Mohon tunggu...
APOLLO_ apollo
APOLLO_ apollo Mohon Tunggu... Dosen - Lyceum, Tan keno kinoyo ngopo

Aku Manusia Soliter, Latihan Moksa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Meta Semiotika Perjumpaan Bapak Presiden dengan Raja Jawa Sultan HB X

8 Juni 2019   20:33 Diperbarui: 8 Juni 2019   20:44 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meta_Semotika  Perjumpaan Bapak  Presiden Joko Widodo Dengan Radja Jawa Sultan HB X

Yogyakarta; Jumat 07 Juni 2019, 13:00 WIB detikNews :30 Menit Bertemu, Apa yang Dibicarakan Jokowi dan Sultan HB. Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan tertutup dengan Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sekitar 30 menit. 

Jokowi bertemu dengan Sultan ditemani Ibu Negara Iriana dan cucunya Jan Ethes. Pantauan detikcom, Jokowi keluar dari Regol Keben pukul 11.12 WIB. Mengenakan kemeja lengan panjang bermotif batik, Jokowi keluar dari Regol Keben sembari menggandeng cucunya Jan Ethes. Selain itu, tampak Sri Sultan HB X bersama keluarganya mengantar Jokowi sampai ke depan Regol Keben, kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Untuk sampai kepada judul makna tulisan ini maka supaya jelas pendasaran umum dalam tulisan ini saya meminjam pemikiran symbol theory  atau  semiotika [1] Charles Sander Pierce (1839- 1914), Ferdinan de Saussure (1857-1913), Roman Jakobson (1896-1982), Ogden, Richards (1923).  Berikut ini uraian penjelasan hasil proses pembatian pada tulisan ini:

Meta_Semotika  [1] secara umum pada dimensi lahiriah sikap Bapak  Presiden Joko Widodon menjumpai  Radja Jawa Sultan HB X memang luar bisa sikap paham sopan santun, paham asal usul, dan  memiliki budaya sikap baik [sowan, dan kulonuwun], paham diri, bisa menempatkan diri, kerendahan hati. Jadi saya rasa Bapak  Presiden Joko Widodo mengambil sikap  [Jawani] yang sangat tepat luar bisa  cocok dengan paham istilah papan, empan, andepan.

Meta_Semotika [2]   Dokrin dalam metafora wayang sebagai penanda 'the being in the world' (alam semesta, dan segala sesuatu yang ada) mampu dijelaskan dengan batiniah wayang atau dalam istilah lain memahami realitas melalui "hinter-welt" (dunia bayang-bayang), dari idea. Dengan cara "hinter-welt" (dunia bayang-bayang), maka pesan luhur atau leluhur  dalam semiotika bahwa manusia dan relasinya dapat dipahami berlaku umum. Metafora "hinter-welt" (dunia bayang-bayang), dimana ada dalang yang bisa menyatukan dan memisahkan sebagai bentuk takdir dalam ruang dan waktu menghasilkan event [peristiwa] atau kejadian.

Dalam tradisi Jawa Kuna [Mataram} bahwa semua perjumpan dengan apapun adalah kondisi  membuat ruang "tanda" tindakan Manusia Jawa yang rigor pada relasi Mikrokosmos dan Makrokosmoas (sebagai system Dialektika antara: Buana Agung dan Buana Alit). Teknik pemahaman manusia dan relasi-relasi ini dijelaskan melalui penalaran bersifat post factum, memakai fakta sekarang kemudian menjelaskan masa lalu, maka fakta menjadi bermakna masa depan.

Meta_Semotika  [3] "Angka adalah suatu tanda" atau lambang yang digunakan memahami "hinter-welt" (dunia bayang-bayang), dari idea.  Angka adalah sebagai penunjuk, situasi, suasana, dan simbol manunggal manusia, dengan alam, dan Tuhan. Mari saya jelaskan secara Hipersemiotika makna angka dalam perjumpaan Perjumpaan Bapak  Presiden Joko Widodo Dengan Radja Jawa Sultan HB X.  Perlaksanaan perjumpaan dilakukan pada lebaran hari ke 3 [tiga]. Padahal bapak presiden sudah datang ke Jogja pada lebaran hari ke [2]. Mengapa pada hari ketiga.  Mengapa perjumpaan seperti dalam tulisan Wartawan Detikcom  angka [3] [tiga] atau  3 [0]  Menit Bertemu, Apa yang Dibicarakan Jokowi dan Sultan HB X;

Pada riset saya dengan judul "Filologi Kebatian "telu-teluning atunggal". Untuk memahami Devosi Tritunggal Maha Kudus atau [3] tiga sumbu menjadi: Panti Rapih, Gereja Katolik Kidul Loji, dan Sanata Dharma. Penelitian saya meminjam alat memahami tradisi Martin Heidegger interpretation of Truth (Aletheia] dan Stimung. Bahwa angka 3 [tiga]  memiliki kedalaman batin luar bisa dalam filologi metafisik Jawa Kuna, seperti proses manusia didunia ini pada 3  [tiga] siklus Alam purwo [asal usul], alam madyo [alam kekinian], dan alam wasono [alam telos manusia]. Mampu ditansformasikan dalam 3 [tiga]  Garis imajiner alam madyo [alam kekinian]: Tugu, Keraton, dan Panggung Krapyak; dimetaforakan pada  3 [tiga] Garis Imajiner lurus  Gunung Merapi, Keraton, Laut Selatan atau Parangtritis. 

Dalam sejarah hasil riset saya disebut mewariskan daya purba ("force primitive") yang bukan material tetapi bersifat spiritual ". Kemudian wujud  ["force of primitive"] direkonsiliasikan pada  3 [tiga] metafora pada yaitu Eyang Resi Projopati, Panembahan Senopati, dan Laut Selatan. Kondisi mewariskan 3 [tiga]  daya purba ("force primitive")  dalam riset saya  menghasilkan "nous" atau logos (fakultas akal budi "Mataram") bercampur dengan 4 anasir alam atau sadulur papat [4]  ini dapat disatukan atau disebut daya rasional logos dan kebijaksanaan. Perjumpaan Bapak  Presiden Joko Widodo Dengan Radja Jawa Sultan HB X; 

Angka 4 [empat] atau [1 +3 ] berasal pada jumlah  angka Jumat Pon pada  Tanggal 7 Juni 2019 pertemuan dua tokoh tersebut, yaitu dari perhitungan Jumat yang neptunya 6 dan Pon dengan neptu 7. . Jumat Pon jumlah wetonnya 13. Maka jelas secara metasemiotika perjumpaan dua tokoh Indonesia penting ini bukan hanya diakibatkan kehendak beliau berdua tetapi ada  kekuatan daya purba ("force primitive")  yang melampui lahirah atau kausalitas semata-mata.   Itulah temuan cara memahami model Indonesia lama atau Jawa Kuna. Sayangnya hanya saya yang punya literaturnya. Hasil penelitian pembatinan selama 20 tahun;

Bersambung---

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun