Mohon tunggu...
Betrika Oktaresa
Betrika Oktaresa Mohon Tunggu... Administrasi - Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Full time husband & father. Part time auditor & editor. Half time gamer & football player

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengelola Pemda, Perlu Gubernur atau CEO?

23 April 2017   15:12 Diperbarui: 24 April 2017   06:00 1116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ian Curryer, Chief Executive Nottingham City Council

Perubahan radikal yang dilakukan pada masa reformasi di Indonesia, salah satunya, adalah desentralisasi. Kita lebih akrab mengenalnya dengan istilah otonomi daerah, yaitu pelimpahan hak, wewenang, dan kewajiban kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat.

Upaya tersebut untuk mempersempit jarak antara pengelola negara dengan stakeholder utamanya, yaitu masyarakat. Dengan demikian, pengelola negara lebih mudah mendengar apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya, termasuk aspirasi dari mereka.

Tentu, banyak faktor dan indikator yang diperlukan untuk menilai apakah otonomi daerah telah berjalan sesuai dengan tujuannya. Jika satu indikator yang dilihat adalah korupsi, hingga bulan Agustus 2016 terdapat 18 gubernur dan 343 bupati/walikota yang terjerat kasus korupsi.

Tidak dapat dipungkiri tentu muncul pertanyaan dari berbagai pihak, di bagian manakah sumber masalahnya? Apakah karena kebetulan para pemimpin daerah yang terpilih merupakan orang jahat? Atau, sebenarnya ada persoalan tata kelola (governance) di pemerintah daerah?

Karenanya, sebagai penambah wawasan memecahkan masalah tersebut dari segi tata-kelola, berikut dikenalkan peran chief executive officer (CEO) dalam tata-kelola pemerintah darah di United Kingdom (UK).

Reformasi di UK

UK tahun 2000 (dan kemudian dimutakhirkan tahun 2007 dan 2011) telah melakukan reformasi atas sistem pemerintahan daerahnya (local authority), khususnya di daerah Inggris (England) dan Wales. Pada prinsipnya, reformasi ini memberikan kekuasaan bagi pemerintah daerah untuk mendorong kesejateraan ekonomi, sosial, dan lingkungan di wilayahnya masing-masing.

Reformasi ini disebabkan dana yang diterima pemerintah daerah dari pemerintah pusat semakin mengecil. Tantangan inilah yang ‘memaksa’ pemerintah daerah lebih mandiri, terutama dalam membuat keputusan karena akan berimbas langsung kepada masyarakatnya.

Perbedaan yang jelas reformasi pemerintahan daerah di Indonesia dan UK adalah adanya perubahan dari model tradisional pengambilan keputusan yang berbasis komite (traditional committee-based system decision-making) menuju ke model eksekutif (executive model).

Sebagai gambaran sekilas, pada model pertama, sebagaimana sekarang dikenal di Indonesia, komite atau DPRD di daerah secara simultan berkoordinasi dengan SKPD. Karenanya, setiap keputusan yang akan diambil harus melalui serangkaian rapat bersama di antara mereka.

Pada model kedua, pemerintahan daerah di UK dapat memilih kombinasi dari tiga bentuk sistem pemerintahan, yaitu kombinasi pemimpin dan eksekutif kabinet (leader and cabinet executive), kombinasi walikota dan eksekutif kabinet (mayor and cabinet executive), dan kombinasi walikota dan eksekutif manager dewan (mayor and council manager executive).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun