Mohon tunggu...
Bertold Gerry
Bertold Gerry Mohon Tunggu... Freelancer - Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Membaca dan menulis sebagai rekreasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Alasan Saya Berdonasi

9 Oktober 2019   01:53 Diperbarui: 9 Oktober 2019   16:12 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyak orang berdonasi dan mereka memiliki berbagai alasan serta latar belakang yang beragam untuk berdonasi. Saya juga memiliki alasan sendiri yang saya rasa akan berguna jika saya tulis dan bagikan.

Sejak beberapa bulan terakhir - mungkin sudah berjalan satu atau dua tahun – saya mulai berkomitmen menyisihkan uang saya untuk donasi setiap bulan. Komitmen ini muncul ketika saya menyentuh titik rendah saya di bangku perkuliahan. Situasi yang saya temukan dalam kehidupan perkuliahan saya di fakultas psikologi membuat saya sangat prihatin waktu itu. Saya percaya bahwa mahasiswa psikologi adalah orang-orang yang sebaiknya sadar bahwa kesehatan mental menjadi hal yang penting, bahkan menjadi sebuah tanggung jawab etis tersendiri karena kami memang dididik untuk mempelajari kesehatan mental, keadaan psikologis manusia, dan menumbuhkan rasa empati terhadap sesama. Kenyataan yang saya temukan di lingkungan akademik fakultas saya sama sekali bertolak belakang. Situasi lingkungan tersebut cukup parah hingga membuat saya kehilangan rasa percaya saya pada orang-orang tersebut, bahkan hingga tingkat pelaksanaan institusi akademik. Hal ini cukup mempengaruhi cara pandang saya terhadap dunia. Saya menjadi tidak percaya akan banyak hal, terutama segala sesuatu yang menyangkut hubungan interpersonal. Rasanya sangat pahit. Orang-orang psikologi yang sebaiknya dapat dipercaya saja tidak dapat menjaga rahasia, dengan sengaja saling menyakiti, hingga melanggar kode etik dengan santainya, apalagi mereka yang ada diluar sana. Sebagai seseorang yang sangat peduli etika dan kesehatan mental, situasi tersebut saya rasa cukup berat. Sampailah saya pada titik rendah tersebut.

Hilangnya rasa percaya saya atas kemanusiaan dan kebaikan mendorong saya untuk menggali esensi dari kehidupan yang ideal. Terjadinya krisis orientasi makna kehidupan membuat saya kembali mempertanyakan segala hal, semua yang bersifat fundamental dan esensial dalam hidup. Saya kembali mencari jawaban atas etika dan moralitas dasar kehidupan. Setiap jawaban yang saya temukan dari pertanyaan itu saya susun kembali dari A sampai Z, seperti menyusun latar belakang dan tinjauan pustaka dalam penelitian, seperti melakukan defragment dalam komputer. Segala pencarian makna dan eksplorasi inner-self kala itu saya jalani dengan keadaan mental yang jelas tidak begitu stabil, ditambah lagi dengan tanggung jawab akademis – yang sempat saya jalani hingga 36 kredit dalam satu semester. Bisa Anda bayangkan.

Jawaban-jawaban yang saya temukan kurang lebih membawa saya pada rasa percaya bahwa adanya suatu kehidupan ideal yang dapat kita raih sebagai individu. Semua dari kita memiliki kesempatan yang sama sebagai individu, untuk berjuang dan mencapai kehidupan yang lebih baik. Kita dapat mencapai diri kita yang seutuhnya, asalkan kita percaya pada hal tersebut. Saya percaya akan adanya proses berharga dalam perjalan pengembangan diri yang membuat diri kita menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Saya juga percaya bahwa proses ini dapat terjadi dalam diri setiap orang jika mereka ingin berkembang. Saya percaya, bahwa proses tersebut akan menjadi semakin berharga ketika saya dapat berkontribusi pada dunia sehingga dunia ini dapat menjadi tempat yang lebih baik bagi lebih banyak orang – karena saya juga adalah bagian dari dunia dan kita adalah bagian dunia yang kita hidupi bersama.

Pada akhirnya saya hanya berusaha membantu orang lain untuk berproses dalam kehidupan. Saya percaya bahwa proses yang berharga tersebut termanifestasi dalam usaha kita untuk bertahan hidup dan terus berkembang. Saya percaya bahwa kecintaan kita pada kehidupan juga akan semakin mengakar kuat saat kita bersedia berbagi dan peduli pada sesama.

Saya berterimakasih pada semesta atas segala kesempatan yang saya bisa terima: jantung saya masih berdetak, saya masih bisa bernapas, jari saya masih bisa mengetik. Mungkin Anda juga. Hal ini yang membuat saya ingin berkontribusi pada saudara-saudara saya yang sedang sakit dan ingin sembuh. Saudara-saudara kita yang sulit mendapatkan pendidikan juga berhak mendapatkan pendidikan yang baik.

Saya pernah berada pada situasi yang memang sangat tidak menyenangkan dan saya dapat bangkit karena bantuan teman-teman, komunitas, dan orang-orang baik yang bersedia meluangkan waktu mereka untuk menolong sesama. Masih ada saudara-saudara kita diluar sana yang berada dalam masa sulit, saya hanya berusaha untuk membantu, seperti halnya teman-teman saya membantu saya saat saya sedang jatuh – dalam hal ini saya berkontribusi dengan donasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun