Mohon tunggu...
Ivan Benedicto Constatijn
Ivan Benedicto Constatijn Mohon Tunggu... Insinyur - Keteknikan, Literatur

Background dalam engineering, pengalaman bekerja dalam ranah komersial, minat dalam keteknikan, energi, kebahasaan, dan literatur.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Tawa Sang Nasib

12 September 2019   15:24 Diperbarui: 12 September 2019   15:44 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Satu dalam sejumlah,
Sehati dan serasa,
Keserasian yang tak melemah,
Kebersamaan dalam asa.

"Kawan," kata yang lain,
"Kuterima tugas dari sang guru,
Namun sekarang harus aku bermain,
Semarak pertandingan mulai menderu."

Tak ia punya nyali menolak,
Tiada rela ia terkucil,
Menghadap mata yang menyalak,
Beban itu ia ambil.

Satu kali ia terima,
Dua kali bersedia,
Tiga kali tak berpikir lama,
Seterusnya tebiasalah ia.

Waktu berlalu cepat,
Takdir menyimpang sudah,
Beda hidup beda tempat,
Sisa hati berpencar tak mudah.

Masa mulai membuka kartu,
Yang datang kumpulan sejarah.
Kadang tepat untuk membantu,
Kadang baik untuk berserah.

"Aduh, malang adamu",
Gumamnya dalam benak.
"Rasaku kau kuberi madu,
Nyata nikmatmu hanya sejenak."

Jauh dilihatnya sang kawan,
Berbuat salah lagi dan lagi,
Seakan tak kenal ajar sang guru.
Banyak pilihan baginya tertawan,
Penyesalan mengkhamiri bagai ragi,
Pada yang berkesempatan ia cemburu.

Ambilah sebuah pelajaran,
Sebelum semua kesempatan raib.
Lebih baik ditertawakan teman,
Banding ia ditertawakan nasib.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun