Mohon tunggu...
Chunk ND
Chunk ND Mohon Tunggu... mahasiswa -

mahasiswa tingkat akhir tak ada kata terlambat untuk belajar, termasuk menulis sebagai coretan untuk keabadian. sebab dengan menulis maka ingatan akan terawat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengakuan dalam Kebodohan

11 Mei 2017   16:22 Diperbarui: 11 Mei 2017   16:32 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namanya adalah lia, dia seorang gadis yang begitu manis, begitu polos dengan senyuman yang begitu indah walaupun sebenarnya sangat jarang terlihat oleh mata yang ada disekitarnya. Rambutnya panjang terurai, hitam dan begitu berkilau.

Ah aku benar-benar terpesona olehnya, dia begitu indah dimataku, tak ada sedikitpun hal dari dirinya yang bisa membuatku untuk berpaling pandangan dari dirinya. Aku telah menetapkan hatiku padanya dan tak akan kugoyahkan oleh apapun kecuali Ia sendiri yang memintaku, sebab akupun tak ingin memaksa apalagi dalam hal untuk membalas apa yang kurasakan padanya.

Mungkin suatu kebetulan saya sejurusan dengan, atau mungkin itu memang sudah ditakdirkan untukku untuk bertemu dengannya, entahlah yang pasti aku begitu bahagia bisa selalu melihatnya.

Telah banyak momen yang kuhitung bersamanya, walaupun itu tidaklah tampak seperti dua orang yang sedang dekat, selalu kucoba mencuri pandang disetiap kesempatan saya meliriknya, kutunggu selalu senyum manis dari bibirnya.

Belakangan saya dan lia perlahan dekat, dekat yang berbeda dari sebelumnya.

Perlahan aku berusaha membuka matanya, memperlihatkan apa yang kurasakan terhadapnya meskipn masih sebatas kata, aku belum mampu membuktiknnya secara nyata sebab saya tak lebih dari seorang pengecut.

Setiap malam saya selalu berhubungan dengannya, melalui social media yang kami miliki, bahkan kadang kami chatting hingga subuh tanpa sadar.

Saya menyadari perasaan yang kumiliki semakin dalam terhadapnya, setelah beberapa waktu yang telah kulalui dan kuanggap waktu itu aku selalu bersamanya, sebab tak pernah kulewatkan waktu akhir-akhir ini tanpa mendengarkan kabar darinya.

Aku begitu berharap dia juga memiliki perasaan yang sama terhadapku, namu perlahan aku merasa Ia semakin jauh, seperti aku mengejar sesuatu yang tak mngkin bisa aku raih. Semakin hari aku semakin merindukan senyum itu, senyum yang dimiliki lia, namun bersama itu pula aku merasa senyum itu semakin buram dalam bayanganku.

Saya mencoba menerka sebisaku diantara banyaknya keraguan dalam benakku untuk menebak apa yang dia rasakan terhadapku, namun aku tak mampu menjamahnya walau sekuat tenaga kucoba.

Aku hanya bisa menjalaninya, tanpa mengharapkan apa-apa lagi sebab kutau berharap begitu tinggi juga tidak akan baik untukku, lebih baik jatuh dari atas pagar dari pada jatuh dari atap genteng,, lebih sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun