Mohon tunggu...
Bens
Bens Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Musafir Malam

Kata Hati Mata Hati ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

KH. Muslich: Jejak yang Terukir

24 Oktober 2019   10:02 Diperbarui: 24 Oktober 2019   12:53 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto: id.m.wikipedia.org

Bagi masyarakat Purwokerto, nama KH Muslich bukanlah asing. Tokoh agama kharismatik KH Muslich yang dilahirkan di desa Tambaknegara Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas tahun 1910 hidup di lingkungan pedesaan yang santri. Ayahnya bernama Hasan Basari dan ibunya bernama Sri Inten.

Seperti pada masanya, dia belajar Sekolah Rakyat, dan melanjutkan Madrasah Mambaul Ulum Solo hingga kelas sembilan.

Ketekunan beliau menjadi tekad yang kuat dengan siang harinya belajar di pesantren Sunniyah Keprabon Tengah dan malam harinya belajar mengaji al-Qur'an di Pesantren KH Cholil Kauman, uga belajar kitab fiqih di pesantren Keprabon dan Jamsaren.

Bukan itu saja, KH Muslich terus menelusuri ilmu belajar mengaji dan mondok di pesantren Bogangin Sampyuh, Leler Kebasen, Tebuireng-Jombang, Tremas Pacitan dan Krapyak Yogyakarta.

Sejarah mencatat ada zaman pergerakan kemerdekaan, KH Muslich menjadi anggota kepanduan SIAP (Syariat Islam Afdeling Pandu), waktu itu usianya baru 16 tahun.
Setelah itu menjadi anggota Pemuda Muslimin Indonesia dan menjadi anggota Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII).

Setelah HOS Tjokroaminoto meninggal dunia, bersama AM Sangaji, Mr Muhammad Roem dan H Agus Salim, KH Muslich dipecat dari PSII oleh Abikusno Tjokrosujoso.

Bersama teman-temannya yang dipecat kemudian ia mendirikan Gerakan Penyadar PSII yang dipimpin H Agus Salim.

Setelah gerakan penyadar tidak aktif, Muslich baru bergabung ke dalam pengurus cabang NU Cilacap, kemudian dipromosikan sebagai pengurus NU wilayah Jawa Tengah dan akhirnya dipromosikan lagi menjadi pengurus besar NU di Jakarta.

Sebagai kader yang militan, ketika NU bergabung dalam Masyumi (1946), KH Muslich ikut ke dalamnya dan ketika NU keluar dari Masyumi (1952) Muslich juga ikut keluar.
Juga ketika NU bergabung ke dalam PPP (1973), maupun ketika kembali ke khittah 1926.

KH Muslich lebih sangat memperhatikan pada dunia pendidikan dan akhirnya memutuskan untuk mengabdikan diri sebagai guru Madrasah Mambaul Ulum Puwokerto (1930), dan menjadi guru pada Kweekschool Islamiyah (1935) milik PSII Cabang Cilacap.

Pada tahun 1946 ia diangkat sebagai penghulu Kabupaten Cilacap, merangkap sebagai anggota tentara dengan pangkat Kapten atas restu Komandannya Letkol Gatot Soebroto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun