Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Ranjau Persepsi di Medsos

2 Juli 2017   10:32 Diperbarui: 3 Juli 2017   15:49 967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Alejandro Escamilaa on Unsplash

Saat seseorang menuliskan tentang dirinya di medsos, boleh jadi orang itu tengah mempersepsikan dirinya apa adanya; atau orang itu bermaksud menggiring persepsi orang tentang dirinya yang lain karena yang dia tuliskan sejatinya bukan sebuah kejujuran tentang dirinya. Di media sosial, semuanya memang dapat terjadi. Antara kebenaran dan ketidakbenaran membaur menjadi informasi yang semu bagi kita.

Menulis tentang diri sendiri sederhananya risiko ditanggung sendiri. Namun, menulis tentang orang lain, risiko dapat berimbas kepada orang itu, bahkan menjalar luas kepada keluarga dan sanak saudaranya. Inilah yang sering kali terjadi di media sosial. Sebuah informasi menjadi bias dan merugikan orang lain---menggelisahkan ketika kita menyadari justru ikut andil di dalamnya.

Persepsi itu berbahaya, bahkan jika kita mengikuti persepsi umum sekalipun ketika kita tidak tahu sebenarnya apa latar belakang seseorang melakukan sesuatu. Hal ini digambarkan Stephen Covey, penulis buku laris 7th Habits for Highly Effective People, lewat sebuah cerita di dalam bukunya itu.

Covey mengisahkan ketika Minggu pagi ia menumpang kereta bawah tanah di New Yorok.  Para penumpang duduk tenang, beberapanya membaca koran, dan beberapa lagi melamun serta ada yang menyandarkan dirinya untuk sekadar menutup mata. Suasana begitu tenang dan damai.

Lalu, tiba-tiba seorang pria dan anak-anaknya masuk ke gerbong kereta. Anak-anak itu bersuara keras dan ribut sekali. Sontak suasana tenang dan damai tadi berubah. Bapak anak-anak itu duduk di samping Covey dan memejamkan matanya seperti tidak peduli akan apa yang terjadi. Anak-anaknya pun makin menjadi-jadi, melempar barang, bahkan merampas koran yang sedang dibaca seorang penumpang.

Persepsi Covey sama dengan kebanyakan orang lain. Ia merasa pria yang menjadi bapak anak-anak ini tidak responsif terhadap apa yang terjadi. Covey mengalami kegelisahan sekaligus kegusaran sehingga tidak tahan lagi untuk menegur meski mencoba mengendalikan dirinya secara luar biasa, "Pak, anak-anak Anda sangat mengganggu orang. Apakah Anda tidak bisa sedikit pun mengendalikan mereka?"

Pria itu mengangkat dagunya seolah-olah tersadar untuk kali pertama dengan keadaan sekitarnya. Ia berkata perlahan, "Anda benar, Pak. Saya memang harus melakukan sesuatu. Tapi saya bingung. Kami baru saja pulang dari rumah sakit. Ibu mereka telah meninggal satu jam yang lalu. Saya tidak tahu lagi mau bagaimana dan mereka pun saya kira juga tidak tahu bagaimana menghadapi hal ini ...."

Kisah yang disebut Covey menyebabkan pergeseran paradigma kecil itu benar-benar mengubah drastis persepsi Covey terhadap si pria dan anak-anak itu. Berubah dari rasa jengkel dan sedikit amarah menjadi simpati dan empati luar biasa.

Orang-orang lain di luar kita memang terkadang melakukan sesuatu secara drastis di luar nalar kita sebaga orang awam ketika mereka menghadapi krisis yang mengancam. Dalam film Fate of the Furious (Fast & Furious 8), tokoh Dom tiba-tiba berbalik melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran setelah bertemu seorang wanita. Penonton dibuat bertanya-tanya mengapa Dom tiba-tiba malah berada di sisi gelap yang membahayakan dunia. Di pertengahan cerita, barulah persepsi penonton digeser ketika Dom dikisahkan menghadapi ancaman. Mantan kekasih dan anaknya akan dibunuh jika ia tidak mengikuti perintah.

Dalam kehidupan nyata kita mendapatkan beragam informasi dan peristiwa dari media sosial. Ada orang yang kali pertama mengunggahnya dan ingatlah bahwa orang itu mengunggah dengan persepsinya. Lalu, kita terpengaruh. Ikut berkomentar dan menyebarkan. Celakanya komentar kita adalah komentar negatif dengan menggunakan persepsi berdasarkan informasi seadanya. Kita sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang peristiwa dan orang yang dikomentari itu, bahkan tidak mengenalnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun