Mohon tunggu...
BEM FEUI
BEM FEUI Mohon Tunggu... -

Badan Eksekutif Mahasiswa \r\nFakultas Ekonomi\r\nUniversitas Indonesia\r\n\r\nMoving Through Collaboration!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dinamisasi Pergerakan untuk Keadilan

28 April 2013   23:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:27 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Tungga Dewi Winarno Putri

Tahukah anda mengenai gerakan “Sejuta dukungan untuk Bibit-Chandra”?, “Koin untuk Prita”? atau “gerakan melalui SMS, Twitter, dan Facebook yang berhasil mengumpulkan demosntran untuk menjatuhkan Mubarak hingga pemimpin Google ditangkap oleh rezim Mubarak?”. Pada situasi postmodernitas sekarang, dimana produk teknologi informasi semakin berkembang, konsumerisme menjadi berlebihan, serta mulai usangnya nasionalisme pada bangsa, terasa betul bahwa globalisasi membuat zaman semakin berubah. Jarak bukanlah menjadi kendala, ketika terdapat berbagai sarana dan prasarana yang dapat mengatasinya, salah satunya sosial media.

Perkembangan sosial media akhir-akhir ini, --khususnya yang dinikmati sejumlah kalangan muda, seperti Facebook, Twitter, Myspace, Wordpress dan beberapa domain dalam blog lainnya, seharusnya dapat dicermati sebagai pasar yang paling empuk untuk sejumlah kalangan mahasiswa. Untuk apa? Bukan hanya sekedar untuk membuncahkan “rasa galau dan unyu” yang memang sedang popular saat ini, tetapi sebagai salah satu sarana aras ruh pergerakan mahasiswa era postmodernitas.

Posisi mahasiswa adalah sebagai golongan intelektual, golongan yang dinilai menguasai masalah negeri ini. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa, ada tanggung jawab moral secara tersirat pada masing-masing pundak mereka mengenai pemecahan masalah-masalah yang menjadi sumber ketidakberesan bangsa. Konkretnya, mahasiswa STOVIA, gerakan Indische Partij, serta Soekarno yang dahulunya mahasiswa ITB, pernah melakukan pergerakan mahasiswa sebagai kontribusi mereka terhadap pemecahan masalah kepada negeri. Dengan tipe pergerakan zaman penjajah, mahasiswa dan pemuda masih bergerak secara tradisonal melalui perkumpulan-perkumpulan, grup diskusi, aksi turun kejalan, serta tulisan-tulisan yang dibuat. Sistem tersebut masih banyak diterapkan dewasa ini, namun terdapat unsur tambahan, yaitu teknologi yang semakin canggih yang mewarnai pergerakan mahasiswa zaman ini.

Sejak komputer dapat menghubungkan satu dan lainnya dengan hadirnya internet, jejaring sosial yang menyediakan beragam cara bagi pengguna untuk dapat berinteraksi, gerakan sosial media menjadi sebuah gerakan yang ditakutkan oleh sejumlah pemangku jabatan. Gerakan menentang Husni Mubarak pada salah satu sosial media yaitu Twitter, dinsyalir menjadi salah satu alasan persatuan gerakan besar yang dapat menuntut ketidakdilan yang terjadi di negerinya. Dengan hasthtag #Jan25, mengacu kepada komunikasi terhadap unjuk rasa besar-besaran pada 25 Januari lalu, pemerintahan Mubarak berhasil dibuat geram dan akhirnya memblokir situs jejaring sosial tersebut. Betapa hebatnya. Lalu, masih ingat di memori saya sekitar sebulan yang lalu, saat salah seorang calon Hakim Agung MA bernama Daming gagal menjadi calon hakim agung karena menjadikan kasus pemerkosaan sebagai bahan tertawaan karena pernyataannya saat fit and proper test di DPR bahwa: “...yang diperkosa dengan yang memerkosa ini sama-sama menikmati kok”. Calon Hakim Agung ini dinilai sangat tidak pantas untuk diloloskan menjadi Hakim Agung MA, dan akhirnya hal tersebut benar terwujud. Melalui sebuah gerakan sosial media bernama Change.org terkumpul 11.000 tanda tanda tangan menuntut pernyataan calon Hakim Agung Daming yang disebarkan di sejumlah dunia maya dan akhirnya berhasil membuat Daming meminta maaf di depan umum sambil tersedu-sedu serta berhasil menggagalkan beliau sebagai Hakim Agung MA.

Dengan relasinya yang begitu dekat dengan masyrakat, sosial media dianggap semakin mudah untuk dijadikan wadah pergerakan. Pekerjaan untuk para mahasiswa lah sebagai inisiator pergerakan mahasiswa untuk mengemas cara-cara yang unik dan menarik agar orang lain dapat ikut dalam pergerakan menuntut ketidakadilan. Penggunaan Twitter dan Facebook sebagai media propaganda, serta domain blog untuk pencerdasan lewat tulisan harus sangat dimaksimalkan dengan dikemas secara menarik agar pergerakan mahasiswa tidak dianggap sebagai suatu aksi yang kuno ditengah era globalisasi saat ini.

Pekerjaan rumah besar para mahasiswa sebagai agent of change dan agent of control suatu bangsa, yang sudah mengetahui tentang betapa pentingnya pergerakan mahasiswa bagi kebenaran dan keadilan yang sebesar-besarnya untuk kaum yang termarjinalkan untuk dapat menyadarkan yang lainnya mengenai betapa pentingnya bagi mahasiswa untuk bergerak membawa perubahan menuju arah yang lebih baik, dengan cara-cara kreatif sosial media yang dapat menarik minat khalayak. Agar kita tidak merasa bahwa kita bergerak sendiri, agar terdapat sinergisasi yang dapat memunculkan kumpulan gerakan mahasiswa besar yang tidak takut untuk terus menyuarakan kebenaran dan keadilan, agar kita dapat terus menyadarkan mereka yang tidak tercerahkan untuk terus, terus, dan terus membantu kontribusi kepada bangsa khususnya dengan melakukan pergerakan untuk negeri ini, “because to stand in silence, when they should be protesting makes cowards out of men” – Abraham Lincoln.

Referensi:

http://edukasi.kompasiana.com/2013/01/06/jejaring-sosial-dan-gerakan-sosial-522027.html

https://www.change.org/id

Penulis merupaka Wakil Kepala Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEUI 2013

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun