Pembunuhan antar kaum satu dengan lainnya, terjadi dimana – mana. Apakah itu dilakukan terhadap laki - laki, perempuan baik tua maupun muda, anak - anak, bahkan terhadap bayi sekalipun. Disamping itu juga merebak keburukan – keburukan diantaranya : perjudian, madat dan mabuk muncul dimana – mana. Penjarahan terjadi dimana – mana. Perkosaan terjadi dimana – mana, baik terhadap perempuan dewasa maupun dibawah umur. Pengrusakan terjadi dimana - mana, pembakaran terjadi dimana – mana.
Disisi lain, saling caci, saling hujat, saling menyalahkan, saling hasut dikobarkan dari satu kaum ke kaum yang lain. Dengan tujuan untuk berebut pengaruh dikala itu. Dalam situasi dan kondisi seperti itu, mereka yang merasa kuat lalu mengangkat dirinya sebagai penguasa. Dengan membuat peraturan sedemikian rupa, untuk pembenaran perbuatannya. Bahkan tak jarang sang penguasa mengangkat dirinya sebagai penguasa alam, yang berwenang atas hidup dan matinya seseorang yang dikehendaki.
Demikian diriwayatkan dizaman ke Nabian dahulu, untuk menggambarkan betapa rendahnya akhlak manusia dikala itu. Padahal mereka tahu, telah ada perintah dan petunjuk Tuhan melalui Taurat yang disampaikan Nabi Musa As. Zabur yang disampaikan Nabi Daud As. Dan Injil yang disampaikan Nabi Isa As. Namun kesemuanya diingkari, demi kepuasan diri sendiri dan kaumnya. Situasi dan kondisi sebagaimana diuraikan tersebut, dikenal sebagai zaman jahiliyah atau zaman gelap gulita, orang menyebutnya.
Dalam situasi dan kondisi demikian, melalui malaikat Jibril diturunkan Wahyu Al Qur’an dan Muhammad diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Dengan tugas amat berat, yaitu mengentaskan manusia dari zaman kegelapan menuju cahaya terang benderang. Surat Ibrahim ayat 1. Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.Apakah dalam penyebaran Al Qur’an, yang pada dasarnya adalah perintah dan petunjuk Tuhan tersebut dengan serta merta diterima baik, oleh umat dikala itu? Sama sekali tidak!
Dikisahkan ketika Nabi Muhammad,SAW. menyebarkan agama Islam, tidak sedikit rintangan dan tantangan yang harus Beliau hadapi. Bahkan peperangan antar Beliau dan pengikutnya dengan kaum penentangnya, tidak dapat dihindarkan lagi. Mengapa hal ini terjadi? Karena memang dimasyarakat sudah lama berkembang perbuatan - perbuatan yang menurut anggapan mereka sudah benar, sesuai dengan aturan yang mereka buat sendiri.
Karena itu ketika datang perintah dan petunjuk Tuhan ( Al Qur’an ) yang membawa kebenaran hakiki, dengan tujuan memperbaiki akhlak masyarakat yang sudah rusak; Dan menuntun manusia menuju cahaya terang benderang, dianggapnya suatu penghalang bagi mereka, dalam melakukan perbuatan - perbuatan yang selama itu mereka lakukan. Karena itulah, mereka menentang Nabi dan pengikutnya habis habisan. Bahkan dengan mengangkat senjata, sehingga akhirnya dalam penyebaran agama Islam dikala itu, banyak terjadi peperangan yang dialami Nabi. Diantaranya perang Badar, perang Uhud dan lain-lain.
Beliau berkata kepada sahabat, ketahuilah bahwa sesungguhnya peperangan yang pernah kita alami itu merupakan peperangan kecil. Sedangkan peperangan yang sesungguhnya, dan amat berat adalah memerangi hawa nafsu yang ada dalam diri kita sendiri. Mari dirasakan, mungkinkah seseorang dapat memerangi hawa nafsu, sedang orang tersebut tidak menyadari atau tidak mengetahui, kalau didalam dirinya bersemayam hawa nafsu? Tidak mungkin. Konsekuensi kalau sampai gagal memerangi hawa nafsu, sudah barang tentu hidup didunia ini akan dikendalikan hawa nafsu. Yang hakekatnya berkiprah atas kendali iblis, setan dan sebangsanya, kecuali nafsu yang dirahmati Allah. Sebagai pengikut Nabi hendaklah memposisikan sabda Nabi Muhammad SAW. sebagai perintah yang wajib dilaksanakan. Sebagai ground breaking, dimulainya pembangunan pondasi kokoh dalam diri penganut Islam. Sehingga dapat memposisikan Al Qur’an sebagai pedoman hidupnya.
Ruh yang ditiupkan kedalam jazad atau wadag manusia, langsung berasal dari Yang Maha Suci. Karena itu manusia memiliki sifat – sifat layaknya Yang Maha Suci. Sabda tadi hakekatnya, mengingatkan kepada pengikut Nabi, agar menjaga kesucian dan memberi ruang gerak yang seluas – luasnya kepada Dzat yang ada dalam wadag manusia; Agar selalu menyinari setiap tingkah laku, perbuatan dan tutur kata sehari – hari. Sekaligus mempersempit dan bahkan menutup ruang gerak hawa nafsu, yang berkiprah atas kendali iblis.
Untuk menggali dan memahami sabda Nabi tersebut, secara berkelanjutan disajikan artikel dengan judul SIAPA AKU. Sebuah pertanyaan untuk menjawab atas sabda Nabi Kenalilah dirimu niscaya mengenal Tuhanmu (Arab = “man arofa nafsahu wakot arofa robbahu”). Kajian atas SIAPA AKU, mudah - mudahan dapat menginspirasi dan menjadi tuntunan dalam membangun generasi bangsa berakhlak mulia dan berbudi luhur. Boleh juga dikatakan sebagai langkah nyata untuk merevolusi mental (maaf meminjam istilah Presiden bapak Joko Widodo), karena memang kenyataannya sikon saat ini ada yang berpendapat melebihi jelleknya akhlak orang - orang jaman jahiliyah.
Terima kasih dan salam hormat.