Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Didemo Dulu Baru Berpikir, Bukan Berpikir Supaya Tidak Ada Demo

30 September 2019   23:17 Diperbarui: 30 September 2019   23:36 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Didemo Dulu Baru Berpikir; Bukan Berpikir Supaya Tidak Ada Demo

Ada sebab ada akibat, ada stimulus ada respon, ada aksi ada reaksi. Semua yang ada dan menjadi ini akibat melawan keadilan rakyat, kasus Hutan dan Lahan terbakar di Sumatera dan Kalimatan, Papua Ingin Merdeka dengan menggantikan bendera Merah Putih di Kantor Gubernur Papua, semua memberikan kesan melawan akal logika dan keadilan manusia. Kemudian dilakukan dibelakang pintu, tidak transparan, tuli, dan super kilat pada revisi 3 RUU undang-udang, melemahkan KPK, meminimalkan vonis pencuri uang Negara, namun pada sisi lain uniknya padahal presiden di pilih rakyat.

DPR diam saja, asik dengan pelantikan kemewahan ruangan, dan kekuasaan baru,  partai baru  yang dimotori anak-anak muda suka membela dan mendiskusikan kebenaran sekarang hilang tanpa suara dan membisu  mungkin menunggu kursi Menteri. Partai Nasionalis, atau dan religious diam saja, tidak ada kata-kata semua ingin bermain aman dan menyelamatkan diri masing-masing atau ada upaya cuci tangan tidak bertanggungjawab. Ada yang makan cempedak, tetapi seakan-akan hanya presiden yang kena getahnya.

Rakyat mati berdemontrasi, kemudian berjuang sendiri, aparat kepolisan digaris terdepan harusnya tidak perlu melakukan tugas berat dan rumit ini jika Negara dikelola dengan baik, dan memenuhi azas keadilan. Jalan dimana-mana macet, ekonomi dan aktivitas kantoran terganggu, emosi masa dan ketakutan terjadi dalam psikologis masyarakat. Dan kondisi ini membuat catatan noda hitam Negara Indonesia yang dikenal ramah berbudi luhur, toleran, dan ramah tutur kata seolah hanya kenangan;

Semua punggawa Negara sekarang menjadi pendiam atau menjadi gemetaran. Seolah-olah mengalami kontak bisu dan kelupaan segala menjadi tanggungjawabnya. Sikap saling menghormati antara sesama anak bangsa sudah menguap, yang tua melindungi yang muda, dan yang muda menghormati yang tua tidak tampak lagi dalam Indonesia hari ini;

Bapak Rasionalitas Modern Rene Descartes menyatakan "Co gito Ergo Sum" atau aku berpikir maka aku ada. Maka para punggawa Negara dan punguasa Negara siapapun yang memiliki kekuasaan harusnya menggunakan fakultas akal budi atau daya rasional dalam mengelola sebuah bangsa untuk membuat apa yang disebut rencana, antisipasi, implementasi, evaluasi dan kinerja.

Maka jika para punggawa Negara mengguankan akal sehat, harusnya demo tidak usah dilakukan untuk mencari kebenaran di jalan raya. Demo adalah bentuk lain pelecahan kepada punggawa Negara; atau dengan kata  "Didemo Dulu Baru Berpikir" adala bentuk pencirian kegagalan sebuah bangsa termasuk kapasitas otak dalam berpikir.

Indonesia dan para punggawa Negara harusnya malu diri pada demontrasi hari-hari ini karena memberikan pesan semiotika " Didemo dulu baru berpikir"; dan" bukan berpikir supaya tidak ada demo" sebagai wujud penghormatan pada keadilan sekaligus martabat manusia; demi Indonesia BerPancasila menjadi lebih baik...//

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun