Mohon tunggu...
Bambang Trim
Bambang Trim Mohon Tunggu... Penulis - Pendiri Penulis Pro Indonesia

Pendiri Institut Penulis Pro Indonesia | Perintis sertifikasi penulis dan editor di Indonesia | Penyuka kopi dan seorang editor kopi.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Andai Hoax Menjadi Fesyen

3 Juli 2017   13:42 Diperbarui: 4 Juli 2017   10:26 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Tim Gou on Unsplash

Tidak ikut serta menyebarkan informasi yang viral rasanya tidak kekinian. Itulah fenomena, imbas dari perkembangan teknologi digital dan media sosial. Informasi ada di genggaman kita dan hanya tinggal beberapa langkah bakal tersebar ke seluruh dunia. Imbas negatifnya adalah berkembangnya hoax secara lebih luas tanpa dapat dibendung. 

Iseng di Facebook saya menuliskan level-level hoax ibarat barang-barang fesyen dari sisi produsen atau pembuatnya. Ada yang ORI (original) ataupun KW (palsu). 

Masa sih ada hoax ori? Yang benar aja .... Hehehe, namanya juga berita bohong, jelas nggak jelas keorisinalitasnya. Tapi, setidaknya saya coba membaginya seperti ini.

  • Hoax ORI: Dibuat langsung oleh orang pertama; tingkat kebohongan sangat meyakinkan; menggunakan referensi (daftar pustaka, daftar rujukan, catatan kaki), mencatut para pakar/orang terkenal; menggunakan gambar (foto, ilusrasi, infografik) yang sudah diolah tentunya; judulnya sangat intelek atau ilmiah.
  • Hoax KW 1: Dibuat orang kedua berdasarkan hoax ORI; tingkat kebohongan meyakinkan; menggunakan referensi seadanya; mencatut para pakar/orang terkenal; menggunakan gambar ala kadarnya; judulnya bombastis.
  • Hoax KW 2: Dibuat orang ketiga berdasarkan hoax KW1; tingkat kebohongan tidak meyakinkan; mencatut pakar/orang terkenal; tidak menggunakan referensi; menggunakan sumber-sumber resmi sebagai tautan; menggunakan gambar ala kadarnya. Judulnya bombastis.
  • Hoax KW3: Dibuat entah siapa saja berdasarkan hoax KW2; tingkat kebohongan sangat tidak meyakinkan; tidak menggunakan referensi; mencatut media resmi sebagai tautan; menggunakan gambar ala kadarnya; judulnya bombastis.

Di balik produsen ini memang ada perajin (penulis) hoax. Imbalan yang mereka terima sesuai dengan kualitas pengaruhnya. Ada juga yang murahan disebut Hoax Curah, sering "dijual" pada saat operasi pasar di media sosial.

Ah, ini hanya berandai-andai hoax itu adalah fesyen yang melengkapi gaya hidup kita. Tinggal pilih mau percaya dan menyebarkan yang mana. Semuanya berselera. Hehehe, sekali lagi. 

Namun, kalau Anda menolak percaya dan enggan menyebarkannya, bukan berarti Anda tidak gaul atau dianggap tunagaya. Orang-orang yang terpengaruh hoax dan ikut menyebarkannya memang sering tergiur oleh gaya kekinian yang sejatinya semu. Alih-alih bergaya mereka malah akhirnya mati gaya karena tahu sudah mencerna kebohongan demi kebohongan.

Andai hoax adalah fesyen pastilah si pembuatnya mengerti benar tentang mode. Ia harus dapat mencuri perhatian publik karena itu digunakanlah simbol-simbol yang dapat dipercaya, seperti nama tokoh terkenal, tautan media terkenal, ataupun data/fakta dari lembaga tepercaya. Semua itu menjadi merek dagang yang meyakinkan bagi siapa pun yang membacanya. Selain itu, digunakan juga keunikan, kontroversi, dan rasa ingin tahu sebagai pancingan.

Semakin ngetren hoax itu, semakin berjaya ia akan menangguk rupiah ataupun menciptakan suatu kondisi serbatipu daya sehingga masyarakat lebih mudah digerakkan untuk mencapai tujuan tertentu. Di kaki lima, hoax curah dijajakan secara lebih bebas sembari penyebarnya meneriakkan kata-kata: dipilih ... dipilih .... Dan masyarakat luas pun percaya, lalu mengenakannya dengan gagah.

"Ini lagi tren lho .... Kamu tau nggak ....?"

Andai hoax adalah fesyen, kita memang sedang digodanya untuk mengikuti tren. Hal yang paling aman adalah tidak berselancar di dunia maya kini tanpa "berpakaian", terutama pakaian pikiran dan perasaan. Boleh jadi kita akan main sambar saja baju, celana, kain, dan perhiasan hoax itu tanpa lagi memandang ORI, KW, atau curah karena semua toh terlihat sama saja bagi orang-orang yang tidak mau berpikir dan kurang berperasaan.

Masa sih? Jangan-jangan tulisan ini juga hoax. Hehehe.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun