Pertama kali melihat foto kampung warna warni di Instagram. Waktu itu gue langsung penasaran pingin mengunjungi kampung tersebut. Bagi gue, warna warninya itu sangat menggoda hati untuk bisa melihat langsung. Â
Kebetulan, pada waktu yang hampir bersamaan, gue mendapat kesempatan mengunjungi kota Malang, untuk mendaki gunung Bromo. Tidak ayal lagi, salah satu TO DO LIST yang wajib dikunjungi selain Bromo  adalah Kampung Warna Warni.
Sebelum menjadi kampung wisata Warna Warni yang sejak setahun ini menjadi kampung nge-hits di kota Malang, kampung ini dulu dikenal sebagai Kampung Jodipan. Kampung kumuh yang berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas. Kampung kumuh ini dianggap kampung yang siap digusur oleh pemerintah. Karena lahan yang ditempat penduduk tersebut merupakan lahan Negara yang dilarang untuk menjadi lahan hunian. Maklumlah, kampung ini berada di pinggiran sungai Berantas yang kalau sedang musim hujan sering terjadi banjir. Oleh karena itu, penduduk di kampung ini konon katanya bakal diungsikan ke tempat yang layak huni yaitu Rumah Susun yang tengah dalam proses pembangunan.
Pertama kali menginjakkan kaki ke Kampung ini, gue langsung tersenyum bahagia. Gimana tidak? Karena apa yang gue lihat di foto sama persis dengan aslinya. Bahkan tumpukan warna-warni disetiap bangunan membuat setiap mata yang melihat langsung terpesona. Gue sempat berpikir, ide si pembuat kampung ini menjadi warna-warni sangat brilliant. Patut diacungin JEMPOL! Â Â
Pagi itu, banyak pengunjung yang mulai berdatangan. Segerombolan anak sekolah berduyun-duyun masuk ke kampung yang hanya memiliki 3 RT itu. Selain itu, beberapa keluarga kecil juga datang bersama anak-anaknya. Mungkin untuk memperkenalkan ke anak-anak mereka tentang kampung itu. Sebelum bebas menjelajahi dan foto-foto narsis di setiap sudut kampung tersebut, anda harus membayar retribusi sebesar Rp.2000 saja. Tujuannya dipungut retribusi semata-mata untuk biaya kelestarian "warna" di kampung tersebut. Uang yang terkumpung akan dialokasikan untuk biaya ngecat dan juga biaya kebersihan kampung.
Saat gue dan pengunjung lainnya sibuk mengekspolore kampung, penduduk setempat tetap melakukan aktivitas mereka seperti biasa tanpa terusik dengan banyaknya orang berlalu lalang di kampung mereka. Mungkin mereka mulai terbiasa dengan banyaknya pengunjung mendatangi kampung mereka.
"Awalnya sempat risih dan heran. Kok banyak yang datang ke kampung kami. Tapi, lama kelamaan jadi terbiasa." Ucap rekan si ibu.
Menurut seorang ibu penjaga tiket masuk, setiap hari pasti ada saja pengunjung yang datang ke kampung mereka. Tapi, waktu weekend merupakan saat yang paling ramai pengunjung datang ke kampung mereka. Konon katanya jumlah pengunjung yang datang  melebihi 100 orang. Bahkan, tidak jarang turis-turis manca negara berduyun-duyun mendatangi kampung ini lengkap dengan "senjata" narsis alias kamera dan video. Ya, nggak usah turis asing deh. Gue saja melengkapi senjata gue dengan kamera dan Gopro. Ya, supaya foto yang gue dapat sempurna. Untung gue nggak bawa drone ya... hehheheh
"Kami juga heran, kok turis-turis banyak yang datang ke kampung kami. Padahal kampung kami kan biasa-biasa saja." Ucap si ibu polos.
IDE MAHASISWA UMM