Mohon tunggu...
Bestha Inatsan A
Bestha Inatsan A Mohon Tunggu... -

Asisten Peneliti di Masyarakat Pemantau Peradilan FHUI

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Perlu Berlebihan Menanggapi Kenakalan Remaja Seperti Awkarin

28 Juli 2016   14:20 Diperbarui: 28 Juli 2016   14:48 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di media sosial hari-hari ini sedang dihebohkan dengan sesosok ABG  labil bernama Karin Novilda yang ber-username @awkarin. Dari mulai ask.fm, snapchat, instagram hingga video di youtube semua menjadi viral, menjadi bahan perbincangan, dan hujatan dari ribuan orang. Bagaimana tidak menjadi bahan pembicaraan para haters, @awkarin yang masih merupakan remaja berumur 16 tahun ini seringkali memasang foto-foto yang mungkin dirasa kurang pantas untuk ukuran seusianya. Ia menampilkan foto-foto (dan video youtube) ketika sedang merokok, dugem, kissing dengan pacarnya, memakai baju-baju yang sangat terbuka, dan omongannya yang kurang sopan seperti bangsa*, anjin*, dan kata-kata kebun binatang lainnya. Hebatnya lagi, instagram, youtubenya, ask.fm nya memiliki follower ratusan ribu yang terdiri dari anak-anak remaja ABG labil ataupun orang-orang dewasa, haters dan juga fans-fansnya. @awkarin juga menyediakan jasa endorsement bagi online shop yang ingin mempromosikan barang dagangannya.

Sebenarnya saya sudah memperhatikan instagramnya cukup lama karena sering menjadi pembicaraan di social media. @awkarin banyak dihujat, dimaki-maki, dihina dengan kata-kata yang tidak pantas, dibilang sebagai perusak moral bangsa, dan kata-kata yang menyakitkan lainnya. Setiap apapun yang dilakukan olehnya baik itu mem-posting fotonya ketika menggunakan kerudung, atau menggunakan baju-baju sexy semua menjadi pelampiasan amarah para polisi moral yang menghabiskan banyak sekali waktunya untuk mencari-cari kesalahan orang lain. @awkarin yang menjadi panutan bagi ABG-ABG ini juga ternyata menjadi pelampiasan kebencian, amarah, iri dan dengki bagi yang lainnya.

Tak perlulah berlebihan menanggapi apa yang dilakukan @awkarin, pacarnya dan teman-temannya. Karena apa yang ditampilkan oleh mereka adalah memang gambaran remaja-remaja jaman sekarang (atau mungkin sudah sejak dulu?) yang mesti dengan bijak kita hadapi. Jujur saja saya awalnya kaget melihat keberaniannya menampilkan hal-hal yang tidak sopan, tapi saya selalu berusaha untuk tidak men-judge perilaku orang lain misalnya kelakuan @awkarin dan teman-temannya yang merokok, dugem, berpakaian sexy, mengeluarkan kata-kata kotor, bahkan mungkin melakukan seks beresiko, dan bermesra-mesraan didepan umum. Karena suka atau tidak suka kita harus menerima kenyataan bahwa memang begitulah pergaulan anak-anak jaman sekarang. Bahkan sudah sejak dari dulu saya sudah melihat sosok-sosok seperti @awkarin dan teman-temannya ketika saya masih duduk dibangku SMP dan SMA.

Kita harus mengakui kalau setiap orang atau kita sendiri memang pernah ‘nakal’ ketika seusia @awkarin (atau paling tidak melihat ‘kenakalan’ teman) namun memang tidak digembar-gemborkan atau bahkan ditutup-tutupi agar tidak menjadi aib demi pencitraan. Kita harus jujur bahwa kita, atau mungkin orang-orang disekitar kita baik laki-laki ataupun perempuan memang ketika muda adalah orang-orang yang dekat dengan rokok, alkohol, kata-kata kasar, seks beresiko ataupun kenakalan-kenakalan lainnya. Bukankah ‘kenakalan’ yang terlihat itu lebih melegakan daripada ‘kenakalan’ yang dilakukan sembunyi-sembunyi? Bukankah kita juga sudah capek mendengar kabar bahwa banyak ‘anak (yang terlihat) baik-baik’ ternyata mengalami KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan), mengkonsumsi narkoba, atau tiba-tiba beredar foto-foto syurnya, atau anak-anak di pesantren yang melakukan LSL (laki seks dengan laki), atau remaja perempuan (berjilbab) yang ternyata menjadi simpanan om-om (saya sudah seringkali melihat yang seperti ini).

Entah sejak kapan kita ini menjadi bangsa yang judgemental, menjadi polisi moral, menjadi haters yang entah karena geram, iri atau dengki terhadap orang lain akhirnya merasa berhak memaki atau menghina orang dengan kata-kata kasar dan menyakitkan. Sejak kapan kita menjadi manusia yang dengan mudahnya menyebarkan kebencian, kedengkian, amarah, kata-kata tidak sopan, kita merasa berhak untuk menghakimi orang lain, merasa berhak menentukan benar atau salahnya perilaku seseorang.  Sejak kapan kita disibukkan dengan memikirkan perilaku-perilaku orang (yang tidak kita kenal) yang menurut kita buruk, memberikan ratusan hingga ribuan komentar yang menyakitkan kepada orang lain lewat media social, menjadi sinis dan curiga terhadap orang lain,  hingga kita lupa bahwa masih banyak hal-hal positif yang bisa kita lakukan dibandingkan hanya meng-scroll social media dan memnghujat orang lain, kita lupa bahwa masih banyak anak-anak muda berprestasi yang mungkin jarang kita perhatikan karena kita terlalu sibuk melihat anak-anak muda yang bobrok akhlaknya.

Kita mungkin lupa dengan kasus-kasus yang lebih penting seperti kasus-kasus perkawinan anak yang mengkhawatirkan dimana 1 dari 5 anak Indonesia menikah sebelum berusia 18 tahun, kita lupa atau mungkin tidak tahu bahwa banyak anak Indonesia yang menjadi korban trafficking, korban jual-beli organ, atau anak-anak atau perempuan korban-korban kekerasan seksual dimana setiap 3 jam ada 2 orang yang mengalami kekerasan seksual. kita bahkan mungkin tidak peduli dengan tetangga kita yang kesusahan. Kita seperti bangsa yang kurang piknik, gampang sekali menebar amarah dan rasa curiga padahal kata orang bangsa kita ini terkenal dengan keramahannya. Disaat anak-anak muda bangsa lain sibuk belajar, membuat berbagai teknologi, membaca buku, berdebat, traveling, mengikuti kegiatan volunteering, bahkan menemukan berbagai penemuan-penemuan tercanggih, disaat itu bangsa kita sibuk dengan handphone-nya, menghabiskan waktu berjam-jam meng-scroll social media-nya dan sibuk membicarakan atau bahkan berkomentar negatif kepada orang lain.

Tak perlulah kita menutup-nutupi ini semua dari anak-anak kita. Pada akhirnya mereka akan tahu dengan sendirinya berbagai macam kenakalan remaja. Tugas kita adalah mengajarkan pendidikan seksualitas yang sesuai dengan umur anak agar anak kita mempunyai kontrol atas tubuhnya sehingga ia mengerti mana yang baik untuk dirinya sendiri, tugas kita adalah memberikan pengetahuan tentang NAPZA, memberikan contoh tentang berpakaian yang sopan, akhlak yang baik, bertutur kata yang menyenangkan. Bagaimana bisa orang-orang yang sehari-harinya mengumpat, menghina menyebarkan dengki, amarah, dan iri juga menyakiti orang lain mendidik anak-anak yang nantinya berakhlak mulia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun