment_257296" align="aligncenter" width="620" caption="Sumber foto: indonesiarayanews.com"][/caption]

Tahap pendaftaran pencalonan anggota DPR RI sudah berakhir, Senin (22/4). Sebanyak 12 partai politik (parpol) peserta pemilu 2014 sudah menyerahkan berkas pencalonan bakal calon anggota (bacaleg) DPR RI ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Total jumlah bakal calon anggota DPR RI yang diajukan oleh 12 parpol peserta pemilu sebanyak 6.576 orang. Perempuan sebanyak 2.434 orang dan laki-laki sebanyak 4.142 orang.

Namun sayangnya disaat publik mendambakan calon wakil rakyatnya kelak ternyata banyak parpol yang masih saja menempatkan caleg yang bermasalah dengan hukum. Kita tidak ingin wakil rakyat mendatang punya sangkutan kasus hukum. Bisa jadi disaat nanti dia duduk di parlemen ternyata kasusnya mencuat dan bisa menjeratnya. Kita sebut saja kasus korupsi saat ini masih melekat didiri caleg-caleg itu.

Kita tidak ingin parpol sebagai instrumen demokrasi dijadikan bunker (tempat berlindung) para koruptor. Fungsi parpol jelas sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi politik kita. Singkirkan para caleg bermasalah apalagi korupsi. Mudah saja sebenarnya menerka apa yang menjadi niatan tulus orang-orang itu mencalonkan diri. Pasti dirinya berharap dengan masuk di dunia politik, bergabung ke partai, dan menduduki jabatan legislatif kasusnya akan ‘diamankan’.

Belum lagi ditambah keraguan aparat hukum jika seorang yang tersangkut korupsi adalah anggota parlemen. Berapa banyak sudah anggota parlemen yang diperiksa aparat hukum terkait kasus korupsi yang karena kedudukannya kasusnya tidak diteruskan. Jalan keluar bagi parpol tersebut sebenarnya sederhana saja. Parpol harus menolak para caleg yang bermasalah dengan hukum. Hal itu bisa dilakukan sangat proses penjaringan caleg berlangsung. Anehnya, orang yang sudah dikatakan bersalah dan pernah jadi terpidana ‘dikondisikan’ lolos dalam penjaringan dan menajdi caleg.

Tidak tanggung-tanggung kadang orang itu ditempatkan di wilayah yang menjadi basis parpolnya dan mendapat nomor urut ‘cantik’. Kasus korupsi yang menjerat caleg Partai Bulan Bintang (PBB), mantan Kabareskrim Polri Komjen (Purn) Susno Duadji menjadi contoh terkini. Susno terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus PT Salmah Arwana Lestari, (PT SAL), saat dirinya menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri.

Selain itu Susno juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait dana pengamanan pilkada Jawa Barat pada tahun 2008, saat menjabat Kapolda Jawa Barat. Atas perbuatannya tersebut majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara kepada Susno Duaji selama 3,5 tahun. Herannya kenapa PBB tidak bisa melihat itu sebagai sebuah masalah hukum. PBB akan mengusung mantan Ketua KPU periode 2004-2009, Nazaruddin Syamsuddin, yang terlibat korupsi dana pemilu. Nazaruddin akan diplot partai besutan MS. Kaban dan Yusril Ihza Mahendra di dapil Provinsi Banten.

Sejumlah caleg bermasalah yang maju di Pemilu 2014 diantaranya Mukhamad Misbakhun, mantan politisi PKS yang divonis bebas kasus pemalsuan letter of credit Bank Century, yang kini maju menjadi calon legislator dari Partai Golkar, daerah pemilihan Jawa Timur.

Partai Golongan Karya (Golkar) lain lagi, tidak tanggung-tanggung salah satu Wakil Ketua Umumnya, Fadel Muhammad dicalonkan dari daerah pemilihan Gorontalo. Berbeda dengan Susno yang sudah menjadi terpidana namun menolak dieksekusi. Fadel, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo atas kasus korupsi dana selisih penggunaan anggaraan DPRD Provinsi Gorontalo 2001 senilai Rp 5,4 miliar. Jujur saya katakan hanya karena Fadel petinggi parpol besar saja kasusnya jadi mandek.

Sebelumnya, mantan koruptor juga mendaftarkan diri menjadi calon anggota legislatif. Salah satunya adalah bakal calon anggota DPR dari Partai Gerindra Dapil Sulawesi Utara, Vonny Anneke Panambunan. Vonny merupakan mantan terpidana kasus korupsi Bandara Loa Kulu di Kutai Kertanegara yang divonis 1,5 tahun penjara oleh pengadilan tindak pidana korupsi pada Mei 2008.

Menyedihkan bahwa calon anggota legislatif (caleg) mantan narapidana atau yang sedang berkasus, malah didukung parpol tertentu untuk ‘nyaleg’ dalam pemilu legislatif 2014. Kasus ini menjadi kontroversi dalam pola rekrutmen yang dilakukan parpol di Indonesia. Seharusnya para caleg yang pernah berperkara kasus korupsi dan yang sedang menjalani perkaranya saat ini harus menjunjung tinggi budaya tahu diri dan malu untuk tidak menjadi pemimpin yang mewakili jutaan rakyat yang sedang memerangi kasus korupsi.

Harus ada nilai malu dan tahu diri untuk menjadi pemimpin. Soal etika dalam berdemokrasi, jangan sampai bangsa ini tidak punya landasan budaya dan moral etis. Nilai-nilai malu dan tahu diri ini bagian dari nilai-nilai budaya kita dan itu harus di junjung tinggi oleh para calon pemimpin kita.

Semestinya para calon wakil rakyat dan calon pemimpin di Indonesia mengedepankan nilai-nilai empati. Yakni dengan ikut merasakan apa yang dirasakan masyarakat, ketika sebagian besar menginginkan pemimpin yang bersih, jujur, serta ikut mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.

Dalam membangun demokrasi harus ada rekrutmen kader yang amanah, yang bisa menjadi contoh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Atas fenomena itu, saya menilai adanya caleg koruptor, tersangka korupsi, dan mantan koruptor oleh parpol peserta Pemilu 2014 telah menabrak prinsip etika. Hal tersebut dikarenakan parpol tidak detail dalam melakukan proses seleksi terhadap bakal calon anggota DPR-RI ataupun eksekutif. Kini pertanyaannya, bagaimana pertanggungjawaban parpol yang telah menabrak prinsip etika. Sanksi sosial harus berlaku, jangan pilih orang itu dan partainya.

Terakhir, saya cuma mau bilang jangan sampai partai politik tercemar, dianggap menjadi bunker para koruptor. Indikator itu terlihat dari masih adanya calon-calon bermasalah itu masuk dalam daftra caleg sementara. Sangat tidak etis bila partai politik menjadi bunker koruptor dengan cara mengajukan orang yang memiliki sangkutan kasus korupsi sebagai calon anggota legislatif

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun