Mohon tunggu...
Bambang Setyawan
Bambang Setyawan Mohon Tunggu... Buruh - Bekerja sebagai buruh serabutan yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Bekerja sebagai buruh serabutan, yang hidup bersahaja di Kota Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Modal Dengkul, Rintis Destinasi Wisata di Gunung Payung

26 September 2017   16:22 Diperbarui: 26 September 2017   19:26 6434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Top selfie di puncak gunung Payung (foto: dok pri)

Geliat wisata desa yang ada di wilayah Kabupaten Semarang, rupanya membuat warga Dusun Banjaran, Desa Kesongo, Kecamatan Tuntang tergerak untuk untuk membikin destinasi wisata. Kendati tak mempunyai modal materi, namun, mereka nekad berupaya sekuat tenaga guna mewujudkannya, berikut catatannya.

Gunung Payung yang terletak di Desa Kesongo, sebenarnya tidak layak dinamakan sebagai gunung. Pasalnya, ketinggiannya hanya berkisar 650 mdpl sehingga lebih pantas disebut bukit. Namun, karena predikat itu telah disandang sejak jaman baehula, maka masyarakat mempertahankannya hingga sekarang ini. Memang, untuk menuju puncaknya orang dipaksa melalui jalur yang menanjak tajam, masih ditambah selepas aspal melewati jalan tanah. Saat kondisi hujan, alamat pengendara sepeda motor perlu sedikit keahlian berakrobat.

Melewati akses seperti ini untuk ke lokasi (foto: dok pri)
Melewati akses seperti ini untuk ke lokasi (foto: dok pri)
Medan lumayan berat inilah yang membuat warga, khususnya anak- anak muda merasa tertantang membuat wisata alam. Dimotori mantan Kepala Desa Kesongo, yakni Ahmad Adroi alias Tembong, mereka bahu membahu untuk mewujudkannya. Celakanya, kondisi keuangan warga yang terletak di ujung aspal ini bisa dikatakan nol. Tak pelak lagi, otak mereka dipaksa berfikir keras. " Dimulai sejak tiga bulan lalu, kami memulai membenahi tempat ini," kata Pendi (25) anak muda yang membuka warung di obyek wisata Tribun Pandang Banjaran Kesongo (TPBK).

Pada awal merintis, puluhan anak muda yang berada di puncak Gunung Payung sengaja meratakan lahan. Saat kerja bakti itulah, muncul gagasan memanfaatkan bebatuan besar yang banyak teronggok di lokasi. Akhirnya batu- batu tersebut dipecah beramai- ramai dan dijual sebagai bahan fondasi bangunan. Hasil penjualannya dibelikan beragam bambu untuk mendirikan gubuk mau pun tempat selfie.

Batu belah yang dijadikan modal utama (foto: dok pri)
Batu belah yang dijadikan modal utama (foto: dok pri)
" Selain itu, batu- batu itu juga terkadang kami tukar dengan pasir untuk membenahi lokasi ini kan membutuhkan pasir cukup banyak," tutur Pendi yang diamini rekan- rekannya.

Karena minimnya dana , hingga tiga bulan berjalan TPBK kondisinya masih ala kadarnya. Kendati telah didirikan beberapa gubuk bambu beratap ilalang yang bisa untuk berteduh sekaligus selfie bagi pengunjung, namun, sarana dan prasarana pendukung lainnya masih perlu pembenahan. Dalam hal ini, warga sudah menyiapkan kamar kecil guna mengantisipasi pengunjung yang ingin buang air.

Sementara ini masuk gratis parkir juga gratis (foto: dok pri)
Sementara ini masuk gratis parkir juga gratis (foto: dok pri)
Pendi yang didampingi rekan-rekan rekannya mengibaratkan kerja keras mereka hanya modal dengkul. Di mana untuk memecahkan batu sekaligus mengangkatnya butuh pijakan kaki yang kokoh. Meski begitu, semangat mereka pantang surut.

Destinasi Wisata Gratis

Tekad warga Dusun Banjaran untuk mewujudkan destinasi wisata alam di perkampungan yang berada di ujung aspal ini, sepertinya layak diapresiasi. Meski harus bersusah payah mengumpulkan bebatuan, mengangkut material bambu ke lokasi. Kegigihan mereka terlihat saat sore hari, semisal hujan tak mengguyur, mereka tetap getol memecah bebatuan.

Hasil kerja keras tersebut bukannya tanpa kendala, sebab, tak sedikit warga yang berseberangan menentang niat baik ini. Namun, hal itu diabaikan oleh anak- anak muda yang menginginkan kampungnya lebih dikenal. Mereka masa bodoh terhadap orang yang mengabaikan gagasannya. " Wajar kalau ada yang tak setuju, apa pun niat kita, pasti mengundang pro dan kontra," kata Pendi datar.

Seorang pengunjung bersantai di gubuk bambu (foto: dok pri)
Seorang pengunjung bersantai di gubuk bambu (foto: dok pri)
Meski jelas- jelas TPBK masih jauh dari kata sempurna, tetapi, saban hari mampu menjaring pengunjung antara 30- 50 orang. Sementara di hari libur bisa tembus 100 orang yang mayoritas datang dari kalangan anak muda. Tujuannya, selain menikmati pemandangan alam yang luar biasa, mereka juga getol mengambil gambar diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun