Mohon tunggu...
Bataona Noce
Bataona Noce Mohon Tunggu... Freelancer - Aku... Nanti, kalian akan mengenaliku di sana....

Mencintai bahasa dan sastra, seperti mencintai dirinya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

'Cintaku di Lembata' Perspektif Sastra dan Pariwisata

4 Mei 2017   22:33 Diperbarui: 4 Mei 2017   23:41 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cinta mengawali segalanya. Cinta jugalah yang membuat Sari Narulita kembali lagi ke Lembata setelah perjalanan pertamanya sekitar tahun 2014 yang lalu. Berkat perjalanan inilah Sari Narulita jatuh cinta akan sosok Lembata dalam segala sisi. Cintanya tersebut kemudian melahirkan sebuah buku (novel) yang berjudul "Cintaku di Lembata" yang diterbitkan oleh Gramedia. Secara sederhana Sari Narulita mengisahkan ceritanya dengan begitu luar biasa, dan banyak pihak yang mengapresiasi karya yang luar biasa ini.

Menanggapi hal itu, beberapa pihak termasuk penulis sendiri memutuskan untuk mengkaji lebih dalam lagi buku tersebut. Mereka menyadari bahwa adanya kekayaan luar biasa yang diungkapkan dalam novel ini, tidak hanya sebuah kisah romantika antara Gringo dan kayla (dua tokoh utama dalam novel), tetapi adanya unsur sastra yang sekaligus merangkul dunia pariwisata. Kamis, 04 Mei 2016, di ruang Diskusi Perpustakaan MPR-RI Nusantara VI, Jakarta Selatan, di adakan sebuah acara yang diberi tajuk 'Bedah Buku Bersama Wakil Rakyat' dengan membedah buku 'Cintaku di Lembata' dalam perspektif sastra dan pariwisata; yang merekatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia disertai dan didukung juga dengan pameran Fotografi Pulau Lembata karya Harri Daryanto, dkk dari Asosiasi Fotografer Indonesia (AFI).

Bedah buku ini dibahas oleh tiga orang pembahas yang sangat luar biasa, yaitu oleh Dr. Ir. Hetifah Syaifudian (anggota DPR-RI), Alexander Aur (Sastrawan dan dosen mata kuliah humaniora) dan Ratna Suranti (dinas pariwisata), dengan moderator Henry Stephen Sabari. Mendengar latar belakang tiap pembahas saja sudah memberikan suatu kepuasan tersendiri. Alexander Aur sebagai putera Lembata sangat mengappresiasi karya ini. "Pertama kali melihat dan membaca buku ini di deretan buku baru di toko buku Gramedia di Mall Serpong saya langsung merasa tertarik... mungkin karena saya lahir di Lembata...." tutur Alexander Aur mengagumi karya ini. Alexander Aur sangat menekankan tentang suatu objek wisata NTT, khususnya Lembata yang tidak didapatkan di manapun di dunia ini. Terdapat dua aspek penting dalam pariwisata, yaitu profitable dan hospitable, namun aspek hospitalitas inilah yang membuat banyak orang yang pernah ke Lembata akan jatuh cinta dan berusaha untuk mendantanginya kembali.

Pembicara kedua yaitu Ratna Suranti juga menjunjung tinggi karya ini. Sebagai salah satu yang berada bersama dalam rombongan perjalanan pertama Sari Narulita ke Lembata terkejut akan hadirnya karya ini. Menurutnya Sari Narulita  menghadirkan cerita atau kisah di mana dia tidak bersama orang lain, namun lebih ketika dia berada dalam kesendiriannya. Segala suka duka yang berbuah kepuasanlah yang banyak menginspirasinya untuk menulis karya ini. "Pariwisata dan sastra seperti sebuah mata uang logam yang memiliki dua sisi dan tidak terpisahkan", terangnya. Keterkaitan inilah yang yang membuat peristiwa budaya itu terjadi di mana adanya pertemuan antara orang yang mendatangi dengan orang yang didatangi (tentu dengan budaya dan aktivitas keseharian yang berbeda pula). Pariwisata itu tidak akan diketahui dan tentunya tidak akan menarik kalau tidak diceritakan, 'Tell the story' katanya. Dan dalam cerita itu akan ditemukan interpretasi akan sebuah daerah wisata, bukan informasi daerah wisata. Pengalaman yang dialami dan dihadirkan dalam sebuah cerita yang menarik inilah yang disebut sastra, sebagai sebuah proses mimesis.

Pembicara ketiga merupakan seoran wakil rakyat. Ir. Hetifah lebih melihat dan mengappresiasi "Cintaku di Lembata' sebagai sebuah usaha untuk memotivasi banyak kaum perempuan untuk mengekpresikan dirinya. Ir. Hetifah lebih tertarik untuk membagun NTT sebagai sebuah daerah pariwisata, namun katanya yang pertama-tama perlu dibangun adalah manusianya, sumber daya manusianya. "Jangan bilang kita berhasil membangun NTT, kalau manusianya belum dibangun" katanya.

Acara bedah buku ini berlangsung dari pukul 13.00 - 15.00 dan dihadiri dengan begitu banyak orang yang begitu antusias mendalami dunia sastra dan pariwisata itu sendiri. Semoga buku ini dapat hadir sebagai salah satu (lagi) karya seni yang dapat membuka wawasan dunia akan wisata Lembata yang begitu menarik.

Oh iya... hanya tambahan atau mungkin juga catatan, bahwa Lembata merupakan sebuah pulau yang berdiri sendiri dalam satu Kabupaten yang berada di Nusa Tenggara Timur (NTT). Ingin mengenal seperti apa Lembata dan ada apa yang menarik di Lembata, jalan terbuka lebar bagi para wisatawan. Atau kalau terhambat perihal biaya, buku "Cintaku di Lembata" mungkin dapat mewakili.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun