Mohon tunggu...
Bima Widjanata Suwaji
Bima Widjanata Suwaji Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Seorang Penulis Biasa

Penulis dari kota kecil di Jawa Timur. Mendapatkan passion menulis setelah gemar membaca dan mulai menulis sejak SMA.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jarum Halus Milik Sang Melangkolis

30 April 2017   07:11 Diperbarui: 30 April 2017   09:24 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jarum Halus Milik Sang Melangkolis"][/caption]

Tak terhingga jumlahnya bila kita tak mau menghitung. Tapi dia tak pernah mengatakan demikian untuk menjadi sang pemaham. Kolintang tetap dipegangnya hingga nyaring berubah menjadi derita. Terpampang jelas dimatanya bahwa badan merasakan hawa dingin, namun dia tetap mencoba untuk tegar.

Sore berganti malam. Disulutnya Batang api kecil untuk pertanda dia masih berdiri dalam kerumunan. Sembari menggenggam jarum halus yang masih belum dihitungnya. Dia, sang Melangkolis yang sebenarnya tak memahami kata-kata. Tapi buruk bila tak bisa menulis dan berkarya. Sedangkan roda telinga masih kompak untuk menjatuhkannya sampai menembus tanah.

Jarum halus milik sang Melangkolis. Entah dia bawa dari mana. Semakin lama semakin banyak saja. Kucoba perhatikan dengan mata memandang tajam, namun masih belum ku ketahui secara jelas. Batang api kecilnya semakin berkurang. Kicauan burung menghilang entah kemana. Paduan suara katak sebagai pengganti melengkungkan gendang telinga hingga merah. Namun sang Melangkolis tetap bertahan dengan dua kaki berdiri tegak menantang malam.

Secara tak sengaja terlihat tangan kiri mencabut sesuatu dari pipinya. Awalnya ku kira itu duri. Tapi setelah ku dekati darah berlinang deras bagai sumber mata air. Gelisah karena aku tak mengerti apa yang tengah terjadi pada sang Melangkolis. Hanya senyuman kecil yang dia lontarkan ketika ku tanya mengapa. Sembari menyembunyikan gerakan, dia memindahkan apa yang telah dicabutnya ke tangan kanan.

Disitulah baru ku mengapa tangan sang Melangkolis memegang erat jarum halus yang entah berapa jumlahnya. Kelingking mulai bergetar tanpa keraguan. Dan akhirnya baru ku mengerti bahwa jarum halus milik sang Melangkolis itu dari tubuhnya sendiri. Saat datang ribuan jarum halus dinginnya malam, dicabutnya jarum tersebut hingga mengeluarkan darah. Senyuman yang disuguhkannya padaku hanya memberikan isyarat bahwa dia menggigil. Betapa baiknya diri ini memandangnya sebelah mata tanpa hirauan.

Ku lemparkan kain dan ditangkapnya. Dibalutkan kain tersebut hingga ujung kakinya. Dimatikannya Batang api kecil ke sebidang tanah. Senyumnya berubah menjadi tawa. Dan mata dinginnya menjadi sayu. Melangkahlah kaki hitam penuh darah sewaktu fajar menyingsing. Jarum halus milik sang Melangkolis. Ribuan bahkan jutaan. Tak terhitung jumlahnya. Menandakan adanya hawa keberadaan temperatur yang menghujam hebat pada tubuh sang Melangkolis.

 

Jarum halus milik sang Melangkolis

By : Bima Widjanata Suwaji

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun