Mohon tunggu...
Bakrie Ahmad Faada
Bakrie Ahmad Faada Mohon Tunggu... Ilmuwan - Yakusa

Pemikir bebas

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Era Post-Truth, Kampanye Politik untuk Segmentasi Milenial

26 Januari 2020   00:23 Diperbarui: 27 Januari 2020   00:55 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi: Gorodenkoff/Adobe Stock

Kata "Post Truth" pada tahun 2016 dijadikan sebagai "Word of The Year" oleh Oxford. Hal tersebut dikarenakan penggunaan kata post truth yang meningkat 2000% dari tahun 2015. 

Menurut analisis jurnal yang berjudul "Etika Media di Era Post Truth", pemakaian kata atau diksi ini selalu dikaitkan dengan dua momentum politik paling berpengaruh pada tahun itu, yakni Brexit dan terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat.

Oxford Dictionary memberikan definisi istilah post-truth sebagai kondisi di mana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini publik dibanding emosi dan keyakinan personal. 

Istilah tersebut berkaitan dengan proses agitasi yang bertujuan untuk menciptakan atau membangkitkan perhatian publik. 

Namun, erat juga kaitannya dengan era revolusi teknologi komunikasi di mana penyebaran agitasi untuk meningkatkan emosi publik tanpa disertai fakta dan data disebarkan secara cepat dan masif. Sehingga post-truth identik dengan istilah hoaks.

Berdasarkan temuan itu, dapat disimpulkan bahwa isu post truth semakin mengemuka di publik dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa politik. 

Karena dalam proses elektoral atau perumusan kebijakan, biasanya pihak yang bersebrangan atau oposisi melakukan cipta kondisi terhadap opini publik agar tercipta emosi publik sehingga memberikan reaksi penentangan terhadap kandidat atau kebijakan.

Dahulu post truth sangat sulit disebarluaskan, karena mengandalkan interaksi langsung antara originator dengan target. Walaupun dapat dilakukan juga melalui media cetak, namun ada proses pendistribusian hingga target penyebaran post truth. 

Namun, sebagaimana dijelaskan sebelumnya, penyebaran post truth kini telah terinfluensi oleh perkembangan industri komunikasi, salah satunya melalui media sosial.

Praktik post truth juga telah menginvasi Indonesia yang ditandai dengan banyaknya peredaran hoaks melalui berbagai macam cara dan isu. Sektor politik adalah pengguna praktif post truth terbesar, sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dalam proses politik dibutuhkan pengkondisian opini publik. 

Black Campaign yang dilancarkan menggunakan kabar-kabar hoaks yang diproduksi oleh para buzzer dan didistrubisikan melalui media sosial. Mengapa media sosial?

  1. Pengguna media sosial sangat besar jumlahnya di Indonesia menurut data We Are Social pada tahun 2019 mencapai 150 juta pengguna,
  2. Pengkonsumsi media sosial yang paling setia adalah generasi millenial, 
  3. Jumlah generasi millenial Indonesia lebih banyak dibanding generasi-generasi sebelumnya,
  4. Kecepatan pendistribusian,
  5. Berbiaya murah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun