Mohon tunggu...
Fahdi Batara Harahap
Fahdi Batara Harahap Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Modal Sosial Gotong Royong

1 Mei 2011   01:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:12 1847
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Istilah gotong royong hampir kita temuidi semua lapisan masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia yang majemuk dengan beragam adat ternyata hampir semuanya memiliki istilah yang maknanya sama dengan gotong royong. Misalnya di Jawa kita kenal dengan istilah holo pis kuntul baris, di Riau dikenal dengan istilah batobo, di Bali dengan istilah Ngayah, Tapanuli dengan istilah dalihan na tolu, Batak Karo dengan istilah raron, pada masyarakat Maluku dengan istilah Palu gandhong dan Minahasa dengan istilah Mapalus. Secara sederhana gotong royong dapat kita artikan bekerja bersama sama dalam menyelesaikan pekerjaan dan secara bersama sama menikmati hasil pekerjaan secara adil, yang dilakukan tanpa pamrih secara sukarela menurut kemampuan masing masing.

Gotong royong setidaknya mengandung makna adanya tindakan bersama, adanya tujuan bersama, adanya tindakan untuk mengatur diri dan dilakukan secara berdaulat.Dengan kata lain sikap gotong royong ini memiliki nilai moral ikhlas untuk berpartisipasi, kebersamaan dan saling bantu antar sesama. Pada tahap inilah secara tidak langsung gotong royong mengajarkan kita pada nilai kesetaraan, keadilan, dan kebersamaan dalam memecahkan masalah. Jika kita teliti lebih mendalam gotong royong merupakan modal sosial yang telah dimiliki bangsa ini sejak jaman dulu karena hampir disemua masyarakat adat memiliki makna yang sama dengan gotong royong. Modal sosial ini jugalah yang menjadi inspirasi para pejuang kita untuk bersama sama mengusir penjajah dari negeri ini. Tidak berlebihan jika kemudian Soekarno menyebut gotong royong merupakan perasaan dari dasar Negara Pnacasila karena semangat dan institusi gotong royong telah menjadi bagian dari kehidupan sehari hari pada hampir seluruh suku bangsa atau masyarakat adat di negeri ini.

Pertanyaan kemudian yang muncul adalah apakah modal sosial ini telah dimanfaatkan secara optimal bagi kemajuan bangsa ini. Banyak Negara yang bisa berkembang dengan maju hanya dengan menguasai asset material (sumber daya alam) lebih sedikit, seperti Jepang dan Korea Selatan. Kuncinya adalah dengan tidak meninggalkan identitas budaya mereka. Mereka maju dan modern tapi tetap berpijak pada nilai nilai budaya yang mereka miliki, mereka tidak lari atau meninggalkan budaya mereka. Dalam hal inilah sebenarnya gotong royong bisa kita jadikan pintu masuk bagi pemberdayaan masyarakat melalui penguatan energy kolektif masayarakat. Masyarakat harus dikutsertakan dalam setiap proses pembangunan dan melalui pintu gotong royong itulah pembanguan akan lebih cepat terlaksana dan lebih murah tapi bisa awet. Logikanya ketika masyarakat disertakan sejak awal, maka masyarakat juga akan merasa memiliki setiap proses pembangunan, dan ketika rasa memiliki telah ada maka masyarakat akan turut serta menjaganya.

Sebuah contoh ketika masyarakat diikutsertakan daalam proses pembangunan adalah program marsipature hutana be yang dicanangkan di Sumatera Utara oleh Alm Gubsu waktu itu Raja Inal siregar tgl 24 Desember 1989. Ungkapan itu dari bahasa Batak yang artinya membangun desa atau kampung masing masing. Terkesan mementingkan kampung masing masing, tapi intinya program itu mengingatkan orang Batakyang di perantauan agar kembali pada sifat kegotong royongan membangun kampung secara bersama sama. Hasil dari program itu ternyata luar biasa sambutannya dari masyarakat dan dibuktikan salah satu contoh banyaknya dibangun sekolah sekolah “plus” oleh para perantau dikampung halamannya. Pada masyarakat Jawa misalnya dikenal istilah rukun agawe santoso, orah agawe bubrah (rukun dan bersatu akan membawa kejayaan sedangkan perpecahan membawa kehancuran). Dari istilah inilah semangat gotong royong itu telah menjadi nadi kehidupan masyarakat adat kita.

Sikap gotong royong inilah yang harus kita pelihara terus, karena sikap ini merupakan identitas bangsa ini dan jika dioptimalkan bukan tidak mungkin akan menjadi kekuatan pendorong bagi kemajuan bangsa ini. Kita tidak boleh terlena lagi hanya dengan mengdepankan kemajuan budaya material dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (memacunya dengan hutang luar negeri,menguras sumber daya alam) tapi lupa kita berpijak dimana. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tetap bertumpu pada kekuatan sosio budaya bangsa itu. India, Jepang, Cina adalah sedikit contoh dari bukti dimana bangsa itu menjadi besar dan disegani karena mereka tidak meninggalkan identitas budaya yang mereka miliki. Suatu bangsa yang lebih memilih mengitimasi adat istiadat atau sosio budaya atau menjadi subordinatsosio budaya bangsa lain akan kesulitan berkembang menjadi bangsa yang besar dan kuat, mandiri dan disegani bangsa lainnya. Akankah bangsa ini menjadi besar hanya karena jumlah penduduk yang banyak dan luasnya wilayah geografis, atau menjadi besar karena masyarakat yang berkeadilan sosial, bermartabat dan beradab. Gotong royong adalah salah satu modal sosial menuju bangsa Indonesia yang tbesar dan terhormat dalam pergaulan masyarakat dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun