Mohon tunggu...
Bayu Aristianto
Bayu Aristianto Mohon Tunggu... Dosen -

"Try to be great person, it's time to do it" change the world, with you opinion

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review Film] Batas Antara Realitas dan Virtualitas

16 Agustus 2017   13:26 Diperbarui: 18 Agustus 2017   08:12 868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cukup banyak film-film yang menghadirkan perpaduan dilematis antara realitas nyata dengan fantasi kehidupan virtual, diantaranya The Truman Show(Peter Weir,1998) maupun Edtv (Ron Howard,1999). Mengusung tema tidak jauh berbeda dengan fim-film terdahulu The Circlefilm garapan sutradara James Ponsoldt (berdasarkan novel Dave Eggers) berupaya membawa pesan baru, ketika media sosial tidak hanya medium mengabarkan dan membagikan informasi, namun mampu menguak sekat-sekat pemisah jarak dan waktu, bahkan menampilkan setiap prilaku diri secara realtimemelalui kemajuan visualisasi modern.

Faktanya film ini cukup ambisius, dimana James Ponsoldt tidak hanya berbicarakan pada ruang keniscayaan kemajuan teknologi semata. Akan tetapi mulai menyajikan pilihan akan kontradiksi, dimana media sosial selama ini hanya diidentikan sebagai perangkat/transmisi berbagi informasi sosial maupun privat, walaupun berbagai informasi hanya terkonfirmasi secara subyektif dan minim proses verifikasi berbasis skala kebenaran faktual. 

Padahal di sisi sebaliknya sesungguhnya media sosial mampu ditansformasikan sebagai sebuah nilai universal bernama "Transparansi dan Kebebasan akses informasi"  dan kerahasiaan informasi dapat dikatakan sebagai sebuah "kejahatan". Titik "keterbukaan informasi" inilah yang kemudian diolah secara serius oleh James Ponsoldt, bahwa media sosial apapun brand(citra pemasarannya/nama) hakekatnya memberikan perspektif baru akan hak asasi manusia atas keterbukaan informasi.

Dibintangi sederet aktor & atris ternama, Tom Hanks (Eamon Bailey), Emma Watson (Mae), John Boyega (Ty), hingga almarhum Bill Paxton (Vinnie), tidak kurang the circleakan memanjankan rindu dengan kembali berkolaborasinya Tom Hanks dan Bill Paxton yang sebelumnya sukses melalui film Apollo 13. Glenn Kenny  editor majalah The New York Timespun mengutarakan bahwa the circledidedikasi kepada aktor kawakan Bill Paxton yang meninggal dunia pada Februari 2017 lalu.

Mae (Emma Watson) seorang wanita muda, awalnya "hanya" bekerja pada perusahaan lokal, kemudian memilih pindah untuk mengejar impiannya bekerja diperusahaan global berbasis pengembang program sistem komunikasi sosial, The Circle.

Setelah melewati proses wawancara, Mae kemudian diterima sebagai karyawan baru (rockie).  Seiring berjalannya waktu, Mae membuktikan kemampuan bekerja secara baik sebagai seorang rockie(karyawan baru). Hingga pada suatu malam, Mae menemukan momentum/peristiwa dimana program the Circletelah menyelematkan hidupnya. Dibantu Eamon Bailey (Tom Hanks), CEO dan pendiri program circle, Mae memberanikan diri untuk "membuka" kehidupan diri dan keluarganya kepada circler(pengguna aplikasi the circle). Dari beranjak bangun pagi hingga tidur kembali (kecuali 3 menit dikamar mandi), sebuah kamera kecil di dadanya tidak pernah lepas, untuk menayangkan secara livekesehariannya.

Suasana menegangkan mulai terbangun saat Mae, akhirnya menjadi pujaan seluruh masyarakat global, dia pun secara tegas mengeluarkan pendapat bahwa setiap manusia memiliki hak dasariah untuk memperoleh segala bentuk informasi, dan ekslusivitasan informasi adalah kejahatan terhadap HAM. Mae berani mengutarakan bahwa keterbukaan diri mengilhami terbentuknya struktur sosial berdasarkan pada pilar demokrasi substantif, yaitu pilihan politis (elektoral).

Kritik mulai datang dari kedua orangtua Mae, Ayahnya Vinnie mengidap komplikasi penyakit skleorosis (diperankan Bill Paxton) dan Bonnie (Glenne Headly) ibunya. Namun sayang film ini kurang memberikan keintiman relasi antara komunikasi Mae dengan kedua orangtuanya. Mae pun terkesan menafikkan privasi kehidupan keluarganya, demi memperjuangkan idealisme the circle

"Kebebasan dibatasi oleh kebebasan orang lain", sampai kapanpun isu keterbukaan dan privasi, akan selalu mempengaruhi setiap alur nalar pemilik kuasa untuk menciptakan suatu kebijakan. Demokrasi subtantif menawarkan bahwa setiap manusia sedari awal memiliki hak politis menentukan pemimpinnya, namun jika akhirnya ada program berbasis aplikasi media sosial mampu menjembatani antara hak elektoral manusia dengan hak atas keterbukaan terhadap akses informasi walaupun mengesampingkan hak privat, hanya akan melahirkan sebuah tanda tanya besar, Apakah demokrasi hanya akan mengorbankan prinsip privasi? Film ini lah jawabannya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun