Mohon tunggu...
Berty Sinaulan
Berty Sinaulan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog

Pewarta, Pelatih Pembina Pramuka, Arkeolog, Penulis, Peneliti Sejarah Kepanduan, Kolektor Prangko dan Benda Memorabilia Kepanduan, Cosplayer, Penggemar Star Trek (Trekkie/Trekker), Penggemar Petualangan Tintin (Tintiner), Penggemar Superman, Penggemar The Beatles

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Kampanye Politik di Pramuka: “Messengers of Peace” Bukan Sekadar Melambaikan Tangan

22 Oktober 2016   00:29 Diperbarui: 22 Oktober 2016   00:39 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo burung merpati perdamaian dari

Kalangan anggota Gerakan Pramuka menjadi gaduh lantaran ada salah satu pendukung pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI yang memajang foto pasangan calon itu di akun Facebook group Kwartir Nasional (Kwarnas), organisasi induk kepramukaan di Indonesia. Padahal Gerakan Pramuka sebagai gerakan pendidikan adalah organisasi non-politik. Selain sudah tercantum dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, juga pernah pula ada edaran resmi Kwarnas yang isinya adalah melarang aktivitas politik praktis di dalam lingkungan Gerakan Pramuka.

Edaran itu juga meminta agar anggota Gerakan Pramuka yang menjalankan politik praktis tidak mengenakan seragam dan tanda-tanda atau hal yang terkait dengan gerakan kepanduan. Sejalan dengan prinsip Gerakan Pramuka dan gerakan kepanduan sedunia yang merupakan organisasi non-politik.

Bahkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2015 disebutkan antara lain bahan kampanye dilarang dipasang antara lain pada lembaga pendidikan. Bila kita sepakat bahwa Gerakan Pramuka adalah lembaga pendidikan, berarti seyogyanya tidak pula ada bahan kampanye pada akun Facebook yang terkait dengan Gerakan Pramuka.

Bukan berarti anggota Gerakan Pramuka tidak boleh berpolitik praktis. Sebagai individu setiap orang mempunyai hak untuk berpolitik praktis, tetapi tidak di dalam lingkungan Gerakan Pramuka. Itulah sebabnya, banyak yang kaget ketika pendukung salah satu pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, memuat foto pasangan calon di akun Facebook milik group Kwarnas.

Apalagi yang memuat foto bukan orang di lingkungan Gerakan Pramuka, tentunya sudah tahu ada batasan-batasan di dalam organisasi pendidikan ini. Bisa saja dia berkilah bahwa ini hanya sosialisasi dan bukan kampanye, tetapi seperti telah disebutkan di awal, ada batasan di lingkungan Gerakan Pramuka.

Kita teringat bahwa kalangan Gerakan Pramuka juga sempat geger, ketika Adhyaksa Dault yang juga menjabat Ketua Kwarnas, diwawancarai tentang masalah politik praktis oleh sebuah stasiun televisi swasta. Pasalnya, saat itu Kak Ady – demikian panggilan akrabnya – mengenakan seragam Pramuka.

Padahal, yang terjadi adalah Kak Ady baru selesai kegiatan Pramuka dan tentunya dia berseragam Pramuka, namun didesak oleh pewawancara. Belum sempat berganti baju, Kak Ady harus melayani pertanyaan-pertanyaan sang pewawancara.

Kak Ady sendiri memang terbilang baru di lingkungan Gerakan Pramuka, dalam arti baru benar-benar aktif setelah menjabat sebagai Ketua Kwarnas masa bakti 2013-2018. Sebelumnya, Kak Ady sebenarnya sempat aktif ketika masa remaja, bahkan sempat ikut Jambore Nasional 1977 di Sibolangit, Sumatera Utara. Namun setelah itu, Kak Ady lebih banyak berkecimpung dalam organisasi kepemudaan dan kemudian melanjutkan karier sebagai politisi dan bahkan sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga.

Jadi bisa saja Kak Ady terlupa ada aturan dan edaran yang melarang anggota Gerakan Pramuka untuk mengenakan seragam Pramuka saat beraktivitas – termasuk saat diliput – dalam bidang politik praktis. Bisa jadi juga, Kak Ady sebenarnya tak lupa, tetapi karena waktu mendesak dan sudah didesak sang pewawancara, jadi terpaksa dilayani juga. Apa pun itu, Kak Ady dengan rendah hati telah meminta maaf secara tulus dan kesatria. Kita pun angkat jempol untuk keberanian Kak Ady meminta maaf, karena tak semua orang yang sudah bersalah mau meminta maaf atas kesalahannya.

Bentuk lambang MoP dengan melambaikan tangan. (Foto: Istimewa)
Bentuk lambang MoP dengan melambaikan tangan. (Foto: Istimewa)
Sekarang, kembali pada foto yang diunggah pendukung pasangan calon itu, yang mengunggah itu malah berkilah macam-macam, sampai beralasan ini hanya sosialisasi dan juga dikatakannya karena pasangan calon belum ada nomor urut jadi belum bisa dianggap sebagai kampanye. Nomor urut kepada semua pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta memang baru akan diundi dan diberikan Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta beberapa hari ke depan.

Walaupun demikian, semua sudah tahu bahwa keduanya adalah pasangan calon peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017. Lebih menyedihkan lagi, selain ada yang menggunakan atribut Pramuka, kedua pasangan calon juga diminta untuk memperagakan lambang Messengers of Peace (MoP), dengan melambaikan tangan membentuk seperti burung merpati perdamaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun