Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Indonesia "Negara Buku"

4 Juli 2015   13:47 Diperbarui: 4 Juli 2015   13:47 1268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih kurang seratus hari lagi perhelatan buku terbesar sejagat dimulai, tepatnya 14-18 Oktober 2015 di Frankfurt. Tahun ini adalah tahun istimewa karena Indonesia mendapat apresiasi sebagai tamu kehormatan. Indonesia mengusung tema 17.000 Islands of Imagination.

Jika berkunjung ke situs resmi Frankfurt Book Fair 2015, mulai tampak persiapan-persiapan menyambut Indonesia sebagai tamu kehormatan. Pesta buku ini adalah pesta para kreator, terutama penulis dan juga penerbit. Karena itu, Komite Nasional yang diketuai Goenawan Mohamad pun memboyong 70 orang penulis dan pekerja seni. Meskipun nama-nama yang dibawa belum resmi diumumkan, CNN Indonesia telah memberitakannya sembari menampilkan secarik kertas yang tampak jelas berisikan nama-nama tersebut. Ada nama-nama kondang, seperti Sapardi Djoko Damono, N.H. Dini, Djoko Lelono, Seno Gumira Adjidarma, A. Fuadi, Heri Hendrayana (Gol A Gong), Ayu Utami, Laksmi Pamuntjak, Eka Kurniawan, dan sederet nama lain.

Nama-nama yang terpilih adalah atas pertimbangan Komite Nasional yaitu Komite Buku (ada beberapa komite yang bertugas), termasuk juga buku-buku yang dipajang sudah melalui seleksi komite. Dalam hal buku terjemahan, ada Komite Penerjemah yang bertugas mengurasi karya yang kemudian direkomendasikan mendapatkan bantuan penerjemahan. Dalam kaitan FBF ini, Indonesia memaklumkan translation grant program dengan menggelontorkan dana $1 juta (Rp11 M) untuk penerjemahan buku-buku Indonesia ke dalam bahasa asing, terutama Inggris dan Jerman.

Bagi para pencinta buku, tentu bisa hadir di FBF 2015 adalah sebuah impian, apalagi suasananya akan Indonesia banget. Tidak tanggung-tanggung, Presiden Jokowi juga menyatakan akan hadir melihat langsung bagaimana Indonesia digadang-gadangkan sebagai Negara Buku. Sama halnya dengan negara-negara lain yang pernah menjadi guest of honour, seperti Turki, Belanda, Argentina, dan China. Artinya, potensi perbukuan di Indonesia memang tidak dipandang sebelah mata. Wajar, mengingat industri buku di Indonesia sama tuanya dengan masa kolonial bercokol di Indonesia.

Saya sebagai praktisi perbukuan turut senang dan bangga Indonesia bisa dipercaya sebagai Negara Buku meskipun persoalan perbukuan yang pelik masih mengadang negara ini. Sebenarnya FBF 2015 adalah momentum bagi pemerintah dan segenap pemangku kepentingan dunia pendidikan untuk mulai memperhatikan pembangunan industri perbukuan nasional. Mulai soal RUU Sistem Perbukuan Nasional yang tak kunjung disahkan DPR sampai pada belum jelasnya arah pembangunan perbukuan untuk mendukung kemajuan bangsa. Industri perbukuan sendiri dimasukkan ke dalam industri kreatif. Diperkirkan lebih dari Rp7 T perputaran uang terjadi dalam bisnis buku.

Kalau menyelisik Nawacita Presiden Jokowi, empat poin terakhir sangat kental hubungannya dengan industri buku. Jargon "Revolusi Mental" juga tidak dapat dipisahkan dari sarana bernama buku atau lebih dalam lagi kita sebut karya literasi. Watak bangsa ini sangat dipengaruhi oleh pembelajaran dan penanaman literasi sejak dini. Literasi yang buruk akan berimbas pada perilaku. Lihat saja bagaimana turunnya literasi dalam berbahasa, membuat anak-anak sekarang kurang mampu mengirim pesan atau surat dengan tata bahasa yang baik kepada orang yang lebih tua.

Sumber foto: indonesiaexpat.biz

Kontinuitas Semangat FBF 2015

FBF 2015 jangan sampai menjadi ajang perhelatan seperti pesta ulang tahun. Setelah pesta, bubar semua. Harusnya FBF 2015 seperti pesta pernikahan, setelah itu ada bulan madu dan upaya untuk mengarungi bahtera rumah tangga. FBF 2015 hanya langkah awal menegakkan layar. Lautan industri buku sebagai penopang kecerdasan dan kemajuan bangsa pada tahun-tahun berikutnya adalah sebuah tantangan yang harus diarungi.

Biarlah Presiden Jokowi beserta Mas Menteri Dikdasmenbud ataupun Menag melihat langsung bagaimana negara-negara lain serius membangun industri bukunya dan bersiap menghadapi persaingan global. Biar mereka melihat bahwa penerbit, penulis, editor, dan tim lain penerbitan harus diberi tempat untuk berkarya secara optimal. Pemerintah jangan lagi membuat blunder dengan menerbitkan buku sendiri seperti yang terjadi pada buku Kurikulum 2013. Biarkan buku dikreasikan oleh swasta dan untuk itu perlu UU Sistem Perbukuan Nasional yang mengamanatkan berdirinya Badan Pengembangan Perbukuan Nasional agar dapat memantau industri ini berjalan pada relnya.

Begitupun soal pembangunan literasi. Karya-karya literasi bermutu memang harus "dipelihara" oleh negara seperti halnya tetangga kita Malaysia yang mendirikan Institut Terjemahan dan Buku Malaysia (ITBM). Malaysia serius membawa karya-karya penulisnya berbicara di mancanegara. Para penulisnya pun terorganisasi di dalam Persatuan Penulis Nasional Malaysia (PENA). Era baru ITBM dimulai pada 2012 lalu dan saat berpidato mengumumkan era baru tersebut, PM Malaysia menyatakan bahwa pemerintah menyetujui penggelontoran dana RM5 juta yang dilakukan secara bertahap selama dua tahun, khususnya untuk penerbitan buku karya penulis muda. Artinya, ada dana lebih kurang Rp17,7 M yang disiapkan lembaga ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun