Mohon tunggu...
Ibnu Dawam Aziz
Ibnu Dawam Aziz Mohon Tunggu... lainnya -

pensiunsn PNS hanya ingin selalu dapat berbuat yang dipandang ada manfaatnya , untuk diri,keluarga dan semua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Secuil Kisah buat Pak Tito Karnavian (dari Seorang Tua yang Hanya Bisa Menangis Sedih)

21 Januari 2017   07:25 Diperbarui: 4 April 2017   17:11 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi

Saya lahir pada 3 Juni 1948, memang saya belum merasakan perjuangan fisik, tapi cerita Ibunda masih melekat  ketika saya kanak-kanak, belum tujuh hari saya lahir sudah diajak mengungsi ke tebing Sungai Praga.

Dari tebing Kali Praga itu ibunda melihat asap hitam mengepul sambil menangisi rumah kami yang dibakar Belanda. Rumah yang merangkap jadi DAPUR UMUM pejuang Hisbullah yang bermarkas diperbatasan Jogya –Magelang.

Dari Ibunda pula cerita ini lekat dihati, saat Belanda telah keluar meninggalkan jejak puing-puing rumah kami dan beberapa rumah lain. Ketika Ayahanda mengajak kami pulang ke rumah yang telah rata dengan tanah. Tiba – tiba datang seorang perempuan tetangga yang rumahnya juga terbakar, menangis dikaki ibunda dan menceriterakan apa yang terjadi.

Belanda memang datang sengaja mencari rumah kami, setelah beberapa hari sebelumnya ada beberapa regu PETA yang mampir ke markas Hisbullah, rumah kami dalam perjalanan menuju Jogya. Belanda datang diantar seorang Cina yang membuka warung didekat Kecamatan, seingat saya kata Ibunda namanya Babah Gentong.

Belanda datang dengan garang mencari dan menanyai setiap penduduk yang dijumpai : “ Mana markas anjing bullah” - Babah Gentonglah yang menunjukkan rumah Ayahanda sebagai Markas Hizbullah.

Cerita ini belum selesai, tapi meloncat pada tahun 1964, saat itu saya sudah SMP sepulang sekolah berkunjung ke Kakak angkat saya yang semula saya anggap kakak Kandung. Dia hanya berpangkat KOPRAL salah satu dari Lasykar Hizbullah yang berhasil lolos sebagi TNI walaupun hanya berpangkat KOPRAL.

Diruang tengah diatas pintu masuk keruang belakang terbentang sebuah BENDERA MERAH PUTIH dipajang ditengah ruangan. Bendera Merah Putih bertuliskan Kalimah Tauhid dan sepasang pedang bersilang.

Pak Tito Karnavian, Bendera yang saya lihat itu adalah bendera kebanggaan kakak angkat saya yang akan dibela sampai titik darah penghabisan. Bendera yang selalu berkibar di medan juang bersama Kakak Angkat Saya.

Bendera yang saya lihat, diujungnya ada warna kehitaman yang mengantarkan saya pada cerita heroic pengalaman PERJUANGAN Kakak Angkat saya yang Berjuang untuk Indonesia Merdeka. Bendera Merah Putih dengan tulisan kalimah Tauhid dan pedang bersilang yang dihiasi warna kehitaman dari darah yang mengering.

Pak TITO KARNAVIAN, bendera yang saya lihat di rumah Almarhum Kakak angkat saya tahun 1964 persis seperti apa yang saya lihat di dunia maya saat ini, yang dibawa dan dikibarkan bersama Lasykar Pembela Islam dari FPI. Itu bukan sebuah penghinaan tapi sebuah ungkapan kebanggaan atas perjuangan umat Islam dalam mempertahankan Sang Merah Putih Bendera NKRI.

Sungguh sangat menyedihkan bahwa symbol perjuangan Hizbullah yang digunakan oleh Barisan Keamanan Rakyat ( BKR ) cikal bakal Tentara Nasional Indonesia telah DIKRIMINALISASIKAN.  Kebanggaan Para pejuang Kemerdekaan telah di Nistakan ketempat yang paling nista.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun