Mohon tunggu...
Ayu Anita
Ayu Anita Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Politisasi Agama di Balik Spanduk Pilkada

7 April 2017   05:33 Diperbarui: 7 April 2017   05:37 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stop Politisasi Agama - https://serambimata.files.wordpress.com

Ada satu hal yang tidak bisa dilepaskan dari hingar bingar pilkada DKI Jakarta. Yaitu keberadaan spanduk yang berisi pasangan calon. Pada putaran pertama, muncul spanduk yang berisi ajakan mencoblos dan ada gambar salah satu paslon. Spanduk semacam ini masih dibenarkan. Namun ada juga spanduk yang berisi ajakan untuk memilih pemimpin muslim dan jangan memilih pemimpin non muslim. Spanduk model ini, tidak disertai gambar paslon, dan hanya berisi tulisan saja. Spanduk semacam inilah yang perlu dikhawatirkan. Selain penuh nuansa provokasi, spanduk juga berpotensi memecah belah persatuan dan keberagaman.

Di awal kampanye putaran kedua, kembali muncul spanduk provokatif dan ancaman. Kali ini spanduk dipasang di tempat-tempat ibadah seperti mushala dan masjid. Dalam spanduk dituliskan tidak akan menyalatkan jenazah yang semasa hidupnya mendukung salah satu pasangan calon. Spanduk ini sempat menjadi polemic, ketika ada salah satu warga DKI yang kebingungan ketika anggota kelurganya ditolak untuk disalatkan. Lagi-lagi, fakta ini sungguh sangat membuat kita miris. Indonesia yang seharusnya bisa saling merangkul, justru berubah menjadi saling ancam hanya karena pertarungan pilkada. Berkali-kali spanduk itu diturunkan, tapi berkali-kali juga spanduk itu kembali muncul. Apa dampaknya?  Masyarakat menjadi mudah marah dan mudah terprovokasi.

Beberapa saat lalu, kembali muncul spanduk dengan nuansa yang berbeda. Kali ini dalam spanduk ada salah satu paslon dengan tokoh ormas, disertai tulisan akan menegakkan syariat Islam. Tidak lama setelah spanduk jadi polemik, paslon yang dimaksud melakukan bantahan. Alasannya, pihaknya tidak tahu menahu dan tidak pernah merasa membuat spanduk tersebut. Spanduk kemudian diturunkan. Pertanyaannya kemudian? Untuk apa spanduk semacam ini dimunculkan? Untuk apa dinaikkan jika pada akhirnya harus diturunkan? Jika tujuannya untuk membuat masyarakat terprovokasi, spanduk semacam ini memang sangat efektif. Terlebih masyarakat kita masih sangat mudah terprovokasi isu SARA.

Tidak lama setelah spanduk provokasi diturunkan, lagi-lagi muncul lagi spanduk yang berkaitan dengan pilkada. Kali ini tidak disertai foto salah satu paslon, namun ada tulisan ‘Warga Jakarta Sudah Bosan dengan Isu SARA'. Spanduk-spanduk ini dipasang di tempat-tempat strategis seperti jembatan penyeberangan. Spanduk bisa jadi berasal dari salah satu paslon atau masyarakat, yang sudah lelah dengan politisasi agama yang terjadi selama pilkada. Agama seharusnya menjadi penuntun, bukan justru dicampuradukkan yang membuat masyarakat bingung.

Suka tida suka, spanduk provokasi tersebut akan berdampak pada kedewasaan masyarakat kita dalam berdemokrasi. Meski saat ini masyarakat kita sudah mulai cerdas dalam berdemokrasi, semestinya provokasi agama dalam politik tidak lagi terjadi. Bisa jadi hal ini tidak akan berdampak pada elektabilitas paslon, namun potensi masyarakat terpecah belah masih memungkinkan terjadi. Jika hal ini sampai terjadi, dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk terus melakukan provokasi. Indikasi masuknya kelompok radikalisme ini sudah terasa. Ujaran kebencian begitu masif, mobilisasi massa yang mengatasnamakan ormas keagamaan masih terjadi. Hal-hal inilah yang bisa menjadi bibit radikalisme.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun