Mohon tunggu...
Politik

Jangan Sampai Menciderai Pancasila; Indonesia

19 Januari 2017   10:27 Diperbarui: 19 Januari 2017   10:40 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

SURAT TERBUKA

Saya seorang karyawati di kota tempat saya dilahirkan, Sumenep. Sebagaimana kota kecil, kami hidup rukun dan damai. Tak ada banjir, gunung meletus dan musibah lainnya bagi kami adalah anugerah yang patut disyukuri oleh kita semua. Terlepas harga cabai terlampau pedas. Hal itu biasa saja, seperti beberapa waktu lalu yang pernah terjadi juga.

Saya tergugah menuliskan isi kepala sebab sudah banyak spanduk dan ocehan mengenai salah satu ormas yang dituntut agar segera dibubarkan. Meski ternyata spanduk itu ternyata illegal. Sepertinya, masyarakat sudah mulai capek dengan ormas ormas yang meresahkan dan membuat kegaduhan. Tapi mereka berseru secara tulisan tak ingin bentrok badan. Sumenepkan anti kekerasan.

Sebenarnya saya tak ingin masuk kedalam ranah yang sensitif seperti ini. Hanya saja, diam tak membuat saya tenang. Pramoedya Ananta Toer mengatakan, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Maka, inilah tulisan saya yang seadanya.

Televisi yang menyiarkan kasus dan problematika yang tengah dihadapi di Negara Hukum ini seperti tak ada habisnya. Mengundang ahli untuk bicara di stasiun televisi satunya. Lalu ditanggapi hingga panjang kali lebar. Ingat, Indonesia bukan hanya Jakarta, hanya saja Jakarta adalah ibu kota Indonesia. Menanggapi hal di Jakarta sih boleh boleh saja. Semua orang bebas mengeluarkan pendapat, hanya saja sedikit kepelintir lidah atau tulisan bisa mengantar kita ke penjara. Serem yah. Yang jelas, kasus ini jangan sampai menutupi kasus korupsi dan hal penting lainnya di Indonesia. Setiap pulang kerja dicekoki berita yang menguras emosi. Belum lagi hoax hoax. Nah lho, berita dan sumber mana yang harus dipercaya?

Yang satu melaporkan satunya. Yang satunya juga melaporkan satunya lagi. Jadi mbulet gini. Ada yang ditunggangi katanya. Lagi naik daun apa naik kuda? Nah lho, siapa yang menunggangi? Sempat terfikir, apakah Ahok harus jadi muslim baru Jakarta aman dari demo? Tapi Presiden saja yang muslim toh tetap digoyang. Ada saja masalah yang seperti dicari cari penyebabnya. Ada apa di negeriku?

Saya percaya disetiap diri manusia ada sisi baik dan buruknya. Tergantung bagaimana orang tersebut bersikap. Di kota saya, kerukunan antar umat beragama benar benar terjadi. Ada masjid, kelenteng dan gereja yang letaknya berdekatan namun tak pernah ada permasalahan yang terjadi. Terlebih permasalahan agama. Perlu ditegaskan, saya tak ada kepentingan apapun disini.

Setiap orang yang beragama, sesuai dengan kepercayaannya, pasti mengajarkan tentang budi pekerti, kebaikan dan sikap tolong menolong; toleransi. Toleransi memupuk keharmonisan hubungan manusia dengan manusia lainnya. Bukan berarti ketika hari besar agama lain, lantas kita ikut merayakannya. Tidak menjelekkan kitab suci agama satu dan tidak membesar besarkan kesalahan agama lainnya, apalagi mengada ada kesalahannya. Astaghfirullah.

Toleransi bukan mengikuti agama lain. Kita cukup menghormati dan tidak mengusiknya dalam beribadah dan mengerjakan hal sehari harinya. Jangan ada diskriminasi apalagi kriminalisasi. Dalam kehidupan ini, berteman atau melakukan sesuatu hal, tidak ada salahnya bekerjasama dengan orang non muslim. Yang tidak boleh kan terpengaruh dalam peribadatannya.

Negeri yang darurat. Kenapa? Krisis kepemimpinankah? Semua berlomba lomba ingin menjadi pemimpin. Krisis kepercayaan mungkin iya. Entah apa yang ada dibenak sebagian orang. Dengan menjatuhkan lawan dianggap cara yang paling beretika dan naik jabatan. Ketika keadaan sudah dipolitisasi, kemana hati akan bisa mengabdi? Krisis iman kali ya?

Agama apapun saya pikir tak ada yang mengajarkan kebohongan. Baik secara personal terlebih terstruktur dan terorganisasi. Biarlah Indonesia dewasa dengan keberagaman tanpa adanya politisasi. Sebanyak apapun orang yang beragama Islam di Indonesia, Indonesia tetaplah Negara hukum. Kebhinnekaan harus tetap terjaga. Dan jangan sampai menciderai Pancasila. Menciderai Pancasila sama saja mengoyak NKRI. Sekali lagi, Indonesia Negara hukum bukan Negara agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun