Memangnya siapa dirinya, berani-beraninya bersuara seperti itu, membawa-bawa namaku. Kapan Ia akan berhenti seperti itu, kesabaranku mulai habis, aku tidak bisa menahan lebih lama lagi. Harga diriku telah Ia injak-injak. Namaku Ia coreng. Dan kenapa pula kalian hanya diam melihat semuanya, tak ada yang becus sama sekali mengurus orang kecil seperti mereka. Parman kau urus mereka!
Segera parman menarik ponsel dari balik jas hitam yang Ia kenakan, beberapa orang lainnya yang memakai pakaian yang sama tetap terdiam dan tak mampu mengucap sepatah katapun. mereka hanya terus tertunduk tak bergerak. seperti patung.Â
ya,, Ini aku Parman, eksekusi mereka!
Tuttttuuuttt,,, terdengar telpon Parman terputus.Â
Seketika terdengar keributan yang begitu heboh, didepan pintu masuk gedung berlantai 17 itu.
Sudah dimulai pak. Ucap parman singkat.
Segera bos mesar mengintip lewat jendela kaca dibelakang kursi kerjanya, terlihat puluhan preman dengan balok dan pentungan datang berkelompok, tanpa banyak bicara membubarkan secara paksa para buruh yang sedang berunjuk rasa. Perkelahian tak bisa terelakkan, kericuhan terjadi, hampir sejam lamanya, para buruh mulai berjatuhan, darah berceceran dari kepala mereka akibat pukulan benda tumpul oleh preman-preman itu.
Kericuhan bubar dengan sendirinya, preman-preman itu meninggalkan kelompok buruh yang hampir semuanya tergeletak tak mampu melawan lagi. Tak lama suara sirine terdengar semakin dekat, 2 buah ambulans menjadi kendaraan mereka menuju rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan.
Hwahwahaa… seperti itu, kenapa tidak dari tadi kalian melakukan hal ini, kalian sampai membiarkan mereka mengucap hal kotor yang melukai harga diriku, kalau seperti ini bisa-bisa nama baikku akan hancur.
Taapi pak.. rahmat menyela, seorang dari mereka yang juga berjas hitam.
Tapi apa lagi, itu semua sudah jelas.