Mohon tunggu...
Very Barus
Very Barus Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Writer, Traveler, Photographer, Videographer, Animal Lover

Mantan jurnalis yang masih cinta dengan dunia tulis menulis. Sudah menelurkan 7 buah buku. Suka traveling dan Mendaki Gunung dan hal-hal yang berbau petualangan. Karena sejatinya hidup adalah sebuah perjalanan, maka berjalannya sejauh mana kaki melangkah. Kamu akan menemukan banyak hal yang membuat pikiran dan wawasanmu berbicara. Saya juga suka mengabadikan perjalan saya lewat visual. Anda bisa menyaksikannya di channel Youtube pribadi saya (www.youtube.com/verybarus). Saya menulis random, apa yang ingin saya tulis maka saya akan menulis. Tidak ada unsur paksaan dari pihak mana pun. Selamat membaca!

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ketika Kampung Kumuh Disulap Menjadi Kampung Warna Warni

21 September 2017   10:37 Diperbarui: 21 September 2017   11:40 1348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertama kali melihat foto kampung warna warni di Instagram. Waktu itu gue langsung penasaran pingin mengunjungi kampung tersebut. Bagi gue, warna warninya itu sangat menggoda hati untuk bisa melihat langsung.  

Kebetulan, pada waktu yang hampir bersamaan, gue mendapat kesempatan mengunjungi kota Malang, untuk mendaki gunung Bromo. Tidak ayal lagi, salah satu TO DO LIST yang wajib dikunjungi selain Bromo  adalah Kampung Warna Warni.

Sebelum menjadi kampung wisata Warna Warni yang sejak setahun ini menjadi kampung nge-hits di kota Malang, kampung ini dulu dikenal sebagai Kampung Jodipan. Kampung kumuh yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Kampung kumuh ini dianggap kampung yang siap digusur oleh pemerintah. Karena lahan yang ditempat penduduk tersebut merupakan lahan Negara yang dilarang untuk menjadi lahan hunian. Maklumlah, kampung ini berada di pinggiran sungai Berantas yang kalau sedang musim hujan sering terjadi banjir. Oleh karena itu, penduduk di kampung ini konon katanya bakal diungsikan ke tempat yang layak huni yaitu Rumah Susun yang tengah dalam proses pembangunan.

Pertama kali menginjakkan kaki ke Kampung ini, gue langsung tersenyum bahagia. Gimana tidak? Karena apa yang gue lihat di foto sama persis dengan aslinya. Bahkan tumpukan warna-warni disetiap bangunan membuat setiap mata yang melihat langsung terpesona. Gue sempat berpikir, ide si pembuat kampung ini menjadi warna-warni sangat brilliant. Patut diacungin JEMPOL!   

Pagi itu, banyak pengunjung yang mulai berdatangan. Segerombolan anak sekolah berduyun-duyun masuk ke kampung yang hanya memiliki 3 RT itu. Selain itu, beberapa keluarga kecil juga datang bersama anak-anaknya. Mungkin untuk memperkenalkan ke anak-anak mereka tentang kampung itu. Sebelum bebas menjelajahi dan foto-foto narsis di setiap sudut kampung tersebut, anda harus membayar retribusi sebesar Rp.2000 saja. Tujuannya dipungut retribusi semata-mata untuk biaya kelestarian "warna" di kampung tersebut. Uang yang terkumpung akan dialokasikan untuk biaya ngecat dan juga biaya kebersihan kampung.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Setelah membayar tiket masuk, gue pun mulai menelusuri setiap sudut gang-gang kecil di kampung tersebut. Semua serba berwarna hingga ke selokan-selokan kecil pun. Tidak ada sudut yang terlewatkan dari warna. Hebatnya lagi, warna-warna yang dipakai untuk ngecat kampung tersebut sengaja dipilih warna yang "hidup". Mungkin tujuannya selain menciptakan warna-warni yang bright, juga warna tersebut sangat Fotogenik. Ya, warnanya sangat menawan saat difoto.  Gue pun tidak mau ketinggalan foto-foto narsis di beberapa spot yang menurut gue menarik dijadikan background.

Saat gue dan pengunjung lainnya sibuk mengekspolore kampung, penduduk setempat tetap melakukan aktivitas mereka seperti biasa tanpa terusik dengan banyaknya orang berlalu lalang di kampung mereka. Mungkin mereka mulai terbiasa dengan banyaknya pengunjung mendatangi kampung mereka.

"Awalnya sempat risih dan heran. Kok banyak yang datang ke kampung kami. Tapi, lama kelamaan jadi terbiasa." Ucap rekan si ibu.

Menurut seorang ibu penjaga tiket masuk, setiap hari pasti ada saja pengunjung yang datang ke kampung mereka. Tapi, waktu weekend merupakan saat yang paling ramai pengunjung datang ke kampung mereka. Konon katanya jumlah pengunjung yang datang  melebihi 100 orang. Bahkan, tidak jarang turis-turis manca negara berduyun-duyun mendatangi kampung ini lengkap dengan "senjata" narsis alias kamera dan video. Ya, nggak usah turis asing deh. Gue saja melengkapi senjata gue dengan kamera dan Gopro. Ya, supaya foto yang gue dapat sempurna. Untung gue nggak bawa drone ya... hehheheh

"Kami juga heran, kok turis-turis banyak yang datang ke kampung kami. Padahal kampung kami kan biasa-biasa saja." Ucap si ibu polos.

IDE MAHASISWA UMM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun