Mohon tunggu...
Bang Aswi
Bang Aswi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger Bandung | Kompasianer Bandung

Seorang penggila olahraga, tukang ulin, dan desainer yang menggemari dunia kepenulisan. Aktif sebagai pengurus #BloggerBDG dan konsultan marketing digital | Kontak: bangaswi@yahoo.com | T/IG: @bangaswi ... ^_^

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Belanja Lebaran dengan Pembayaran Non Tunai

15 Mei 2019   14:50 Diperbarui: 15 Mei 2019   15:07 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Panas. Suasana Bandung yang saban hari semakin terik saja. Melepuhkan aspal-aspal. Melelehkan plastik-plastik. Menguapkan keringat-keringat. Mengeringkan genangan-genangan. Mencipta bias fatamorgana pada permukaan jalan. Mencipta angan-angan. Bersama angin yang raib begitu saja. Menghilang. Lenyap. Terembuskan begitu saja. Menjadi ghaib. Kembali lagi menjadi awal. Berputar dan terus berputar.

Seorang perempuan tua duduk termangu. Pada lapaknya yang tidak jauh dari lapak-lapak pedagang kaki lima yang banyak berkumpul di pinggir jalan utama. Memenuhi trotoar yang tidak ada lagi ruang bagi pejalan kaki. Lapaknya selalu sepi; yang tampak berbeda jauh dari lapak-lapak lainnya dimana calon pembeli berjubel. Mungkin karena barang dagangannya yang 'second'. Mungkin karena rezekinya belum datang.

Seorang perempuan tua duduk termangu. Ketika seorang calon pembeli datang dan melihat-lihat barang-barang dagangannya yang hanya berupa pakaian, dari anak sampai dewasa. Sebagian tergantung dengan warna-warni dan model yang menarik. Sebagian lainnya bertumpuk pada lapak yang membukit. Tak ada yang baru dari dagangannya. Tapi semuanya layak untuk dijual. Layak untuk dipakai, bagi mereka yang mau menghargai.

"Berapa ini, Mbah?" tanya calon pembeli itu memperlihatkan sehelai baju. Mata tua perempuan yang duduk termangu berkilat, "Lima belas ribu." Calon pembeli terus memegang-megang. "Wahh ... kok mahal, Mbah. Lima ribu saja, ya?" Perempuan tua itu hanya tersenyum. Ia pun menggeleng. "Kalau tujuh ribu bagaimana?" Perempuan tua itu bangkit dari duduknya, lalu tubuhnya disenderkan. "Tiga belas ribu."

"Tujuh ribu lima ratus deh, Mbah. Tuh! Jahitannya saja sudah ada yang lepas satu." Perempuan tua itu kembali menggeleng. "Itu sudah murah. Saya cuma ngambil untung seribu lima ratus." Calon pembeli seperti tidak peduli, "Masa sih?" Baju yang ditawar ditentengnya terus, kemudian diletakkan begitu saja pada tumpukan baju yang membukit. Ia pun melihat-lihat pakaian lainnya yang menggantung. Memegang-megangnya, lalu pergi.

Seorang perempuan tua berdiri termangu. Ia menghela nafas panjang, dan setelah itu mulai merapikan kembali pakaian-pakaian yang tadi sudah dipegang-pegang dan dilihat-dilihat. Termasuk menggantungkan kembali sehelai baju yang sempat ditawar ke tempatnya semula. Lebaran sebentar lagi. Hari raya tinggal hitungan hari. Tepat lusa, semua umat Muslim akan berbondong-bondong ke tengah lapang untuk melaksanakan Shalat Ied.

SEKARANG ITU ZAMANNYA CASHLESS

Miris ya membaca cerita fiksi di atas. Meski fiksi, kisah di atas bisa jadi nyata pada kehidupan sehari-hari. Tidak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan kemakmuran belum merata. Masih ada orang yang terus berjuang untuk hari esok. Berpeluh dan berjibaku demi bisa lebaran dengan bahagia bersama keluarga tercinta. Sementara di pihak lain, masih ada orang-orang berduit yang terus saja menawar barang milik pedagang.

Meski bukan orang berduit, sosok itu mengakui bahwa zaman sekarang ini jauh lebih mudah dengan transaksi yang tidak harus menggunakan uang tunai. Pekerjaannya sebagai penulis lepas, membuatnya mau tidak mau harus menerima bayaran dan mengirimkan uang secara cepat. Kalau hanya mengandalkan ATM yang bisa jadi jauh dari rumahnya, tentu tidak efektif. Belum antriannya. Untunglah sekarang sudah ada mobile banking.

Beruntung sekali dia sudah menjadi nasabah BCA beberapa tahun ini. Transaksi transfer uang begitu amat membantunya karena posisinya selalu mobile. Hari ini masih di Bandung, minggu atau bulan depan bisa jadi sudah ada di luar Pulau Jawa. Begitu seterusnya. Meski dia dan istrinya selalu berjarak atas nama perjalanan dinas, tetapi pengiriman uang tidak boleh berjarak. Dengan adanya m-BCA, serasa memiliki ATM berjalan.

Lalu bagaimana dengan hal belanja? Sama saja. Jika biasanya berbelanja secara konvensional (menggunakan uang tunai) yang cenderung jadi kesulitan adalah membawa uang dalam jumlah cukup banyak dan ribet saat menerima uang kembalian. Uangnya jelek lah dan tentu saja uang receh yang selalu menimbulkan perdebatan baru. "Kembaliannya disumbangkan atau diganti permen?" Duh! Gak banget deh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun